Kayuagung, Pelita Sumsel – Badan Restorasi Gambut (BRG) tingkatkan kapasitas petani lahan gambut untuk dapat memanfaatkan atau mengolah lahan non mineral tersebut.
Kasub Pokja Edukasi dan Sosialisasi Deputi III BRG, Desi Efnidawesti menjelaskan, sebagaimana konsen pada Deputi yang membawahinya lebih revitalisasi pemberdayaan, mendorong pemanfaatan lahan gambut terjadi dan terpeliharanya yang sudah ada.
“Ini salah satu cara kami meningkatkan kapasitas masyarakat, karena kami menilai lahan gambut itu kan petani,” ungkap Desi dalam acara pembukaan Sekolah Lapang yang mengusung di Desa Bangsal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Jumat (18/07).
Dirinya juga menjelaskan, bahwa untuk pengolahan lahan gambut sebagian petani itu masih mis, masih meganggap lahan gambut sulit diolah. Budaya membakar, kemudian masih salah, karena gambut dianggap seperti lahan mineral.
“Karenanya di tahun ketiga ini, pada Sekolah Lapang, dilakukan edukasi mulai dari bagimana pensiapan lahan, pengolahan tanah, pemilihan bibit, termasuk teknik pemanenan. Juga diberi pengetahuan bagaimana pola pertanian di atas air, sehingga mereka yang meiliki pemahaman mengolah lahannya dengan benar,” ujarnya.
Masih dikatakannya, tujuan dibentuknya BRG sejak tiga tahun silam itu, pihaknya konsen atau bertugas merestorasi bentang alam gambut yang terbakar pada 2015 lalu mencapai 615.000 hektar di Sumsel. Dikatakan pula, dalam tugas restorasi gambut ini, pihaknya mengukur bagaimana lahan yang terdampak, dan masyarakat terdampak.
“Tapi memang sekarang, kami lebih pada masyarakatnya. Bagaimana masyarakat peduli gambut dan produknya bisa dibanggakan. Seperti di Kalimantan, itu berupa Jahe, ada juga tanaman palwija, dan komoditi tanaman yang cocok di budidayakan di lahan gambut lainnya,” bebernya.
Kegiatan serupa (Pendampingan) dilakukan pada tujuh provinsi yang menjadi daerah garapan BRG, kecuali Papua, yang dinilai sifatnya khusus di sana, yakni budidaya sagu.
“Kenapa Papua, tidak diadakan, karena memang kulturnya yang berbeda. Di mana masyarakat di sana (Papua), lebih pada komoditas sagu, beberda dengan daerah lainnya,” ucapnya.
Sementara, Dinamisator BRG Wilayah Sumsel, DD Sineba menyampaikan, dalam kegiatan Sekolah Lapang tersebut, melibatkan 45 peserta dari 12 desa di Kabupaten, OKI, dan Banyuasin. Yakni meliputi, petani gambut Dari Desa Sungutan, Riding, Bukitbatu, Rambai, Rawa Tenam, Kecamatan Pangkalanlampam, OKI; Pulau Geronggang, Kayu Labu, Pancawarna, Tanjungmakmur, Pedamaran Timur, OKI.
Kemudian dari Desa Tirtoraharjo, Air Gading, Sidomulyo 20, Kecamatan Kecanatan Muarapadang, Banyuasin. BKSDA Provinsi Sumsel, UPTD Pertanian Pangkalanlampam, dan Dai Gambut.
“Kegiatan ini tugas edukasi di desa. Salah satu pemanfaatan lahan tanpa bakar, dan tanpa zat kimia. Sebagaimana diketahui gambut rusak karena ada intervensi benda lain,” tuturnya.
“Kalau ada tanaman yang akarnya ke atas, itu artinya teroksidasi, bisa karena terbakar, atau zat kimia,” lanjutnya.
Sambung Sineba, kegiatan Sekolah Lapang, ini juga dilakukan langsung di basis (lapangan) sehingga mereka (peserta) benar-benar mengenal dan langsung praktek, dan bisa berbagi pengalaman satu sama lain.
“Harapan, ada kader di desa yang mampu sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengolah (praktek) lahan gambutnya tanpa bakar dan kimia,” imbuhnya.
Kades Bangsal, Kecamatan Pampangan, M Hasan mengaku sangat senang dipercaya kembali sebagai tuan rumah penyelenggaraan Sekolah Lapang. Menurutnya, program demikian juga merupakan agenda Pemerintah Desa, untuk meningkatkan kapasitas warganya yang mayoritas petani gambut.
“Ini bagian dari kegiatan di Bangsal, untuk meningkatkan petani setempat. Walau serba kurang tapi bermakna. Ini kebanggan bagi kami,” katanya.
“Pelatihan langsung di lapangan, bisa langsung berpraktek. Biasanya di hotel dan pulang tidak terlalu berkesan. Di sini menunjukkan semua, kerjasama dan kebersamaan satu sama lain,” singkatnya. (sahilin)