Palembang, Pelita Sumsel – Keajaiban struktur sarang lebah menginspirasi manusia untuk mengaplikasikan karya arsitektur alam tersebut ke dalam berbagai karya, seperti salah satunya sebuah gedung di Tianjin, Cina daratan.
Tim arsitek yang dikepalai Ma Yansong dan Qun Dang ini merancang agar gedung tersebut dapat berdiri kokoh tanpa rangka konvensional, rangka dalam layaknya bentuk bangunan yang lazim.
Gedung yang dimaksud bernama Sinosteel International Plaza (SIP), gedung setinggi 1174 kaki (setara 358 meter) ini disebut-sebut sebagai sarang lebah raksasa buatan manusia.
Dengan hanya menggunakan rangka luar saja yang meniru bentuk sarang lebah. Artinya, seluruh bobot dari menara tersebut dibebankan pada rangka luarnya saja (konstruksi kaki-kakinya terdapat pada lapisan luar yang menyerupai bentuk sarang lebah), selain sangat kuat, bentuk menara sarang lebah ini memiliki desain yang indah dipandang baik dari dalam bangunan maupun dari luar ruangan selain itu pengunaan ruang beserta efeknya terhadap angin serta cahaya matahari yang begitu sangat optimal.
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An Nahl: 68-69)
Menurut Vitruvius dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis tertua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik harus memiliki Kecantikan / Estetika (Venustas), Kekuatan (firmitas), dan Penggunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan arsitektur yang baik harus memperhatikan ketiga aspek itu. Memang yang menonjol dari sarang lebah adalah keindahan, namun bukan berarti tidak kuat dan tidak berfungsi.
Tidak ada komentar