Tegas! Ahli Sebut Kontraktor Harus Bertanggung Jawab di Kasus Korupsi USB OKUS

waktu baca 5 menit
Jumat, 27 Sep 2024 18:56 0 56 Redaktur Romadon

 

Palembang Pelita Sumsel – Sidang dugaan korupsi Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA 2 Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan dengan nilai kontrak Rp2,2 miliar tahun anggaran 2022, kembali digelar di PN Tipikor Palembang, Jumat (27/9/2024).

 

Dalam dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Pitriadi SH MH, tim kuasa hukum terdakwa Joko Edi Purwanto menghadirkan dua ahli yakni, Drs Edi Usman, ST, MT Ahli Pengadaan Barang dan Jasa dari Politeknik Negeri Medan dan Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum Ahli Pidana dari Universitas Sumatera Utara.

 

Dalam sidang, ahli Drs Edi Usman berpendapat bahwa Kontraktor dan Konsultan Perencana yang paling bertanggung jawab terkait pengadaan barang dan jasa yang didanai oleh APBD.

 

“Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan yang dimulai dari identifikasi keuntungan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Dan karena perkara ini pekerjaan kontruksi dan para pihak yang terlibat adalah penyedia jasa atau kontraktor dan konsultan perencana. Merekalah yang paling bertanggung jawab dalam pekerjaan tersebut,” ungkap ahli kepada majelis hakim.

 

Kemudian ahli menjelaskan, tupoksi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) melaksanakan delegasi dan mempunyai kewenangan menjawab sanggah banding.

 

“Jadi jika KPA merangkap PPK belum diwajibkan punya sertifikasi kompetensi, tetapi kalau murni sebagai PPK bukan merangkap sebagai KPA baru wajib mempunyai sertifikat. Kemudian menandatangani kontrak sesuai dengan nilai yang diberikan batas kewenangan, saya pikir yang mulia, itulah jawaban saya tentang KPA,” kata ahli.

 

“Saudara ahli ya, apakah KPA yang merangkap sebagai PPK berwenang untuk menandatangani kontrak?,” tanya hakim.

 

“Baik yang mulia, kontrak pengadaan barang dan jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah perjanjian tertulis antara Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/PPK dengan penyedia, bearti KPA boleh menandatangani kontrak,” jawab ahli.

 

“Ketika KPA/PPK menanda tangani kontrak, dikontrak itu statusnya sebagai apa, atau dua-duanya?,” tanya hakim lagi.

 

“Izin yang mulia, kalau KPA SK nya dari Kepala Daerah karena merupakan sebagai pejabat struktural. Tetapi PPK, itu jabatan fungsional maka yang berkontrak itu adalah PPK nya,” jawab ahli lagi

 

Setelah mendengarkan pendapat ahli Pengadaan Barang dan Jasa Drs. Edi Usman, giliran ahli Pidana Dr. Mahmud Mulyadi memberikan pendapatnya dalam persidangan.

 

Dr. Mahmud Mulyadi menjelaskan, terkait Pasal 56 yang membantu kejahatan ada dua, pertama saat melakukan dan kedua sebelum melakukan.

 

“Tetapi membantu itu dia hanya memperlancar saja kejahatan, harus ada dulu siapa pelakunya, karena niat terbentuk itu kan tidak terbentuk dari membantu. Niat untuk melakukan kejahatan itu tidak datang dari yang membantu tetapi dari orang yang melakukan. Jadi fungsinya dia hanya memperlancar saja, jadi wajib dulu ditentukan siapa pelaku utamanya baru disebut membantu,” jelas ahli pidana Mahmud Mulyadi.

 

Sementara itu seusai sidang, Hapis Muslim tim penasehat hukum terdakwa Joko Edi Purwanto menjelaskan Dr. Edi Usman yang dihadirkan mempunyai tiga keahlian yaitu, Ahli Pengadaan Barang dan Jasa, Ahli Kontruksi dan Ahli Kontrak Kontruksi.

 

“Bahwa dalam keterangan ahli mengenai pengadaan barang dan jasa, artinya disini sudah dipisahkan mengenai tupoksi. Dimana seorang pejabat itu memiliki tugas masing-masing terkait pengadaan barang dan jasa sehingga apabila terjadi kesalahan dalam hal ini tindak pidana korupsi, dalam perkara ini terjadi gagal kontruksi maka yang paling bertanggung jawab adalah penyedia barang dan jasa sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh ahli,” ujar Hapis.

 

Hapis mengatakan, bahwa ahli dalam persidangan sudah menyampaikan, sebelum masuk keranah pidana ada ranah administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu.

 

“Makanya kami menganggap dalam perkara ini, ahli sudah menyampaikan sangat jelas bahwa untuk pertanggung jawaban pidananya harus ditentukan terlebih dahulu siapa yang melakukan perbuatan itu. Jadi kesalahan ini dilihat dulu dari peristiwanya, kejadiannya seperti apa, baru ditentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap perbuatan pidana ini,” jelas Hapis.

 

Lanjut Hapis, dalam persidangan ada yang menarik dari pertanyaan majelis hakim terhadap ahli terkait sikap hakim untuk menentukan hukum.

 

“Tadi ada yang menarik dari pertanyaan yang mulia majelis hakim mengenai bagaimana sikap dari seorang hakim jika bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan apakah boleh atau tidak? Secara teori tidak boleh. Artinya secara hukum hakim tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan. Namun ada kewenangan hakim dalam hal menemukan hukum tetapi digali dulu berdasarkan fakta,” katanya.

 

Dijelaskannya lagi, didalam perkara tersebut pihaknya juga menemukan fakta-fakta tersebut, bahwa perbuatan yang terjadi itu tidak kepada kliennya Joko Edi Purwanto.

 

“Maka, pertanggung jawaban pidananya tidak dapat dibebankan kepada terdakwa Joko Edi Purwanto. Intinya dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah penyedia jasa itu sendiri. Karena kalau kita kaitkan dengan keterangan ahli dari BPKP sebelumnya, ada tiga yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya kerugian negara. Yang pertama konsultan pengawas, kedua konsultan perencana dan pelaksana kontruksi, itu berdasarkan hasil audit investigasi dari BPKP,” tegasnya.

 

Dengan telah menghadirkan dua ahli tersebut, Hapis berharap agar bisa menjadi pertimbangan majelis hakim untuk memutus perkara ini.

 

“Sama seperti yang disampaikan oleh ahli bahwa kita harus membiasakan kebenaran bukan membenarkan kebiasaan. Artinya, kami berharap dengan semua pencerahan yang sudah disampaikan oleh ahli Pengadaan Barang dan Jasa serta ahli pidana tadi agar menjadi pertimbangan hakim untuk memutus perkara ini,” tutupnya.

LAINNYA