Palembang, Pelita Sumsel– Gubernur Sumsel H Herman Deru dan Ketua DPRD Sumsel Hj RA Anita Noeringhati, secara resmi sudah mendatanganan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) APBD Sumatera Selatan (Sumsel) Tahun 2020 rapat paripurna ke VII DPRD Sumsel pada Jumat (13/12).
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Provinsi Sumsel tahun 2020 yang termaktuf dalam Nota Kesepakatan KUA PPAS ditetapkan sebesar Rp10.648.152.635.823 mengalami kenaikan sebesar Rp111.227.009.664 atau 1,06% dari APBD Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp10.536.925.626.158.
Walaupun mengalami kenaikan 1.06 persen, untuk anggaran pendidikan justru turun dari 9 persen menjadi 8 persen, dan juga kesehatan juga mengalami penurunan hal ini memicu Ketua Umum Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Sumsel, Charma Aprianto memprotes pengesahan KUA PPAS.
Menurut dia, pengesahan tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, ia mempertanyakan janji Gubermur soal menghidupan lagi sekolah gratis.
“Pendidikan turun dari 9 persen menjadi 8 persen, untuk kesehatan dari 4 persen jdadi 2,5 persen .kemudian dana hibah 1,7 triliun tidak mencerminkan anggaran yang berpihak kepada rakyat, mana janji gubernur?,” tanya Charma
Dijelaskan Charma, soal sekolah gratis dan berobat gratis di 2020 yang sudah tertunda 2 tahun, jauh panggang dari api, jika anggarannya begini ironisnya DPRD provinsi yang semula jadi harapan besar rakyat Sumsel untuk bisa merevisi anggaran malah menyetujui KUA PPAS 2020
“Sebagai pimpinan organisasi buruh PPMI se-Summsel, charma menilai anggaran 2020 ini sangat tidak pro rakyat dan melukai hati kaum buruh khususnya dan masyarakat Sumsel umumnya, terjadi konspirasi jahat dan tidak pro rakyat antara Eksekutif dan legislatif di anggaran 2020 ini . DPW PPMI Sumsel dan semua kaum buruh akan terus melawan sepanjang 2020 ke depan,” tegasnya.
Pihaknya meminta kepada DPRD Sumsel untuk mengevaluasi anggaran yang tidak berpihak kepada masyarakat Sumsel, terutama anggaran pendidikan gratis dan berobat gratis untuk dianggarkan pada tahun 2020 mendatang karena anggaran tersebut masih sangat dibutuhkan masyarakat Sumsel.
“Pada tahun ini anggaran tersebut tidak dialokasikan, oleh karena itu kami minta melalui DPRD agar anggaran tersebut dialokasikan oleh pemerintah sesuai dengan amanat UU, naikan anggaran pendidikan dan kesehatan,” katanya.
Sebelumnya Ketua DPRD Sumsel, Hj RA Anita Noeringhati menjelaskan tahapan pembahasan APBD Sumsel pada tahun ini menjadi yang terlama selama dirinya menjadi anggota dewan.
“ Selama saya menjadi anggota DPRD, baru kali ini pembahasan KUA-PPAS terlama dan ada catatan, selama ini kita dimulai ditanggal 25 November tapi awalnya kita sudah rapat-rapat sudah, tapi resmi untuk itu 25 November,” kata Anita ditemui di ruang kerjanya usai rapat Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Platfon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Sumsel tahun 2020 akhirnya menemukan kesepakatan Banggar DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumsel, Kamis (12/12).
Dengan rentang waktu yang sudah berlangsung cukup lama tersebut menurutnya masih juga belum menemukan kesepakatan, maka kalangan dewan akhirnya menyetujui akan menandatangani nota kesepakatan dengan memberikan catatan atas stuktur dan tubuh anggaran provinsi Sumsel tersebut.
“Terjadi kebuntuan pembahasan selama ini, namun hari ini kami menyepakati dengan memberikan catatan. Pemberian catatan ini pun menjadi sejarah dalam pembahasan APBD Sumsel selama ini. Pemberian catatan dilakukan sebagai upaya koreksi terhadap tiga hal yang menjadi perhatian penting dalam tubuh anggaran APBD 2020,” kata politisi Partai Golkar ini.
Adapun ketiga hal yang menjadi catatan kalangan DPRD Sumsel, ialah kegiatan program pengembangan penataan kawasan baru terpadu Kramasan kota Palembang yang diproyeksikan menjadi lahan pembangunan perkantoran, termasuk kantor Gubernur Sumsel yang baru. Dalam anggaran ini, Pemprov mengalokasikan Rp170 miliar guna penimbunan sekaligus pemagaran lahan seluas 46 hektar (ha) tersebut.
“Dewan menilai dalam kegiatan ini, Pemprov juga harus menyertakan masterplan DAD, amdal dan kajian RTRW. Dewan menilai itu kawasan resapan, rawa dan di kota Palembang, kawasan itu malah masuk peruntukkan industri, bukan perkantoran,” terang Anita.
Hal kedua yang menjadi catatan DPRD Sumsel, ialah adanya 25 kegiatan yang seharusnya menjadi tupoksi pemerintah kabupaten dan kota namun masuk dalam alokasi Organisasi Perangkat Kerja Daerah (OPD) Pemprov Sumsel. Kegiatan ini pun sudah direkomendasikan Kemendagri guna dialokasikan pada anggaran lainnya, seperti kebutuhan dasar yang menjadi tupoksi pemerintah provinsi, seperti pada kesehatan dan pendidikan.
“Adanya kegiatan yang bukan tupoksi provinsi ini, bisa membuat stuktur anggaran cendrung tidak maksimal guna kebutuhan dasar masyarakat. Nilainya 25 kegiatan tersebut mencapai Rp260 miliar,” kata Anita.
Jika pada pembahasan sebelumnya, pemerintah provinsi beralasan bahwa hasil kegiatan ini nantinya akan bisa dilimpahkan ke kabupaten dan kota, Anita menambahkan bahwa anggaran hibah ke pemerintah kota dan kabupaten sudah maksimal dialokasikan dalam anggaran tahun depan.
“Apalagi tidak ada aturannya yang mengatur hibah antar pemerintah kepada pemerintah (government to government). Jelas kegiatan ini salah dan sebaiknya tidak laksanakan,” kata Anita.
Hal ketiga yang menjadi catatan DPRD Sumsel, ialah adanya intensif bagi pemerintah camat, camat dan 76 desa persiapan di Sumsel. Anita kembali menegaskan untuk perangkat kerja yang berada di naungan pemerintah kota dan kabupaten, maka alokasinya langsung oleh pemerintah setempat dan bukan menjadi kewenangan pemerintah provinsi,
“Itu ada intensif camat Rp2 juta dan desa persiapan dengan total Rp7,6 miliar,” katanya.
Atas ketiga catatan ini, Anita mengharapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat merekomendasikan solusi dalam evaluasi APBD Sumsel 2020 ini. (yf)