Palembang, Pelita Sumsel – Seruan petisi digaungkan Universitas IBA Palembang Sumsel untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia menjelang pemilu 2024 di mana alat negara dan elite politik bermanuver melegalkan kekuasaan kelompok.
Dengan keadaan tersebut, Rektor Universitas IBA, Tarech Rasyid mengaku prihatin, bahkan dirinya menyoroti sikap Presiden Jokowi yang terkesan tak netral usai pernyataannya di publik.
“Baru-baru ini kita melihat bagaimana upaya memberengus demokrasi. Kita prihatin melihat perilaku presiden,” tegas Tarech Rasyid, di Universitas IBA, Rabu (7/2/2024)
Ia juga menyayangkan, sikap Jokowi dan elite politik yang mempolitisasi bantuan sosial untuk kepentingan elektoral dan menggunakan alat negara melalui kekuasaan dengan memainkan hukum dan konstitusi.
Kondisi ini dinilai semakin menjauhkan cita-cita dalam membangun negara hukum yang demokratis, berkeadilan dan bermartabat.
“Perilaku presiden bisa dilihat saat kita melihat perselingkuhan Mahkamah Konstitusi (MK) dan kekuasaan hingga melahirkan anak haram konstitusi,” ungkapnya
Dalam pernyataan sikapnya, Tarech mengatakan jika sikap akademisi Universitas IBA jelas menuntut presiden kembali ke agenda reformasi. Dalam petisi tersebut terdapat enam poin yang disampaikan pertama mendesak Presiden Joko Widodo, kembali sebagai negarawan yang mengedepankan etika, nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
Kedua menuntut KPU dan Bawaslu RI bersikap netral, profesional, dan transparansi dalam menjunjung prinsip Luber Jurdil. Ketiga, menuntut TNI, Polri, Pj Gubernur dan Pj Bupati, ASN, dan Kepala Desa di Indonesia menjaga sikap dan martabatnya untuk netral.
Keempat mengimbau masyarakat, untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu sesuai azas Luber Jurdil. Lalu selanjutnya meminta aparat negara tidak melakukan upaya intervensi ke universitas baik PTN dan PTS.
“Menuntut agar elite pemerintah dan elite politik tidak menuding atau menuduh guru besar, akademisi, dan intelektual yang menyuarakan keresahan,” ujarnya
Ia juga menilai, pelanggaran etika, norma dan nilai-nilai Pancasila semakin terang-terangan dilakukan. Pernyataan Presiden tentang keberpihakannya lewat pernyataan boleh berkampanye dinilai, keluar dari kepala negara yang tak memahami UU secara utuh.
“Di dalam UU nomor 7 tahun 2017 itu ada butir pasal yang diabaikan presiden. Ini menjadi kegalauan kita dan menyerukan petisi ini,” jelasnya
Adapun upaya mempolitisasi bansos dinilai sangat terasa melanggar etik. Padahal bansos itu merupakan hak rakyat yang didapat dari uang rakyat untuk kembali ke rakyat yang seolah-olah dikeluarkan personal presiden.