Jakarta, Pelita Sumsel – Riezky Aprilia anggota DPR dari Daerah Pemiihan Sumatera Selatan minta dalam RUU Kehutanan yang baru tidak lagi memberi ruang pengusaha berkonflik dengan masarakat adat, yang adakalanya motif pengusaha juga tak jelas cuma menghasilkan hutan gundul serta konflik dengan masarakat adat, yang dibiarkan terus berlanjut seperti yang dialami oleh suku Kubu di Musi Rawas Utara.
“Saya usulkan pengaturan sanksi harus secara pidana dan administratif”, kata Riezky Aprilia dalam rapat dengar pendapat dengan jajaran eselon I Departemen Kehutanan dengan Komisi IV di Jakarta, Senin (29/6).
Ia menceritakan pengalaman dirinya yang sejak lahir di Sumsel telah sudah mencium asap kebakaran hutan. Dan sampai sekarang masih terjadi kebakaran hutan, apalagi yang akan datang musim kering lebih lama sehinga akan memicu kebakaran hutan kembali.
Dari wacana yang berkembang dalam RDP muncul gagasan izin dan penindakan pengrusakan hutan akan diatur lewat satu pintu di Departemen Kahutanan yang tau persoalan hutan, yang selama ini diserahkan ditangani oleh polisi yang hasilnya tidak maksimal karena kurang pengetahuan soal hutan.
Sebaliknya kalau diserahkan kedaerah izin izin malah diobral oleh kepala daerah biasanya menjelang pilkada.
“Saya minta penguatan hutan juga harus dimulai sejak dari desa, kabupaten, propinsi serta pusat”, ujar Reizky.
Ia berharap kehadiran Dephut tidak cuma jadi pelengkap penderita, apalagi akan melakukan diplomasi hutan tetapi kita sudah tidak punya hutan.
“Disini pentingnya green enviromental sebelum bicara green diplomasi di internasional. Seperti contoh peran Dephut sebagai jembatan leterasi dengan masarakat adat dalam menjaga hutan”, pintanya. (OCE)