Gelar Ngopi Coi, FKPT Sumsel Libatkan Masyarakat Cegah Terorisme

waktu baca 5 menit
Kamis, 17 Sep 2020 13:47 0 161 Admin Pelita

Pelita Sumsel, Palembang – Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPT) Bidang Media Massa, Hukum, dan Humas melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Selatan (Sumsel)  melaksanakan  talkhsow Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi) dengan mengangkat tema “Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme”, Kamis (17/09) di Hotel Beston Palembang. 

Talkshow yang dimoderasi oleh Rian Apridani dari RRI Palembang ini menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya Kasi Partisipasi Masyarakat BNPT Letkol Laut Setyo Pranowo SH MM, Anggota Dewan Pers, Joseph Adi Prasetyo dan Anggota FKPT Sumsel yang juga Ketua PWI Sumsel, Firdaus Komar. 

Acara ini juga dihadiri oleh Ketua FKPT Sumsel, Dr Periansya SE MM, Sekretaris FKPT Palembang, Romi Apriansyah, Walikota Palembang yang diwakili Staf Ahli Walikota Palembang, Altur Febrian yang sekaligus membuka acara secara resmi.  

Altur Febrian mengatakan tugas pencegahan paham radikalisme dan terorisme bukan hanya tugas dari aparat keamanan, tetapi menjadi tanggung jawab bersama termasuk pelibatan masyarakat.

“Di Kota Palembang ada namanya FKDM Forum Kewaspadaan di Masyarakat, ini adalah salah satu wadah atau media untuk melakukan pemahaman ke masyarakat akan bahayanya paham radikalisme dan terorisme, FKDM ini hanya sampai tingkat Kecamatan, saya ingatkan untuk selalu waspada dan tidak lengah terhadap munculnya paham-paham terorisme dan radikalisme, agar ikut serta dalam mengawal hal tersebut”, tutur Altur.

Ia juga mengatakan sampai saat ini Palembang kondusif, masyarakat aman, insyaAllah Palembang zero konflik.

“Dalam perkembangan teknologi asaat ini, pola penyebaran paham radikalisme juga mengalami perubahan, untuk itu kita harus selektif dalam menggunakan media sosial. Untuk itu ada antisipasi dan perlunya sinergitas pemerintah dan FKPT ini”, katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua FKPT Sumsel Dr Periansya SE MM mengatakan perlunya pelibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme. Menurutnya, kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana pelibatan aparatur baik tingkat kelurahan, desa, tni/polri dan pers (jurnalis) tentang literasi informasi mengenai pencegahan terorisme di Sumatera Selatan (Sumsel).

“Pencegahan paham radikalisme dan terorisme bukan hanya tugas FKPT Sumsel, bukan tugas BNPT, tapi tugas semua, pelibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme sangat penting, apalagi di saat infromasi teknologi yang selalu berkembang saat ini, Kita berharap walaupn saat covid, agar Ibu Bapak dapat mensosialisasikan apa yang kita laksanakan hari ini”, kata Periansya.

Kasi Partisipasi Masyarakat BNPT, Letkol Laut Setyo Pranowo SH MM mengatakan aksi terorisme menjadi ancaman nyata bagi keutuhan NKRI, hal ini setidaknya berdasarkan survei nasional BNPT tahun n 2017 dan 2018 tentang daya tangkal terhadap terorisme. Ia juga mengatakan banyak yang belum paham soal radikalisme dan terorisme. Ia mengatakan bahwa radikalisme muncul karena intoleransi, bahkan definisi sudah jelas di dalam UU No 5 tahun 2018 tentang Terorisme.

“Situasi ini patut kita wasapadai, karena keberagaman di Indonesia akan memantik munculnya radikalisme. Bahaya terorisme tanpa memandang pangkat, status, jenis kelamin, dan lain-lain, tugas pencegahan bukan hanya tugas dari aparat keamanan, tetapi menjadi tanggung jawab bersama termasuk pelibatan masyarakat”, kata Kasi Partisipasi Masyarakat BNPT ini.

Letkol Laut Setyo Pranowo SH MM mengatakan banyak yang belum memahami terorisme, bahkan menjustifikasi aksi-aksi terorisme dikaitkan dengan agama tertentu.

“Ini yang salah dalam memahami terorisme, terorisme dikaitkan dengan agama tertentu, padahal agama tidak mengajarkan paham radikalisme/terorisme. Makanya, jangan sekali-sekali kita menjustifikasi seseorang baik melalui uniform maupun fisik bahwa seseorang itu disebut teroris, ini harus kita lihat dari sikap maupun pandangan seseorang”, tuturnya. 

Menurutnya, potensi radikalisme di Indonesia ada, karena kita tidak menggunakan daya tangkal dengan baik. Untuk mengcounter hal itu, dibutuhkan pers yang lebih profesional terutama dalam menulis terkait aksi-aksi terorisme.Ia juga menambahkan bahwa pola penyebaran paham radikalisme sekarang sudah berubah, 

“Yang perlu kita waspadai juga saat situasi saat ini, di tengah pandemi covid-19. Mereka tidak diam, justru mereka mengambil peluang, memanfaatkan situasi covid-19 ini  untuk menyebarkan paham tadi”, imbaunya.

Di acara Ngopi Coi ini, praktisi media yang diwakili Joseh Adi Prasetyo (Anggota Dewan Pers) mengatakan bahwa saat ini media sosial mulai masuk ke ruang-ruang privat, dari bangun tidur hingga menjelang tidur banyak orang ketergantungan terhadap gawai.

“Saat ini ada 2 virus berbahaya  yang mengancam Indonesia, pertama virus covid-19, dan kedua virus paham radikalisme. Saat ini anak-anak terhubung dengan internet lebih lama, ancaman virus ini terus bergerilya di bawah, tidak tahu akan muncul ke permkaan. Untuk itu koordinasi di setiap provinsi melalui FKPT adalah sesuatu yang baik dan sangat diperlukan”, kata Stanley, sapaan akrabnya.

Menurut Stanley, media sosial menjadi peran untuk melakukan rekrutmen dan mengajarkan paham radikalisme, mereka bahkan melatih seseorang untuk menjadi seorang teroris, menganjurkan untuk menyasar sasaran-sasaran tertentu melalui internet. 

“Media harusnya memainkan peran untuk mencegah paham radikalisme dan terorisme, karena terorisme ini musuh kita semua, media harus mengambil peran untuk menyadarkan ke masyarakat tentang bahayanya paham radikalisme, Dewan Pers bahkan telah mengeluarkan pedoman tentang peliputan terorisme”, kata Stanley.

Dewan Pers telah mengeluarkan pedoman peliputan terkait terorisme, yaitu Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. 

“Dulu sebelum ada pedoman, seperti insiden Bom Sarinah beberapa waktu lalu, pers menjadikan ini menjadi komoditi, disiarkan terus-menerus tanpa data yang rigid, teman-teman media justru menyebarkan ketakutan di masyarakat. Untuk itu pers harus hati-hati, ikuti prosedur. Media seringkali tidak berhati-hati, wartawan juga jangan mengamplifikasi hoaks yang beredar, seperti Margareth Tacher bilang media adalah oksigen utuk teroris”, ujarnya.

Hal ini juga dikatakan Firdaus Komar, Anggota FKPT Sumsel yang juga Ketua PWI Sumsel. Menurut Firko, tidak hanya media massa, tapi dengan informasi yang tersebar di beragam platform media sosial pun juga harus diwaspadai kebenarannya.

“Berkaitan dengan yang mengelola media, kita harus hati-hati berkaitan dengan informasi yang akan kita sharing ke orang lain. Tidak perlu beri informasi jika tidak penting. Kemudian sangat vital bagi kita untuk menjaga keluarga kita dan kita sendiri, kitalah sebagai orang yang menjaga agar kita dan keluarga tidak terpengaruh terhadap informasi yang tidak jelas, ketiga adalah bagaimana menjaga keutuhan Indonesia”, kata Firko.

Sebagai informasi, roadshow ini rencananya dilakukan di 32 provinsi, tetapi karena pandemi covid-19, 10 provinsi harus didrop out.  (jea)

LAINNYA