Oleh : Pranata Sukma Atmaja*
Bila dihitung sejak berdirinya di 2002 hingga sekarang, sebagai lembaga Ad Hoc Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berusia layaknya remaja, 17 tahun. KPK tengah mengalami masa pubertas. Masa yang indah bagi remaja. Tetapi menjadi masa yang mencemaskan bagi orang tua.
Dalam kurun waktu 17 tahun itu. Banyak hal telah terjadi. Kita bisa mengulas balik perjalanan KPK tentang segenap prestasi. Tantangan pembubaran. Atau bahkan kemelut antara pimpinan KPK dengan lembaga penegak hukum yang lain.
Singkatnya, KPK telah mengecap asam garam, juga pahit getirnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sementara Kemelut antara KPK dengan lembaga penegak hukum yang lain inilah yang seringkali mencemaskan, karena kontraproduktif dengan misi pendirian KPK.
Meskipun memiliki segudang prestasi dalam pemberantasan korupsi, sebagian kalangan menilai, kinerja KPK belum sesuai dengan harapan. Kinerja KPK di sebut masih kurang maksimal. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari penilaian dari ICW.
ICW menilai sejumlah masalah yang terkait dengan penindakan, pencegahan, alokasi anggaran, sumber daya manusia hingga konsolidasi internal, membuat kinerja KPK tidak maksimal.
Sementara dalam hal alokasi anggaran, sebagian masyarakat menyatakan KPK telah menyedot anggaran negara yang cukup besar, tetapi hutang terhadap kasus-kasus Mega korupsi sepertinya tidak tertangani dengan baik.
Pendapat sebagian masyarakat ini bukan tanpa alasan. Setidaknya KPK sendiri menyatakan, sepanjang tahun 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerap anggaran sebesar Rp 744,7 miliar atau sekitar 87,2% dari total anggaran yang berasal dari APBN murni sebesar Rp 854,2 miliar.
Nah, bagi sebagian masyarakat angka Rp. 744,7 miliar itu adalah angka yang sangat besar.
Dengan anggaran yang cukup besar itu, mengapa hingga hari ini KPK masih menunggak kasus-kasus Mega Korupsi? Tentu kita harus mencari tahu apa yang menjadi halangan. Karena penilaian yang diberikan ICW, tampak normatif.
Menariknya, meskipun kinerja KPK di anggap kurang maksimal dan cukup menyedot keuangan negara. Tetapi secara keseluruhan tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPK dalam pemberantasan korupsi masih tinggi, ketimbang Penegak Hukum yang lain.
Tetapi apakah tingkat kepercayaan itu berbanding lurus dengan tunggakan kasus Mega Korupsi ? Tentu saja tidak. Bahkan dapat dikatakan, “sangat tidak lurus”.
Masa Depan KPK..
Ketidaksesuaian antara tingkat kepercayaan masyarakat dengan tunggakan kasus Mega korupsi, tentu menyiratkan beragam persoalan.
Di atas telah disebutkan. Dari segi usia KPK hari ini, sesungguhnya tengah memasuki usia yang rawan.
KPK, ibarat kembang desa yang tengah diperebutkan banyak pihak. Termasuk diperebutkan oleh para koruptor itu sendiri.
Para koruptor berkepentingan agar KPK, pada akhirnya dapat menjadi “Guardian Angel”, yang melindungi pelaku korupsi itu sendiri.
Mungkinkah “guardian angel” itu terjadi? Jawabnya mungkin saja. Toh, ada anekdot di masyarakat, “jika anda melihat hal seperti ini, itu berarti anda tengah berada di Indonesia”.
Suatu ironi yang menunjukkan bahwa di Indonesia kemungkinan untuk hal semacam itu selalu ada.
Karena ada kemungkinan demikian, tentu kita tidak ingin nasib KPK akan seperti nasibnya “Surti atau Siti Nurbaya”
Oleh karena itu, merumuskan bagaimana KPK di masa depan patutlah menjadi perhatian publik.
Menjadi Lembaga Permanen.
Dalam menghadapi tantangan pemberantasan korupsi ke depan yang semakin berat, KPK mau tidak mau harus segera di ubah menjadi lembaga yang permanen. Selain merubah status kelembagaan. Fungsi KPK pun sebaiknya dijadikan sebagai satu-satunya lembaga negara yang menangani kasus korupsi.
Hal ini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi tumpang tindih dalam pemberantasan korupsi atau perebutan siapa yang paling berhak atas pemberantasan korupsi antara KPK, Kepolisian ataupun Kejaksaan.
Sehingga KPK benar-benar leluasa dan memiliki kewajiban penuh atas pemberantasan korupsi di Indonesia.
Masyarakat cukup menunjuk satu pihak saja untuk dipersalahkan. Tidak seperti sekarang.
Sulit untuk meminta pertanggungjawaban lembaga-lembaga penegak hukum, atas kian maraknya kasus korupsi di masyarakat.
Selain memberikan status yang permanen, perlu pula kiranya diupayakan agar Pimpinan KPK berasal dari KPK itu sendiri, dengan kriteria dan persyaratan yang super ketat. Mengapa demikian, alasan utamanya adalah supaya KPK tidak masuk angin. Sistem seleksi pimpinan KPK seperti yang sekarang ini, sangat rawan dari jual beli jabatan terselubung dan membuka peluang bagi koruptor menempatkan orang-orangnya di KPK. Salah satu pintu hadirnya “guardian angel” para koruptor itu, dipastikan dapat masuk lewat celah seleksi pimpinan KPK.
Karena dalam seleksi bukan tidak mungkin ada kepentingan yang bermain didalamnya.
Alasan yang lain lagi tentu berkenaan dengan kinerja dan prestasi. Ada “challenge” bagi pegawai KPK yang memiliki kinerja yang baik, integritas yang terjaga, moral yang terpelihara dan prestasi yang membanggakan, untuk sampai pada puncak karir tertinggi.
Puncak karir tertinggi ini tentu sangat relevan dan beralasan menjadi pemacu bagi para pembasmi koruptor itu untuk bekerja dengan sungguh-sungguh menyelamatkan keuangan, kekayaan dan kerugian negara.
Selain status kelembagaan, pemilihan pimpinan KPK. Perlu pula disegerakan agar KPK dapat memiliki penyidik dan penuntut sendiri secara independen. Sehingga tidak ada lagi rumor adanya konflik internal di dalam KPK yang disebabkan oleh perseteruan antara penyidik internal KPK dengan pegawai negeri yang dipekerjakan, yang berakibat pada pelemahan kinerja KPK.
Terakhir, agar KPK dapat bekerja dengan sangat maksimal, maka perlulah dipayungi oleh undang-undang, bahwasanya KPK dapat menyentuh semua pejabat dan petinggi negara tanpa halangan. Dapat melakukan penangkapan atau penindakan tanpa harus meminta izin ini dan itu, sepanjang KPK memiliki bukti-bukti yang cukup dan kuat, bahwa pejabat dan petinggi negara yang dimaksud tengah terlibat praktik korupsi.
Dengan adanya perubahan dan penguatan KPK menjadi lebih independen dan permanen, kita sebagai masyarakat tentu berharap, angka tindak pidana korupsi dapat diturunkan. Kerugian negara dapat ditekan atau dikembalikan semaksimal mungkin.
Selain itu, kita juga sangat berharap, di tengah hutang negara yang kian menumpuk, di tengah kesulitan keuangan yang kini mendera negara dan pemerintah. Penguatan independensi KPK dapat menjadi salah satu solusi pencegahan, menguapnya kekayaan dan kerugian keuangan negara yang disebabkan perilaku korupsi yang telah menggurita direpublik ini.
Semoga dengan dukungan pemerintah dan negara yang segera menjadikan KPK permanen ditambah dengan beberapa penguatan diatas, KPK dapat menjadi garda terdepan dalam melindungi negara ini dari kejahatan kerah putih. Kejahatan yang terorganisir yang semakin menggila. Karena melibatkan banyak pihak serta mendapatkan perlindungan dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Billahittaufiqwalhidayah.
*Peminat Politik dan Hukum