Menteri PPPA : Ajak Anak Praktikkan Nilai Pancasila dalam kehidupan Nyata

waktu baca 4 menit
Selasa, 11 Agu 2020 11:17 0 276 Admin Pelita

Jakarta, Pelita Sumsel – Di tengah arus globalisasi yang kuat, ancaman intoleransi dan perpecahan, ideologi militan, serta ketidakadilan menjadikan tantangan tersendiri dalam menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada anak-anak. Tidak hanya sebagai hapalan semata, seyogyanya setiap sila Pancasila harus mampu dihayati dan diamalkan oleh anak-anak Indonesia sejak dini. Oleh karenanya, dibutuhkan peran orangtua dan institusi pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan contoh keteladanan pada anak demi mewujudkan anak Indonesia sebagai generasi Pancasila.

“Selain memastikan hak-hak anak-anak terpenuhi, terutama di masa pandemi, membekali mereka dengan nilai-nilai luhur Pancasila juga penting untuk dilakukan. Dalam memberi pemahaman nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak kita, alangkah baiknya jika kita bisa memberi contoh konkret kepada mereka. Untuk mempraktikkan pemahaman yang sudah anak-anak miliki, buka kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk ikut berperan dalam aksi-aksi nyata. Mulailah libatkan anak sebagai mitra yang sejajar dengan kita, yang suaranya kita dengar dan pertimbangkan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga pada Webinar “Pancasila dalam Tindakan: Anak Indonesia, Generasi Pancasila” yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila RI (BPIP RI) (10/08).

Dalam memberikan contoh konkret pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kepada anak-anak, Menteri Bintang juga mengajak agar kita menyertakan tiap sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menyertakan Sila Pertama, kita tanamkan kepada anak-anak untuk menyertakan Tuhan dalam setiap langkah. Untuk menyertakan Sila Kedua, ajaklah anak untuk meningkatkan rasa persaudaraan, saling membantu, dan bergotong royong. Untuk menyertakan Sila Ketiga, marilah pahami bahwa Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya slogan semata, melainkan harus kita pegang erat, agar kita tidak mudah dipengaruhi oleh orang yang ingin memecah belah. Untuk menyertakan Sila Keempat, ajak anak untuk menjunjung tinggi demokrasi dan hargai pendapat sekecil apapun karena semua mempunyai kesempatan yang sama. Terkait Sila Kelima, ajak anak untuk ikut merangkul semua pihak untuk bisa maju bersama-sama. 

Sepakat dengan Menteri Bintang, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto mengatakan bahwa Pancasila selain harus dihapalkan oleh anak-anak, harusnya juga mampu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dengan contoh keteladanan. Penanaman nilai-nilai Pancasila juga dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan kreatif, diantaranya dengan membacakan dongeng rakyat, atau membuat permainan tebak lagu nasional dan daerah.

Terkait praktik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, Peraih Ikon Prestasi Pancasila sekaligus Duta Perkumpulan Sepak Bola Uni Papua, Gabriel Edoway bercerita bahwa nilai gotong royong sangat ia tanamkan dalam kehidupan sehari-harinya, terutama dalam permainan sepak bola. Gabriel juga berharap agar semangat gotong royong yang ada dalam Pancasila dapat ditanamkan dalam karakter setiap individu.

“Menurut saya, sila ke-3 (tiga) Pancasila, yakni Persatuan Indonesia sangat tepat jika dipraktikkan dalam permainan sepak bola. Dari sila tersebut, saya menanamkan pada diri saya bahwa saya harus bisa bekerja sama dan hidup bergotong royong. Gotong royong adalah cerminan filosofi permainan sepak bola. Dalam permainan sepak bola, setiap pemain harus saling membantu untuk memperlancar skema menyerang dan bertahan agar mencapai kemenangan. Dalam sepak bola, kita semua harus bermain secara sosial atau bersama-sama. Oleh karenanya, nilai gotong royong juga harus ditanamkan dalam karakter setiap individu di Indonesia agar bisa menjadi bangsa yang maju,” cerita Gabriel Edoway.

Anak-anak Indonesia memang diharapkan dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Namun, hal tersebut tidaklah mudah. Kepala BPIP RI, Yudian Wahyudi mengatakan banyak tantangan baru yang dihadapi oleh anak-anak di generasi saat ini. 

“Kami berharap, anak-anak Indonesia dalam sikap dan perilakunya mampu mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Namun, saat ini anak-anak kita mengalami beberapa tantangan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Tantangan tersebut diantaranya kurangnya spiritualitas dan moralitas, intoleran, perpecahan, sifat kesewenang-wenangan atau egois, dan ketidakadilan,” ujar Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP RI, Yudian Wahyudi.

Selain menjadi tanggung jawab orangtua, institusi pendidikan juga berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak-anak. 

“Di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) saat ini dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang penting dibandingkan mata pelajaran lainnya. Situasi itu membuat Pancasila menjadi semakin terpinggirkan di sekolah. Bahkan, ada tenaga pendidik yang terpapar ideologi militan selain Pancasila. Bagaimana dengan anak-anak kita? Apalagi, dengan kuatnya arus globalisasi, maka generasi bangsa saat ini yang belum paham Pancasila akan lebih mudah dimasuki dengan ideologi-ideologi militan lainnya. Hal inilah yang dikhawatirkan. Jika sejak dini mereka tidak paham mengenai Ideologi Pancasila, maka mereka akan mudah terpengaruh dengan ideologi lainnya. Bagaimana pun juga, institusi pendidikan sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak kita,” tutur Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) BPIP, Baby Siti Salamah.

Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP RI, F.X. Adji Samekto menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh kita saat kecil dulu berbeda dengan anak-anak generasi saat ini. 

“Ini era milenial. Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana menghadirkan Pancasila di era yang sudah berubah ini. Tantangan pembumian nilai-nilai Pancasila untuk anak-anak diantaranya penguasaan teknologi informasi yang cepat oleh anak, substansi yang dihadirkan harus relevan dengan era kekinian, globalisasi dan kosmopolitan, pemahaman terkait konstruksi berpikir anak, serta metode pembinaan yang menarik dan mengasyikkan tetapi tepat sasaran,” ujar Adji. (jea/rls)

LAINNYA