Jateng, Pelita Sumsel – Sebuah perhelatan elok, sebentuk ritual yang dikreasi penggiat seni, yakni Komunitas Tanjung Sari Jatisrono Wonogiri yang dikomandani Hendro Dwi Raharjo berkolaborasi Kelompok Seni Barong Abang yang dimotori sejumlah alumni ISI Solo baru saja unjuk pagelaran. Gawe budaya yang diberi tajuk Umbul Donga Nuswantoro dilaksanakan akhir pekan lalu mengambil tepat Wisma Cakra, Jl Kenanga- Tengklik, Tanjung Sari, Jatisrono, Wonogiri.
Sugiyanto bersama Romo Paeno selaku penggagas gelaran ini mengungkapkan, gawe ini sesungguhnya merupakan kegiatan ritual mohon doa, sekaligus unjuk syukur menghadapi situasi bangsa saat ini, khususnya menghadapi Pandemi Covid-19.
‘’Semoga ikhtiar ini menjadi jawab dalam konteks sosiologis dan psikologis, karena berbagai krisis telah mendera cukup lama,’’uarainya
Lalu mengapa, kegiatan itu dimulai dari Kawasan nun jauh dari hiruk pikuk kota atau pusat kekuasan, menurut Sugiyanto memang sengaja dipilihnya.
‘’Kami ingin melakukan pemberdayaan itu dari Desa, karena harapannya melalui yang sederhana dan murni persoalan persoalan yang ada dapat diurai serta ada solusinya,’’tambah Sugiyanto yang akrab dipanggil Mbah Lurah ini, kemarin.
Dikemas dalam sebuah pertunjukan klasik komtemporer Umbul Donga bener bener menjadi suguhan luar biasa. Sesepuh, warga masyarakat, undangan beragam profesi membaur menjadi satu dalam suasana penuh keheningan. Tak hanya hening lebih dari itu gelaran Umbul Donga adalah manifestasi nyata sebagai bentuk laku bumi dalam rangka menjemput restu langit.
Sebagai pembuka penggiat seni Tanjung Sari Hendro Dwi Raharjo dan Suprano menghadirkan visualisasi tentang jaman yang tengah menghadapi ujian. Suasana manyun semua larut dalam tingkapan music nuansa Bali yang begitu mendayu. Larut dalam balutan atmosfir ini beberapa hadirin tampak emosional tak kuasa menahan air mata bercucur.
Di tengah situasi seperti itu olah ontowacono dari sang dalang Joyo muncul memberikan larikan larikan tutur dan mengisahkan kondisi jaman yang ada. Hadirnya sang dalang ini menjadi sentral dan memukau ketika kemudian suguhan ekspresi kreatif lain meluncur. Tampil raksasa yang diperankan Galih, dan penari cantik Dani Wulan Sari menambah peraduan Tengklik benar benar memukau. Luar biasa, begitu dahsyat, begitu indah.
Kolaborasi itu terasa begitu gagah, anggun untuk sebuah sajian, apalagi dipagelarkan di Kawasan yang alami, subuh, teduh juga masyarakatnya tampak sejahtera, dus pas sekali suasananya. Jayanto Arus Adi, Pokja Hukum Dewan Pers yang ikut hadir di persamuan itu mengungkapkan, perhelatan itu laksana reportoir wahid yang tak biasa. ‘’Saya kagum, mrinding, dan lebur larut dalam kebanggaaan bisa bersama sama dalam perhelatan malam itu. Sangat menginspirasi, kelasnya premium,’’ujarnya.
Oase seni dan tradisi
Tokoh lain yang juga ikut memberikan asupan pada kegiatan itu Sugeng dari Padepokan Lawu mengatakan, kegiatan tersebut sebagai wujud ikhtiar menguri uri budaya adiluhung itu sendiri.
‘’Ini (umbul donga-red) bukan acara seremonial belaka melainkan untuk mendoakan bangsa ini agar bangsa Indonesia terlepas dari virus covid 19,’’kilahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa menghadapi virus corona bukan hanya tangan dan tubuh kita yang kita cuci melainkan hati juga harus dibersihkan dari pikiran-pikiran negatif.
‘’Jadi sesungguhnya inilah oase seni dan tradisi kita. Ikhtiar ini adalah manifestasi luhur menghadapi segala macam persoalan yang saat ini sedang mender akita semua,’’kata Sugeng yang saat ini sedang menyiapkan therapy meditasi menyatu dengan alam di lereng Lawu.
Umbul donga mengajari untuk menumbuhkan agar lebih peduli dengan alam dan sesama kita agar tercipta sebuah keselarasan alam dan manusia sehingga kehidupan akan lebih indah dikala terjadi keaelarasan.
Acara umbul donga tersebut meski mengundang warga sekitar Jatisrono tetapi panitia tetap menjalankan protokol kesehatan sesuai prosedur yang telah dilakukan dengan menjaga jarak,pakai masker dan mencuci tangan. (jea)