Oknum ASN Predator Sodomi Terhadap Anak

waktu baca 3 menit
Minggu, 20 Des 2020 23:40 0 189 Admin Pelita

#Pelaku Ajukan Damai Senilai 44 Juta

Pemalang, Pelita Sumsel – Aparatur sipil negara (ASN) di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah Nov, diketahui sebagai pelaku sodomi terhadapa anak di bawah umur. Hal itu terungkap dari informasi salah satu keluarga korban tentang temuan Surat Kesepakatan Damai senilai Rp 44 juta, Jumat (27/11).

Saat dikonfirmasi ke pelaku, Nov mengatakan tidak terjadi apa-apa dan terkesan menghindar.

“Pelaku mengatakan tidak ada apa apa, pelaku juga mengelak dan meminta  tim media untuk klarifikasi dengan Kepala Desa, katanya tidak ada masalah lagi, sudah selesai dengan korban,” kata ketua Tim Media, Suroto Anto Saputro.

Menurutnya, sangat jelas tertera dalam surat perjanjian damai yang dilakukan Nov dengan korban, dan ditandatangani kedua pihak dan bermaterai.

“Di surat perjanjian juga ada tanda tangan stempel Kepala Desa, serta beberapa saksi yang ada di surat tersebut, adapun perjanjian damai dilakukan pada Senin, 12 Oktober 2020, Kecamatan Ulujami,” ujarnya.

Dikatakannya, berdasarkan dengan bukti bukti screenshot Whatsapp, jika dilihat dari percakapan anatara korban dengan ibu korban, insiden itu sudah berlangsung lama.

“Jika dilihat dari chating korban dengan pelaku , di duga korban pelecehan seksual di bawah umur lebih dari satu orang , artinya masih ada korban yang lain,” kata Suroto.

Ia menambahkan bahwa tim awak media juga mencoba mengonfirmasi dengan Kepala Desa setempat pada Sabtu (12/12) melalui sambungan telepon Whatsapp. Hal itu dibenarkan oleh kades setempat.

Sementara itu, Pemerhati perempuan dan anak yang juga Ketua Peradi Sumsel Hj Nurmala SH MH  mengatakan bahwa secara hukum antara keluarga korban dan pelaku sudah damai maka pelaku tetap dapat diproses secara hukum.

Menurutnya, pencabulan terhadap anak di bawah umur sudah diatur dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh UU No 35 tahun 2014,  Peraturan pengganti UU No 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU tentang Perlindungan Anak pasal 76 E UU  No 35 tahun 2014 berbunyi setiap orang dilarang melakukan tipu muslihat melakukan serangkaian kebohongan membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

“Pelanggaran terhadap pasal 76E UU No 35 tahun 2014 diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 82 Perpu No 1/2016 yang berbunyi Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana penjara paling sedikit 5 tahun paling lama 15 tahun. Kemudian, jika dilakukan oleh orang tua, wali, orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, Pendidik, Tenaga kependidikan/aparat yang menangani perlindungan anak atau dilakukan atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama sama diancam ditambah 1/3 dari ancaman sebagaimana tersebut pada ayat 1 diatas. Lalu, jika korban lebih dari satu dikenakan pidana tambahan di umumkan identitas pelaku. Dapat dikenai tindakan rehabilitasi pemasangan pendeteksi alat elektronik. Tindakan dimaksud (6) dikenakan bersamaan,” jelasnya.

Ditambahkannya Pasal 76E UU No 35 tahun 2014 junto Perpu No 1 tahun 2016 pasal 82 bukan delik aduan, tapi delik biasa.

“Delik Biasa itu merupakan perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari korban (yang dirugikan) walaupun damai atau di cabut tetap d proses secara hukum. Sementara delik aduan  hanya dapat diproses kalau ada pengaduan
korban. Dengan demikian secara hukum antara keluarga korban dan pelaku sudah damai maka pelaku tetap dapat diproses secara hukum,” kata Nurmala.

Untuk memastikan adanya temuan kasus tersebut, tim awak media juga melakukan konfirmasi dengan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat, Arist Merdeka Sirait.

“Kasus Pelecehan seksual sesama jenis (sodomi) terhadap anak bawah umur, pihak mana pun tidak ada yang boleh mengusulkan adanya perdamaian, tapi boleh-boleh saja pihak pelaku memohon maaf berdamai memberikan kompensasi pengobatan dan sebagainya, Namun dengan adanya surat perdamaian bukan berarti bisa menghentikan hukumnya, karena kasus ini menyangkut perlindungan anak di bawah umur. Hukum harus tetap berjalan,” tegas Arist. (AW)

LAINNYA