Palembang, Pelita Sumsel – Ferry Mursyidan Baldan politisi senior menyatakan, aspek pilkada bertambah dengan belum berakhirnya Covid-19, untuk itu agenda pilkada 9 Desember 2020 yang digelar serentak sebaiknya agar ditunda.
Sebab sejatinya ajang kontestasi pilkada adalah ruang politik publik untuk memilih kepala daerah yang terbaik. Yakni kepala daerah yang bisa memakmurkan masarakat dan memajukan daerahnya.
“Kedua semangat ini adalah jiwanya daripada reformasi dan demokrasi” ungkap Fery di Jakarta jumat (12/6/2020)
Dikatakan, apalagi waktu 6 bulan yang tersisa adalah waktu yang pendek untuk menyiapkan pilkada serentak 9 Desember 2020.
“Dari segi jadwal dan biaya, tentu bisa saja diputuskan pemerintah dan DPR. Tapi apakah dari sisi kualitas, siapa yang akan jamin”, ujar mantan Ketua Umum PB HMI ini.
Katanya, yang dikawatirkan malah justru proses sejak awal dan hasilnya yang malah akan dipertanyakan oleh publik, ujar arsitek sejumlah UU Pemilu dan UU Pemda.
Ia mengatakan, di masa saat pandemi seperti sekarang ini. Akan lebih baik apabila jikalau para memteri atau pembantu presiden itu, seyogyanya semua lebih fokus dahulu guna mengatasi wabah pandemi Covid19 yang baru pertama kali terjadi dan mendunia. Bersamaan jelang pilkada serentak.
Yang semestinya akan bisa jadi pelajaran serentak yang penting bagi kita, imbuhnya.
Diakuinya, bahwa, apabila mau jujur dan tak bisa dibantah sebenarnya bahwa wabah Covid-19 sedikit memberi ‘ujian’kepada para pemimpin, termasuk kepala daerah.
“Bahwa ruang politik bagi masarakat dalam memilih kepala daerah sangat berbeda lagi dengan sebelumnya. Tidak sekedar cuma pembenahan daftar pemilih, SOP, pemberian suara pada saat Pilkada”, tandasnya.
Apalagi kita baru saja memulai apa yang disebut masa New Normal, setidaknya prioritas kita adalah menyiapkan dahulu Protokol Kesehatan dalam pelaksanaan pilkada, termasuk skenario design protokol kesehatan, .dari design TPS yang baru sesuai dengan penerapan physical distancing.
Utamanya dalam mengajak dan memastikan bagaimana nanti kehadiran pemilih saat hari H. Yang tidak kalah penting tentunya kualitas tingkat partisipasi pemilihbsaat penghitungan suara dan pengawalan suara sampai ketingkat berikutnya, termasuk saat kontestan memilih mengajukan keberatan atas hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Jadi pelaksanaan Pilkada pada Desember 2020 adalah sesuatu yang sangat baru dan beresiko jika tidak hati hati. Yang justru bisa mengganggu tahapan pelaksanaan Pilkada itu sendiri secarah utuh. Sebaliknya paling tidak jika diundurkan sampai setidaknya pertengahan 2021, selain akan mematangkan konsep Protokol Kesehatan dalam pilkada serentak yang lebih baik, juga kita semua berharap pandemi COVID-19 sudah relatif bisa diatasi dengan terstandar secara menyeluruh
Yang tidak kalah penting masarakat pemilih akan memiliki kemantapan untuk bisa berpartisipasi dengan rasa aman dengan protokol kesehatan yg lebih berkualitas dan tidak sembrono.
“Jadi, usulan penundaan pilkada justru karena ingin pelaksanaan Pilkada digelar secara berkualitas dan partisipatif karena pemilih dilindungi oleh ada rasa aman. Dengan kata lain menunda pilkada bukan sekedar untuk menunda dari segi waktu tapi banyak aspek dan faktor lain yang sama pentingnya supaya pilkada tidak diselenggarakan sekedar ada pilkada”, kata Fery.
Dijelaskan, dengan menunda pilkada maka diharapkan kedepannya kita sudah bisa lebih siap menggelar pemilu lainnya dimana pelaksanaan pemilu sudah beda dengan sebelumnya. Yang akan jadi rol model pada pemilu berikutnya atau sudah punya pola baru dalam pelaksanaannya yang dapat memenuhi prinsip-prinsip demokrasi, menjamin hak politik masarakat dan penerapan protokol kesehatan yang terukur.
“Saya kira waktu 6 bulan adalah sesuatu yang singkat untuk sebuah persiapan pelaksanaan pilkada serentak yang demokratis”, tegas Fery mantan menteri yang ikut bantu Jokowi. (Oce)