Palembang, Pelita Sumsel – Tahun ini marak start up dompet digital yang berlomba menggaet konsumen dengan strategi bakar uang, yaitu memberi potongan dan cashback besar-besaran. Namun tahun depan strategi ini harus dihentikan.
Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan, Yan Sulistyo mengatakan teknik bakar uang memang sah-sah saja dilakukan. Saat ini banyak ditemui beberapa pelaku usaha yang menerima pembayaran menggunakan dompet digital yang menawarkan uang kembali yang disubsidi oleh aplikator.
“Namun apakah pola ‘bakar uang’ akan terus bertahan hingga selamanya? Karena pola ini pada dasarnya adalah untuk sebuah produk atau layanan yang baru memasuki pasar, sehingga perlu untuk mengakuisisi konsumen,” papar Yan saat dihubungi Jumat (20/12).
Namun seiring berjalannya waktu, pada fase pendewasaan produk (product maturity), model bakar uang tidak bisa terus-terusan terjadi. Karena perusahaan sudah harus memikirkan kelangsungan bisnisnya ke depan, memperlebar atau memperbanyak line business-nya agar mencakup semua kebutuhan konsumen atau masyarakat.
Yan berharap di tahun mendatang strategi bakar uang di Indonesia harus sudah berhenti.
Meski begitu, Yan menyebut, strategi ini dinilai sebagai hal yang lumrah dalam model bisnis berbasis digital. Khususnya untuk produk yang baru dalam fase pengenalan.
Tujuan dari bakar uang ini dinilai sebagai langkah edukasi atau dalam bahasa pemasaran adalah mengakuisisi konsumen mengenai produk yang disediakan perusahaan kepada konsumen.
November lalu, pendiri Grup Lippo, Mochtar Riady menyatakan tak kuat bakar uang demi memberikan promosi melalui layanan dompet digital OVO. Hingga akhirnya, Grup Lippo memustuskan mengurangi dua per tiga kepemilikannya di OVO. (Ron)