Gunakan Data Fiktif dan Gelapkan Dana BLT Covid, Oknum Kades Banyuasin Dilaporkan

waktu baca 2 menit
Senin, 31 Agu 2020 18:57 0 154 Admin Pelita

Palembang, Pelita Sumsel –

Kepala Desa (Kades) Taja Indah Kecamatan Betung Kabupaten Banyuasin, ALF dilaporkan tokoh masyarakat, Rahmad Saleh (32) dan Dody Susanto (44), ke ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) Kejaksaan Sumatera Selatan, lantaran diduga melakukan penggelapan dana BLT Covid 19 dan menggunakan data fiktif, Senin (31/8/2020).

Dengan didampingi Ketua LBH FERARI Sumsel, Tabrani, Akino, Dani Effendi, Fransedo menjabarkan, dugaan penggelapan dan penggunaan data fiktif ini terungkap, setelah pencairan dana BLT Covid 19 Tahap III. Dana BLT dari Pemerintah ini cair sebesar Rp 600 ribu per Kepala Keluarga (KK) dan sudah berlangsung tiga tahap.

“Memang untuk pencairan tahap pertama dan kedua, kami tidak curiga. Namun, ketika pencairan yang ketiga terendus kabar tidak baik, sehingga kami perlu untuk keroscek langsung ke Kabupaten. Sangat mengejutkan, disana tertera 508 KK penerima dana BLT Covid 19 sudah cair, namun 11 KK yang namanya terdaftar, ternyata tidak menerima haknya sama sekali. Jelas ini menimbulkan kecurigaan dan merugikan masyarakat, di pandemi covid 19 ini,” jelas Ketua LBH FERARI Sumsel, Tabrani didampingi Akino, saat dibincangi wartawan media ini.

Setelah mendapat penjelasan dari PMD Kabupaten Banyuasin, rombongan ini langsung meminta klarifikasi dugaan pengelapan tersebut.

“Kami sudah temui, namun Kepala Desa berdalih, bahwa 11 KK yang namanya telah terdaftar namun tidak menerima uang tersebut, dikarenakan sudah mendapatkan dana PKH. Meski demikian, Kades ini, tetap meneruskan menikmati uang rakyat ini dengan tidak rasa bersalah,” tukasnya.

Atas perlakuan Kades ini, lanjut Tabrani, dapat di jerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Ancamannya seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, atau pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 12 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pidana mati dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu,” tegasnya.

Ditambahkan Akino, dirinya berharap agar penegak hukum dapat segera menindaklanjuti pengaduannya.

“Semoga penegak hukum ini dapat aegera memproses laporan kami. Sebab perkara ini jelas-jelas dzolim terhadap masyarakat di situasi Pandemi Covid 19 seperti ini. Banyak yang dirumahkan, dana yang diharapkan, malah justru tidak sampai kepada yang berhak menerima,” tandasnya. (sel)

LAINNYA