Palembang, Pelita Sumsel – Kebutuhan Sumatera Selatan (Sumsel) untuk keluar dari jerat kemiskinan sangat bergantung pada kerja sama dengan pemerintah pusat. Kerja sama ini tidak hanya penting untuk mendapatkan dukungan finansial, tetapi juga untuk melaksanakan berbagai program strategis yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, keterbatasan akses terhadap program-program pemerintah sering menjadi hambatan bagi provinsi ini untuk berkembang. Masalah seperti komunikasi yang kurang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, serta perbedaan urusan politik, menjadi faktor penghambat.
Dalam konteks ini, pasangan calon gubernur Mawardi Yahya dan Anita Noeringhati (Matahati) dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk memimpin Sumsel. Mereka didukung oleh mayoritas partai yang telah berkolaborasi dalam pemerintahan Prabowo dan memiliki kursi di kabinet Merah Putih.
Seperti yang disampaikan oleh pengamat politik Sumsel, Bagindo Togar. “Dalam konteks kerja sama dengan pemerintah pusat, pasangan ini akan lebih mudah meraih berbagai program dan bantuan yang dibutuhkan,” ujarnya.
Apalagi, visi yang diusung oleh pasangan Matahati ini mencerminkan kesamaan visi dan strategi dengan Kabinet Merah Putih saat ini. Hal ini mencakup Pembangunan Berbasis Rakyat, yang menekankan pentingnya program-program yang fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan akses terhadap layanan publik.
Sinergi yang kuat antara pemerintah daerah dan pusat diperlukan agar Sumsel mendapatkan dukungan yang lebih besar dari pemerintah pusat dalam hal anggaran dan program. Inovasi dan pemberdayaan ekonomi juga harus mencakup pemberdayaan masyarakat melalui program-program yang mendukung UMKM dan peningkatan lapangan kerja.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang fokus pada peningkatan aksesibilitas dan pertumbuhan ekonomi juga sangat penting. Keadilan sosial harus menjadi komitmen untuk memastikan semua lapisan masyarakat mendapatkan perhatian yang sama dalam hal pembangunan dan layanan publik.
Berbeda dengan calon lain dalam Pilgub Sumsel, seperti Herman Deru dari Partai Nasdem dan Eddy Santana Putra dari PDI Perjuangan, yang tidak memiliki perwakilan menteri dalam kabinet Prabowo. Hal ini berpotensi menghambat akses mereka terhadap berbagai program dan bantuan yang diperlukan untuk pembangunan daerah.
Meski demikian, menurut Bagindo, pasangan Matahati tetap memerlukan strategi politik yang lebih intens, kreatif, dan masif agar mampu mengungguli rival-rival mereka. Mereka tidak hanya dapat mengandalkan nama besar, seperti Anita Noeringhati sebagai mantan Ketua DPRD Sumsel, yang merupakan tokoh politik perempuan dengan pengaruh kuat.
“Golkar adalah mesin politik yang kuat, dan kombinasi dengan Gerindra memberikan modal besar bagi pasangan Matahati. Mereka perlu memaksimalkan momentum dan tetap kreatif untuk meraih simpati masyarakat. Keunggulan Anita, yang mampu menarik pemilih dari berbagai latar belakang, termasuk perempuan dan etnis Jawa, menjadi keunggulan yang tidak dimiliki pasangan lain dalam Pilgub Sumsel,” ujar Bagindo. (rilis)