Palembang, Pelita Sumsel – Majelis Hakim yang diketuai Hakim Pitriadi SH MH, menolak eksepsi atau nota keberatan penasehat hukum terdakwa Sarimuda, di PN Tipikor Palembang, Senin (19/2/2024).
Diketahui dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerjasama pengangkutan batubara pada PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (BUMD) Sumsel, yang rugikan negara Rp 18 miliar, JPU KPK menjerat terdakwa Sarimuda mantan Direktur Utama PT SMS BUMD Sumsel.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa eksepsi penasehat hukum terdakwa Sarimuda, sudah masuk dalam pokok materi perkara dan haruslah dibuktikan dalam persidangan.
“Mengadili, menyatakan eksepsi atau nota keberatan penasehat hukum terdakwa Sarimuda tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara,” tegas hakim ketua saat membacakan putusan sela.
Usai bacakan putusan sela, Majelis Hakim meminta penuntut umum KPK untuk menghadirkan saksi-saksi dalam sidang lanjutan perkara.
Diketahui tim JPU KPK mendakwa Sarimuda, telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18 miliar.
“Bahwa terdakwa Sarimuda sebagai Direktur Utama PT SMS telah membuat kebijakan untuk melakukan kerja sama pengangkutan batubara dengan menggunakan fasilitas PT KAI Persero dengan sejumlah customer, yaitu perusahaan pemilik batubara maupun pemegang izin usaha pertambangan,” kata JPU dalam sidang
“Melalui kontrak kerja sama dengan para perusahaan batubara tersebut, PT SMS Perseroda mendapatkan pembayaran dengan hitungan per metrik ton,” tambah penuntut umum pada poin dakwaannya di PN Tipikor Palembang, Senin (29/1/2024)
Selain itu lanjut jaksa KPK, PT SMS Perseroda juga melakukan kerja sama dengan beberapa vendor untuk menyediakan jasa pendukung.
“Dalam rentang waktu 2020 sampai 2021, telah terjadi proses pengeluaran uang dari kas PT SMS Perseroda dengan membuat berbagai dokumen invoice atau tagihan fiktif. Akan tetapi, pembayaran dari beberapa vendor tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam kas PT SMS. Sebagian uang itu, justru dicairkan dan digunakan terdakwa untuk keperluan pribadi,” tegas jaksa KPK.
Kemudian, dari setiap pencairan cek Bank yang bernilai miliaran rupiah, Sarimuda melalui orang kepercayaannya menyisihkan ratusan juta rupiah dalam bentuk tunai.
“Terdakwa juga mentransfer ke rekening Bank salah satu perusahaan milik anggota keluarganya, yang tidak memiliki kerja sama bisnis dengan PT SMS. Akibat dari serangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa telah memperkaya diri terdakwa atau seluruh kerugian negara sebesar Rp18 miliar,” jelas jaksa KPK.
Atas perbuatannya, Sarimuda disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. (DN)