Palembang, Pelita Sumsel – Dalam Sidang lanjutan Kasus Bupati Non Aktif Muara Enim, Ahmad Yani pada selasa (28/4/2020) di Pengadilan Negeri (PN) Palembang melalui persidangan online. Tim pengacara Ahmad Yani yang terdiri dari Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M.; M. Rudjito, S.H., LL.M.; Mohammad Ikhsan, S.H.; Lysa Permatasari, S.H.; Vierlyn Sheryllia, S.H.; M.H.; dan Indra C Sitohang, S.H., M.H. menyampaikan 15 materi pembelaaan.
Maqdir Ismail mengatakan bahwa Dalam poin pertama, pihahnya menyatakan bahwa OTT tidak tepat ditujukan kepada Terdakwa, karena berdasarkan hasil penyadapan terhadap komunikasi antara Terdakwa dan A. Elfin MZ Muchtar (“Elfin”) pada hari Sabtu, 31 Agustus 2019 tidak ada pembicaraan, isyarat atau kode-kode yang mengarah kepada rencana pemberian uang sebesar USD35,000 kepada Kapolda Sumsel.
“Adapun menurut keterangan Elfin, Terdakwa berinisiatif memberikan uang kepada Kapolda pada hari Selasa, 27 Agustus 2019, kurang lebih seminggu sebelum terjadinya OTT pada Senin, 2 September 2019, ketika itu Terdakwa memanggil Elfin di rumah dinas di Muara Enim dan hanya ada mereka berdua. Keterangan Elfin tersebut telah dibantah oleh Terdakwa, sehingga in casu hanya ada keterangan seorang saksi saja, yaitu Elfin,” papar Maqdir
“Hal mana asas unus testis nullus testis (satu orang saksi bukanlah saksi) yang dianut KUHAP menjadikan keterangan saksi Elfin tidak memiliki kekuatan pembuktian dalam perkara a quo,” lanjutnya.
Selanjutnya pada poin kedua, sambung dia, terkait Robi Okta Fahlevi (“Robi”), terdakwa baru mengenal baru mengenal orang tersebut, saat setelah memenangi kontestasi Pemilukada, dimana Elfin yang mengenalkan Robi.
“Perkara ini sarat dengan kepentingan politik untuk menjatuhkan Terdakwa sebagai Bupati Muara Enim yang belum genap 1 (satu) tahun dijabatnya,’ ungkapnya
Kemudian Maqdir menyatakan bahwa Tuntutan Pidana Penjara 7 Tahun dan Denda Rp 300 Juta subsidair 6 Bulan Kurungan adalah Tuntutan yang Sewenang-wenang dan Zalim. Perlakuan Penuntut Umum terhadap Elfin, yang notabene adalah pelaku utama dalam perkara ini malah diberikan fasilitas JC dan dituntut pidana penjara yang jauh lebih ringan dibandingkan Terdakwa.
“Padahal tanpa ada peran Elfin tidak akan terjadi perkara ini. Elfin selalu berdalih apa yang dilakukannya adalah atas perintah Terdakwa, padahal tanpa ada perintah Terdakwa, yang memang senyatanya tidak pernah memberikan perintah untuk mengatur proyek, Elfin memiliki kemampuan untuk mengatur proyek karena dia adalah pemain proyek yang sudah berpengalaman sejak tahun 2018. Oleh karena tuntutan pidana penjara tersebut tidak dilandasi kebenaran dan kejujuran Penuntut Umum, namun lebih dilatarbelakangi oleh sikap ingin membalas dendam atau melampiaskan rasa ketidaksukaan, maka tuntuan dimaksud sudah seharusnya ditolak atau setidaknya dikesampingkan,” pungkasnya (yfr)