Oleh : Agusdin, MT / Akademisi
Sejak diperpanjangnya sistem pembelajaran jarak jauh oleh pemerintah kota Palembang, dengan dikeluarkannya Surat Edaran nomor 1198 /DISDIK/2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Pelajaran 2020/2021 di masa Pandemi corona virus disease (Covid-19), oleh Dinas Pendidikan Kota Palembang, maka beban orang tua dan guru juga menjadi semakin panjang. Bagaimana tidak sistem pembelajaran online atau sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi tugas yang cukup rumit dan kompleks bagi orang tua juga guru jika dilaksanakan dalam jangka panjang.
Berdasarkan surat edaran pemerintah untuk melaksanakan sistem pembelajaran jarak jauh terdapat panduan sesuai zonasi pada kondisi Pandemi, sebagaimana arahan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim alias mas menteri “Untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan. Pada zona-zona tersebut tetap dapat melanjutkan belajar dari rumah. Sedangkan, pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan di kabupaten/kota dalam zona hijau dilakukan secara ketat dengan persyaratan berlapis. Artinya menurut mas menteri, status zona hijau bagi satuan pendidikan menjadi syarat pertama dan utama yang wajib dipenuhi bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pembelajaran tatap muka (sumber: mediaindonesia.com).
Namun, kondisi zonasi tersebut tidak memiliki batasan yang jelas dan tegas, sehingga semua daerah dipukul rata untuk menjalankan Sistem PJJ. Padahal dibeberapa daerah seperti pedesaan, banyak satuan pendidikan yang memiliki status zona hijau, namun tetap dipaksakan untuk melaksanakan system PJJ. Sebenarnya, jika dalam pengawasan yang ketat sistem belajar dengan tatap muka tetap dapat dilaksanakan, apalagi mengingat daerah pedesaan yang minim akses dan fasilitas teknologi, seperti ketiadaan sinyal dan tidak memiliki gawai.
Keluhan orang tua dan guru dalam sistem PJJ ini semakin lama riaknya semakin terlihat nyata, kondisi ini dapat kita lihat dari fenomena diberbagai media sosial yang sedang viral, misalnya video anak yang dipukuli orangtua saat sedang memaksakan belajar dan susah menerima pelajaran. Disamping itu juga muncul kendala yang dihadapi oleh para orang tua dan guru berupa; Tidak adanya kuota untuk mengakses tugas dari guru, pekerjaan orang tua yang terhambat karena harus mendampingi anaknya belajar, ojek online tidak bisa beroperasi karena HP nya dipakai anaknya masih banyak lagi. begitu juga sebaliknya tugas guru yang semakin banyak tersita untuk memeriksa tugas anak didiknya hingga larut malam, kesibukan ekstra orang tua dan guru ini harus menjadi bahan pemikiran, karena imbasnya adalah anak kita, anak didik kita yang menjadi tumpuan bangsa dimasa mendatang.
Dalam pelaksanaan PJJ ini ada beberapa tingkatan kesulitan yang dialami orang tua dalam menerapkan belajar dari rumah yaitu; Pertama, orang tua penuh menjadi guru dan motivator anak. Hal ini berlaku untuk anak yang masih dibilang benar-benar baru masuk sekolah, misal kelas 1 – 3 sekolah dasar. Orang tua sangat dituntut untuk membimbing proses belajar anak tersebut, bagaimana tidak jika orang tua tidak memiliki kesabaran ekstra, maka yang kita saksikan adalah orang tua memukuli anaknya karena belum bisa belajar dengan mandiri.
Yang Kedua adalah orang tua sebagai motivator bagi anaknya. Hal ini tentu berlaku bagi anak-anak yang telah mampu membaca, menulis dan menganalisa. Terkadang mungkin orang tuanya sendiri kurang memahami apa yang dipelajari oleh anaknya. Misalnya, pelajaran-pelajaran yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, maka mau tak mau, referensi tambahan dari guru tentulah sangat diharapkan. Dengan perubahan sistem belajar mengajar yang terjadi, di dunia pendidikan di tengah pandemi Covid-19 adalah keefektifan proses belajar-mengajar. Pasalnya, tidak semua peserta didik mampu beradaptasi dengan metode pendidikan yang baru ini, terlebih pada jenjang sekolah dasar (SD). Dan lebih lebih lagi adalah daerah yang minim akses internet dan teknologi.
Sebagaimana arahan dari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar sekolah tidak hanya fokus dalam mengejar target kurikulum. Namun juga membekali siswa dengan kemampuan hidup yang diperkuat dengan nilai-nilai karakter. Tujuannya tak lain supaya metode belajar jarak jauh tidak lagi membebani para guru, siswa, maupun orangtua.
Selain itu juga jika sistem PJJ dalam kondisi pandemi ini masih akan diberlakukan dalam waktu yang lama dan belum menentu maka perubahan kurikulum (darurat) baru perlu diberlakukan karena walaupun ada arahan dari pihak kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tidak fokus pada kurikulum, namun penilaian dari pihak dinas tetap pada target kurikulum iu sendiri.
Secara garis besar misalnya untuk anak kelas 1 hingga kelas 3 SD misalnya cukuplah anak tersebut bisa membaca, menulis, matematika dasar (kali, bagi, tambah dan kurang) dan juga bisa melaksanakan sholat fardu (bagi muslim) dengan baik. Kelas 4 hingga kelas enam juga memiliki target tertentu, begitu juga siswa SLTP SLTA.
Sebagai bahan pertimbangan, sebaiknya pemerintah lebih selektif dalam memberlakukan sistem PJJ bagi satuan pendidikan untuk zona-zona terdampak pandemi artinya tidak semua Zona diberlakukan Sistem PJJ ini, mengingat kondisi masing-masing daerah. Kesiapan daerah dalam menyediakan akses infrastruktur, dan kondisi ekonomi masyarakatnya maupun kondisi satuan pendidikan dan kesiapan sarana prasarana pendukung pembelajaran di masing-masing satuan pendidikan mutlak sangat diperlukan. Tentunya perlu adanya kajian lebih mendalam untuk permasalahan ini yang harus melibatkan para akademisi dan stakeholder pendidikan, sehingga didapat solusi yang terbaik bagi kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, dan nanti. (*)