Jakarta, Pelita Sumsel – Stunting adalah kondisi yang timbul akibat kekurangan gizi berkepanjangan, yang berpengaruh pada perkembangan fisik dan otak. Didefinisikan sebagai kurangnya tinggi badan pada anak, stunting hanya dapat didiagnosa dengan membandingkan terhadap bagan tumbuh kembang yang sesuai standar. Permasalahannya, apabila dilihat dari prevalensi stunting dalam 10 tahun terakhir, dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada bayi di Indonesia.
Menurut data 2019, jumlah kasus stunting di Indonesia mencapai 29,67%, lebih tinggi dari dari angka standar WHO yaitu 20%. Data terkini juga menunjukkan bahwa sekitar 9 juta balita Indonesia saat ini mengalami stunting, yang artinya 1 dari 3 bayi yang dilahirkan terdiagnosa stunting. Kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun lalu hingga kini, diyakini memperburuk jumlah angka stunting, dimana seluruh aspek pasti terpengaruh terutama perekonomian, yang tentu saja berdampak pada tumbuh kembang anak. Sebanyak 60% posyandu tidak menjalankan fungsinya, dan lebih dari 86% program stunting berhenti akibat pandemi.
Menyadari hal ini, dua lembaga nirlaba 1000 Days Fund atau Yayasan Seribu Cita Bangsa dan Yayasan Kesehatan Perempuan mencanangkan sebuah inisiatif publik bertajuk Gerakan Nasional #IndonesiaBebasStunting 2030. Dengan dicanangkannya gerakan ini, diharapkan berbagai elemen masyarakat tergugah untuk memahami, mendukung, dan beraksi secara bersama untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
Zack Petersen, Lead Strategist 1000 Days Fund mengatakan Ada 9 juta anak balita di Indonesia yang mengalami stunting. Ini adalah sumber daya manusia masa depan Indonesia. Mereka tumbuh dengan ancaman pneumonia dan diare, dan sering sakit, otak dan sistem imunitas mereka tidak tumbuh dengan seharusnya sehingga mereka tidak bisa berkontribusi pada pembangunan dan kesejahteraan Indonesia.
Permasalahan terbesar dalam pengentasan stunting adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya stunting. Hal tersebut menyebabkan masyarakat masih mengabaikan gizi yang seimbang dan kebersihan yang menjadi kontributor penyebab stunting.
Hal ini ditunjukkan dengan tingginya jumlah ibu hamil yang menderita anemia, kondisi yang berisiko tinggi untuk melahirkan anak yang stunting. Oleh karenanya, program pendampingan stunting harus efektif di tingkat keluarga, khususnya ibu, agar bayi dapat selamat dari resiko stunting.
Nanda Dwinta Sari, Direktur Eksekutif Yayasan Kesehatan Perempuan, mengatakan, Dari berbagai program peningkatan kesehatan perempuan yang kami lakukan di lebih dari 15 wilayah, kami melihat bahwa kesehatan ibu merupakan tonggak utama kesejahteraan anak dan keluarga.
Oleh karenanya pengentasan Indonesia dari stunting dapat dilakukan pertama mulai dari intervensi langsung kepada perempuan, dengan menyediakan informasi terkait merencanakan kehamilan, menjalani kehamilan, persalinan hingga setelah melahirkan sampai dengan bayi berumur dua tahun. Kedua, mendorong tersedianya layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif.
Ketiga, pelibatan pihak terkait seperti peran laki-laki dalam pencegahan stunting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung sehingga tercipta perubahan perilaku dalam pemenuhan kesehatan perempuan dan anak yang lebih baik.
Lahirnya gerakan masyarakat yang dicanangkan hari ini timbul dari kesadaran bahwa peran komunikasi publik sangat krusial untuk mengangkat isu stunting menjadi sebuah urgensi nasional, karena jika tidak diperhatikan, sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak dapat mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas yang menjadi modal penting tujuan bernegara, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur.
Sudah seharusnya permasalahan stunting dituntaskan dengan segera. Untuk itu diperlukan sebuah gerakan masif yang melibatkan berbagai pihak yang berasal dari berbagai macam elemen masyarakat, untuk mendorong kemitraan multisektor dengan melibatkan pemerintah, swasta, mitra lokal, dan masyarakat, demi mempercepat upaya pencegahan stunting, sehingga Indonesia mampu mencapai zero stunting pada tahun 2030.
Gerakan Nasional
#IndonesiaBebasStunting2030 memiliki misi untuk Mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi kasus stunting Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan memberikan edukasi dan informasi tentang stunting; Menggalang partisipasi, dukungan dan aksi mereka dalam upaya nasional mengentaskan Indonesia dari stunting; dan membangun aspirasi dan aksi sosial dan politik di daerah di seluruh Indonesia dalam upaya yang tersinergi terkait program intervensi keluarga yang efektif.
Sebagai mitra utama gerakan menuju #IndonesiaBebasStunting2030, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang pada tahun 2020 lalu dimandat oleh Presiden Joko Widodo untuk memimpin Program Percepatan Penangangan Stunting, mengapresiasi inisiatif apapun dari masyarakat yang mendukung misi ini. Hadir pada acara pencanangan Gerakan Nasional #IndonesiaBebasStunting2030, Kepala BKKBN Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, SpOG(K) menyatakan: Penurunan prevalensi stunting merupakan pilar utama bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan, oleh karena itu, misi ini perlu melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah. Untuk itu, BKKBN akan segera mewujudkan kemitraan dengan sebanyak-banyaknya pihak melalui wadah
#1000MitraUntuk1000Hari, dan kami sangat menghargai organisasi-organisasi aktivis yang meluncurkan gerakan ini yang telah menjadi mitra BKKBN, karena kami selalu menjadi sahabat mitra dan sahabat keluarga.
Melalui kerjasama dengan BKKBN, gerakan #IndonesiaBebasStunting2030 akan menggalang dukungan, partisipasi dan aksi dari berbagai elemen masyarakat, baik dari pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, komunitas dan individu untuk bergabung dalam wadah #1000MitraUntuk1000Hari. Elemen yang akan membentuk #1000MitraUntuk1000Hari adalah sinergi upaya-upaya penanganan stunting yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, pihak swasta, organisasi masyarakat dan aktivis, komunitas, maupun individu baik di tingkat nasional maupun daerah, untuk mendukung program pendampingan dan intervensi stunting di tingkat keluarga dan ibu-ibu hamil di seluruh Indonesia selama 1000 hari.(Rill/RN)