Palembang, Pelita Sumsel – Akbar Tan & Partners selaku kuasa hukum dari salah satu masyarakat yang tanahnya digugat oleh PT. KAI di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang, telah melayangkan surat permohonan pemantauan dan pengawasan ke Komisi Yudisial Kantor Penghubung Sumatera Selatan, Kamis (28/12/2023).
Adapun surat itu tertanggal 28 Desember 2023, Nomor 92/ATP-Perm/ATNP/XII/2023 didasarkan pada tugas dan kewenangan Komisi Yudisial, sebagaimana Pasal 20 UU No. 18 Tahun 2011 tentang perubahan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Akbar mengatakan upaya ini dilakukan karena ia dan rekannya selaku kuasa hukum menilai dalam proses pemeriksaan di tingkat pertama (PTUN Palembang) yang lalu diduga terjadi penyimpangan hukum dan terdapat pertimbangan yang timpang dari Majelis Hakim Tingkat Pertama sehingga terbitlah putusan yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat Gelumbang.
“Untuk itu, pada saat ini kami telah mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang dengan nomor register 145/B/2023/PT.TUN.PLG tertanggal 07 Desember 2023 dan secara paralel kami juga mengajukan permohonan pemantauan dan pengawasan dengan surat kami ini,” ujar Akbar.
Dirinya berharap dengan adanya pemantauan dan pengawasan ini, Majelis Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang, dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Sebagai informasi, pada saat ini tengah berjalan proses pembangunan fly over di Desa Sigam, Kecamatan Gelumbang.
Dalam pembangunannya, terdapat 11 masyarakat pemegang Sertipikat Hak Milik yang harusnya masuk sebagai pihak yang berhak untuk menerima ganti rugi, namun haknya menjadi terhalang karena ada gugatan TUN dari PT. KAI.
Klien dari Akbar merupakan satu diantara masyarakat tersebut yang memiliki Sertipikat Hak Milik dan telah menguasai bidang tanah miliknya dengan baik sejak tahun 2013.
Artinya sudah sepuluh tahun tanah tersebut dikuasai, dijaga, dipagar dan diusahakan olehnya dengan baik berdasarkan pada Sertipikat Hak Milik atas nama dirinya. Sehingga menjadi pertanyaan besar kenapa ketika ada proses pembangunan dan rencana ganti rugi, barulah timbul gugatan Tata Usaha Negara ini.
“Maka dari itu, kami berharap agar kita dapat secara bersama – sama mengawasi bagaimana proses penegakkan hukum ini dilakukan. Kita doakan saja di negeri kita tercinta ini, masyarakat kecil masih bisa mendapatkan keadilan,” tutupnya. (Rgga)