Palembang, Pelita Sumsel – Harga gabah dan beras petani anjlok saat memasuki musim panen raya dari beberapa kabupaten di Sumsel. Sayangnya saat Sumsel mengalami surplus beras, malah membuat para petani padi di Sumsel sengsara.
Pasalnya, harga jual Gabah Kering Panen (GKP) di Sumsel menurun drastis dari harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Direktur Utama (Dirut) PT Sriwijaya Agro Industri (SAI) H Arkoni MD SIP mengatakan, dukungan semua pihak untuk PT SAI agar jangan sampai Bulog dikendalikan oleh perusahaan- perusahaan swasta tetapi lebih banyak bekerjasama dengan BUMD.
“Beras itu jangan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, tetapi bagaimana peran Bulog dan BUMD seperti PT SAI bisa mengambil peran dominan dalam distribusi dan penyangga harga Gabah,” ujar Arkoni saat diwawancara usai diskusi publik di Cafe Roca Palembang, Kamis (25/3).
Sementara Akademisi Universitas Sriwijaya (Unsri) Ir Yulian Junaidi MSi menanggapi tentang kenaikan anjloknya harga padi dan beras bagi petani di Sumsel.
“Beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni perlu pergeseran paradigma dari Ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan, Reforma Agraria dijalankan terintegrasi dengan pemenuhan pangan Nasional, distribusi pangan tidak boleh diserahkan pada ekonomi pasar yang Liberal,” singkatnya.
Anggota DPRD Komisi II Sumsel, Azmi Shofix SR SIP sebagai narasumber diskusi mengatakan, sesuai diskusi yang digelar pada hari ini dengan tema Impor beras petaka berulang bagi petani.
“Ini kan sudah menjadi masalah yang berulang-ulang, Sumatra Selatan adalah lumbung pangan nasional. Jadi permasalahan ini yang artinya petaka bagi petani adalah dengan adanya isu impor beras, itu dijadikan alat atau bahan bagi korporasi- korporasi besar untuk menekan harga pembelian ditingkat petani,” ujar Asmi.
Asmi mengungkapkan, dalam satu sisi Bulog tidak maksimal melakukan penyerapan sebagaimana fungsinya, yang harusnya menyerap beras petani tetapi tidak melakukan fungsinya secara penuh yang akhirnya petani menjual kepada sektor swasta.
“Isu impor ini akhirnya membuat sektor swasta berspekulasi menurunkan harga ditingkat petani dari 30 sampai 40 persen dari harga yabg ditetapkan Pemerintah,” ungkap Azmi.
Sementara itu Sekretaris Serikat Tani Nelayan (STN) Ki Edi Susilo menanggapi terkait impor beras yang menjadi malapetaka bagi petani.
“Di posisi petani, harga beras itu cukup murah. Artinya dampak yang diberikan Pemerintah dalam mengimpor beras cukup signifikan, sementara di sentra- sentra beras di Sumsel ini sedang panen. Sebagai contoh di OKU Timur sudah berjalan 50 persen, dan sentra- sentra beras yang empat sampai lima hari ini sedang panen serta sentra- sentra beras lainnya di Sumsel,” kata Ki Edi.
Lanjut Ki Edi, jika keadaan seperti ini terus berlanjut maka hal tersebut menjadi malapetaka buat petani.
“Petani sangat dirugikan, kita juga meminta ada tindakan signifikan untuk menyerap gabah dan beras petani dengan HPP. Sudah ada undang- undangnya bahwa Negara wajib membeli beras petani sesuai HPP, dan Bulog harusnya melakukan penyerapan itu. Kami mendukung BUMD PT SAI untuk menyerap gabah- gabah petani, jangan impor beras lagi. Berdayakan BUMD dan Bulog untuk menyerap hasil petani,” pungkasnya. (RPS)