KAYUAGUNG,Pelita Sumsel -Meskipun sempat menimbulkan polemik mengenai hasil Panitia Seleksi Daerah Tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2018, tetapi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) meyakini jika keputusannya melalui Panitia Seleksi Daerah yang tertuang dalam Pengumuman Nomor : BOD/52.9/BKD-11/2016 tentang penerimaan CPNS Tahun 2018 sebanyak 173 orang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam keputusan ini juga, diperoleh keterangan, terdapat salah satu peserta CPNS Formasi Dokter Ahli Pratama dinyatakan lulus seleksi meskipun hanya mengantongi Surat Tanda Regristrasi (STR) Intersip yang diyakini Pemkab OKI tidak melanggar aturan yang telah ditentukan.
Dampak dari persoalan perbedaan persyaratan STR Intersip atau Definitif yang terus menimbulkan kontroversi, nada sumbang mulai terdengar, sebagian kalangan mensinyalir sejumlah CPNS yang berhasil menjadi calon Abdi Negara ini, merupakan keluarga atau kerabat sang pejabat yang cukup berpengaruh di Pemerintahan Bumi Bende Seguguk ini.
Terlepas dari kabar miring itu, kebijakan Pemkab OKI sendiri cukup dengan penggunaan Surat Tanda Registrasi (STR) Intersip sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi CPNS.
“Hasil seleksi yang telah diumumkan tidak melanggar aturan, apalagi bermasalah. Merujuk persyaratan yang dibuat BKD OKI sesuai dengan kewenangan daerah, peserta cukup melampirkan STR yang masih berlaku,” terang Kepala BKD OKI Heri Susanto didampingi Stafnya Imron Suhedi dan Anggia Rio Juna Siahaan Selasa (08/01/2019).
Menurut Herry, berbeda dengan Kementerian Kesehatan yang tidak mengakui STR Intersip sebagai salah satu persyaratan seleksi, BKD OKI justru menganggap sebaliknya. Dengan kewenangan daerah yang dimilki, sejumlah peraturan dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
“Khusus penerimaan CPNS OKI, lampiran STR dapat diterima, dengan catatan masih berlaku. Kami sudah berkoordinasi BKN Regional maupun Pusat terkait hal ini, karena Kami menilai, bukan menjadi hal yang prinsip antara menggunakan STR Intensip atau STR Definitif,” terangnya.
Harry juga menilai wajar jika di sejumlah daerah menganulir atau meralat hasil seleksi CPNS. Menurut dia, sebagai manusia, yang kerap melakukan kekeliruan, langkah bijak yang harus ditempuh setelah melakukan kesalahan yakni dengan memperbaiki,
“Sebagai manusia tak luput dari salah, tentunya jika bersalah harus berinisiatif mengakui perbuatan diri sendiri,” jelasnya.
Sementara itu, kisruh silang pendapat mengenai kebijakan pansel daerah terkait hasil seleksi tes CPNS juga mengemuka dari salah seorang kerabat dekat peserta tes Yusman Liyanto.
Dalam perbincangannya kepada awak media, Yusman mencoba mengungkapkan sejumlah referensi berupa definisi dan pemahaman aturan berupa Undang-Undang serta Kepetusan Menteri mengenai perbedaan STR Intensip dan Definitif.
“Pendapat Kami terkait kekeliruan Pansel Daerah dalam mencermati berbagai aturan, justru tidak digubris. Sampai disini saya cukup kebingungan dasar pertimbangan seperti apa yang diterapkan,” terangnya.
Dirinya juga merujuk pada Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 139/KEP/M.PAN/Il/2003 tentang Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya pada BAB ll Pasal 2 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa Jabatan Fungsional Dokter termasuk dalam Rumpun Kesehatan, dan dijelaskan juga Pembina Jabatan fungsional Dokter adalah Departemen Kesehatan/Kementerian Kesehatan.
“Kementerian kesehatan sebagai Pembina dan rujukan jabatan fungsional Dokter. dalam hal penerimaan CPNS Tahun 2018 pada point B Nomor (2) tentang persyaratan khusus bagi pelamar jabatan fungsional kesehatan “Harus” memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Definitif yang masih berlaku ‘sedangkan’ STR internsip dinyatakan tidak berlaku.” tuturnya.
Selain itu sambungnya, sesuai tahapan, Panselnas melakukan verifikasi dan validasi mengecek secara keseluruhan persyaratan peserta setelah tes akhir. Bahkan, menurut dia, sejumlah daerah seperti Kabupaten Musi Banyuasin, Batang dan Bengkulu Utara telah menganulir hasil seleksi. Pencoretan Panselnas juga dilakukan di daerah lain dengan kasus yang sama.
“Saya heran, untuk OKI ternyata tidak seperti Kabupaten lain yang telah mencoret CPNS terkait persyaratan ini, terlebih lagi, secara nasional memiliki objek dan subjek sama, namun hanya di OKI sendiri yang berbeda,” tuntasnya.(ril)