google.com, pub-7038109890683561, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Oleh: Beni Susanto, SH*
Pesta Demokrasi menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Anggota DPR, DPD dan DPRD tanggal 17 April 2019 yang akan digelar. Berbagai lembaga melakukan survei mengumumkan elektabilitas dari berabagai sumber yang mereka dapat serta menunjukkan calon kandidat yang akan memimpin negeri ini.
Meski tetap saja, secara resmi kita semua menunggu sepenuhnya hasil dari partisipasi masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih dan menggunakan haknya dengan benar di hari pencoblosan yang akan datang serta penyelenggara Pemilu yang bersih dan beradab yang tertuang pada Pancasila.
Semua elemen masyarakat harus mematuhi aturan perundang-undangan terutama undang-undang pemilu untuk tertibnya penyelenggaraan demokrasi sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum omor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
Hal ini dibuktikan dengan antusiasme masyarakat sebagai pemilih yang telah didaftarkan di Daftar Pemilih Tetap (DPT) Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 serta tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan haknya sebagai pemilih dan yang hadir ke TPS pada hari H juga ikut serta melakukan pengawasan partisipatif di masa tenang.
Tak hanya itu, kini masyarakat pun sudah cerdas dan dewasa dalam menentukan kandidat Presiden d dan Wakil Presiden dan Anggota DPR, DPD dan DPRD pada tanggal 17 April 2019 nantinya serta perbedaan pilihan.
Bahkan beberapa ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengeluarkan pernyataan pers terkait pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Anggota DPR, DPD dan DPRD tanggal 17 April 2019. Hal ini menandakan bahwa demokrasi lokal di Indonesia semakin matang.
Harapan rakyat untuk menjadikan Pemilihan Umum Tahun 2019 sebagai pintu masuk lahirnya demokrasi yang beradab tidaklah semu. Francis Fukumaya (2011) mengatakan, demokrasi di abad ke-21 seperti berada di persimpangan jalan, yang tampil dengan wajah variatif dan berbeda.
Ini artinya demokrasi yang diaplikasikan di era “zaman now” ini bukan lagi demokrasi yang membasi, tetapi demokrasi yang memberadabkan rakyat untuk menjadi pemilih rasional serta mampu memperjuangkan kebutuhan nyata dengan kesadaran tinggi. Meski demikian, tak dapat dimungkiri bahwa di sebagian daerah pada Pilkada 2018 kemarin menyisakan berbagai macam persoalan.
Beberapa permasalahan yang menjadi kendala keberlangsungan pemungutan suara selalu saja terjadi, tetapi tak signifikan. Contohnya kendala kondisi cuaca, lambatnya distribusi logistik ke tempat pemungutan suara, akurasi daftar pemilih, dugaan politik uang, kekurangan surat suara di TPS.
Pengalaman berdemokrasi dalam laga Pilkada 2018 seharusnya menjadi catatan dan pelajaran penting bagi kita semua. Ajang demokrasi yang sudah dilaksanakan ini tak hanya dijadikan sebagai prosedur hajatan lima tahunan, tetapi sejatinya mampu menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas, prorakyat, inovatif dan mengutamakan kepentingan rakyat diatas segala-galanya. Siap menang dan siap kalah Layaknya sebuah kompetisi dalam pemilihan, menang dan kalah adalah sebuah keniscayaan.
Kandidat kepala daerah tahun 2018 kemarin menjadi menjadi acuan kedewasaan berdemokrasi dengan siap menerima apapun hasilnya. Sejak awal ditetapkan sebagai pasangan calon, mestinya kandidat sudah memiliki jiwa patriotisme yang tinggi, berikrar siap menang dan siap kalah. Jiwa patriotisme ini pun tak hanya berlaku bagi pasangan calon tapi juga seluruh tim pemenangan, relawan ataupun pendukung lainnya. Pasangan calon yang menang ataupun kalah haruslah memiliki kedewasaan dalam bersikap. Meski tetap pada kenyataannya hal itu akan sangat sulit direalisasikan. Bahkan seringkali kita menemukan pertikaian antarpendukung pasangan calon.
Hal ini jelas bukan merupakan cerminan demokrasi beradab. Sebagai insan yang demokratis, sudah selayaknya bagi peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Anggota DPR, DPD dan DPRD tanggal 17 April 2019 yang akan digelar memeberikan contoh dengan ahlak dan perilaku yang beradab kepada masyarakat serta sebagai evaluasi kedepan untuk mensyukuri segala nikmat yang sudah didapatkan di Pilkada 2018. Ini adalah karunia Ilahi yang tak semua orang bisa dapatkan. Ikhtiar maksimal yang dilakukan selama tahapan kampanye untuk meyakinkan kepada pemilih, ternyata membuahkan hasil.
Kesempatan menjadi pemimpin tentu tak boleh disia-siakan. Kerahkan seluruh daya upaya untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat. Realisasikan visi misi yang sudah diusung secara bertahap untuk membuktikan kepada rakyat, bahwa yang menjadi kententuan pilihannya tidaklah salah. Begitupun bagi calon pesrta Pemilu 2019 yang belum diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin dan Wakil Rakyat baik di DPR, DPD serta DPRD. Tetaplah legowo dan mengambil hikmahnya. Ini merupakan keputusan terbaik yang diberikan Tuhan seraya melakukan intropkesi dan evaluasi.
Apakah model design kampanye untuk meyakinkan pemilih mungkin belum bisa menarik perhatian publik atau karena memang visi misi yang diusung belum menjadi kebutuhan rakyat. Yang jelas, ketika paslon belum beruntung untuk memenangkan kompetisi, maka janganlah berkecil hati.
Masih ada kesempatan di periode berikutnya. Jika masih memiliki niat untuk mencalonkan, mulai dari saat ini hendaknya berbenah diri, lakukan hal-hal yang positif dan membantu pasangan calon terpilih dalam mewujudkan visi misinya. Jadilah pemberi solusi atas segala permasalahan yang dihadapi oleh rakyat.
Dengan melakukan hal seperti itu, akhirnya sudah bisa meraih simpati rakyat. Rakyat tetap mengawal Potret demokrasi yang berlangsung saat ini, tentu akan sangat mewarnai proses jalannya tahapan Pemilu 2019.
Namun, bagaimanapun kondisinya rakyat tetap menjadi pengawal demokrasi yang beradab. Rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam demokrasi. Keterpilihan kualitas pemimpin dalam suatu bangsa, akan sangat bergantung kepada rakyat sebagai pemilih. Menjadi pemimpin daerah yang baik bukanlah hal yang mudah.
Ada banyak tangtangan besar yang harus dihadapi. Dan tantangan terbesar itu ada pada jabatan itu sendiri. Ketika sudah terpilih menjadi pemimpin, tak jarang kita temukan pemimpin tersebut haus terhadap kekuasaan. Segala hal bisa saja dilakukan untuk mengeruk keuntungan demi kepentingan pribadi. Kemungkinan tidak terealisasinya janji-janji pasangan calon kepala daerah terpilih bisa saja terjadi. Disinilah tugas rakyat untuk melakukan pengawasan melekat pada pasangan calon kepala daerah yang akan dilantik nanti.
Kawal seluruh program yang sudah diusung pada masa tahapan kampanye. Jangan beri celah kepala daerah yang terpilih untuk melakukan korupsi. Kritisi seluruh kebijakan dan kinerja yang dilakukan, terlebih jika itu bisa menyengsarakan rakyat. Pembenahan penyelenggara pemilu Kita tahu bahwa penyelenggara pemilu memiliki kontribusi besar dalam mewujudkan demokrasi yang beradab.
Kinerja penyelenggara pemilu untuk menjalankan seluruh tahapan dalam pelaksanaan pilkada memang tak ada yang sempurna. Ada banyak kelemahan dan kekurangan yang dimiliki khususnya teknis di lapangan. Ini harus diakui bersama.
Hal yang wajar ketika ada banyak pihak yang selalu memberikan kritik dan saran terhadap penyelenggara pemilu. Meski di sisi lain, penyelenggara pemilu pun sudah melakukan upaya maksimal untuk menciptakan Pemilu 2019 yang berkualitas dan berintegritas.
Namun, kritik dan masukan sebaiknya dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk melakukan pembenahan di masa yang akan datang. Akurasi daftar pemilih, contohnya. Kualitas daftar pemilih Pilkada 2018 akan berpengaruh pada Pemilu 2019. Ini yang perlu pembenahan, juga beberapa sistem yang dimiliki oleh KPU. Selain itu, Bawaslu juga harus melakukan pengawasan ekstra ketat setiap tahapan dan subtahapan pelaksanaan pemilihan. Semoga berbagai ikhtiar yang dilakukan mampu mewujud demokrasi yang beradab.
*Pengamat Pemilu OKU Timur