Bandung, Pelita Sumsel – Perkawinan anak memiliki efek domino yang dapat mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sebab, perkawinan usia dini berisiko tinggi pada kesehatan reproduksi anak dan berdampak pada kesehatan mental anak.
Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Iin Indasari mengatakan, kondisi fisik anak belum siap untuk melahirkan berpotensi besar menyebabkan kematian pada ibu dan anak.
“Ketika mereka hamil dan melahirkan risiko terjadinya distorsia atau kesulitan dalam melahirkan dan risiko pendarahan mengarah pada risiko kematian,” kata Iin dalam Podcast Juara.
Masalah perkawinan anak adalah masalah bersama yang harus diselesaikan secara kolaboratif. Pemda Provinsi Jabar melalui DP3AKB Jabar intens menekan kejadian perkawinan anak dengan menggagas Stopan Jabar (Stop Perkawinan Anak Jabar). Dengan program tersebut, edukasi dan sosialiasi terkait risiko perkawinan anak gencar dilakukan.
Perkawinan anak memiliki efek domino, baik kepada anak laki-laki maupun perempuan. Selain risiko kematian saat melahirkan, kata Iin, kondisi fisik, ekonomi dan mental yang belum siap rentan berpotensi menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Kekerasan bukan hanya bisa terjadi pada perempuan dan anak, tetapi juga pada laki-laki. Dan kekerasan juga dapat mendorong pada perceraian, kehilangan sumber pendapatan sehingga rentan terhadap perdagangan orang (human trafficking). Efek dominonya luar biasa,” ucap Iin.
Iin menjelaskan, dalam merealisasikan program Stopan Jabar, pihaknya berkolaborasi dengan banyak pihak diantaranya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Jabar, Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Barat, Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Jawa Barat sampai Forum Anak Daerah (FAD).
Gubernur Jabar Ridwan Kamil pun memberikan perhatian khusus terkait problem perkawinan anak. Melalui Instruksi Khusus Pimpinan (IKP), ia meminta DP3AKB Jabar untuk terus menekan terjadinya kasus perkawinan anak.
“Pada 2019, perkawinan anak di Jabar ada di angka 21.499. Pada awal 2020, Pak Gubernur menginstruksikan DP3AKB untuk melakukan berbagai upaya untuk mencegah perkawinan anak dengan target pada 2020 harus di bawah 15.000,” kata Iin.
“Saat pandemi, kami khawatir akan ada kenaikan kejadian perkawinan anak. Tapi itu tidak terjadi. Data dari Kemenag, perkawinan anak di Jabar pada 2020 sebanyak 9.821 perkawinan, secara umum di Jawa Barat berhasil ditekan dari 21.499 menjadi 9.821, meskipun ada beberapa kabupaten/kota yang meningkat” imbuhnya.
Fasilitator Forum Anak Daerah Jabar Andi Taryana menyatakan, perkawinan usia dini pun dapat merenggut peran anak. Ketika menikah di usia dini, anak akan dituntut sebagai masyarakat dewasa.
“Anak ketika sudah menikah dituntut berperan sebagai masyarakat yang punya kewajiban layaknya masyarakat dewasa,” kata Andi dalam Podcast Juara.