PALEMBANG, Pelita Sumsel – Berakhirnya tahun 2016 memunculkan kebijakan bahwa bendahara wajib menerbitkan Bukti Potong Pajak Penghasilan bagi para pegawai. Para pegawai berhak untuk memperoleh bukti potong baik formulir 1721 A1 bagi pegawai swasta atau 1721 A2 bagi pegawai pemerintah serta bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) lainnya.
Bukti potong atau pungut adalah dokumen berharga untuk setiap Wajib Pajak. Selain berfungsi sebagai kredit pajak, bukti potong adalah dokumen Wajib Pajak yang dapat digunakan untuk mengawasi pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja. Bukti potong harus dilampirkan di penyampaian SPT Tahunan PPh. Bukti potong tersebut juga akan dipakai dalam proses cek kebenaran dari pajak yang telah di bayar.
Direktorat Jenderal Pajak melalui Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kep. Bangka Belitung terus melakukan upaya untuk mengingatkan kesadaraan akan kewajiban bendahara dalam menerbitkan bukti Potong.
“Secara simultan melalui Tax Center dan Pemerintah Daerah kami akan memulai untuk melakukan sosialisasi terkait bukti potong kepada bendahara, agar di kemudian hari tidak ada lagi kesalahan serta kekeliruan”, ungkap Dahlan, Plt. Kepala Bidang P2Humas.
Kewajiban bendahara sebagai pemotong atau pemungut dalam hal ini adalah untuk menerbitkan bukti potong, mengenai penyampaian SPT Tahunan merupakan kewajiban masing-masing Wajib Pajak.
“Kewajiban pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban masing-masing Wajib Pajak, bukan kewajiban bendahara”, tegas Dahlan.
Perlu diketahui, sampai dengan saat ini masih banyak Wajib Pajak yang beranggapan bahwa SPT Tahunan adalah termasuk kewajiban Bendahara atau pemberi kerja, padahal seharusnya menjadi kewajiban masing – masing Wajib Pajak. Hal ini perlu diperbaiki sehingga kedepan masyarakat Wajib Pajak benar – benar memahami apa hak dan kewajibannya selaku Wajib Pajak.
Kewajiban Pelaporan SPT Tahunan
Kewajiban melaporkan SPT Tahunan secara umum diatur dalam Undang – Undang nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tepatnya pasal 3 yang berbunyi “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”
Bila dilihat dari fungsinya, pelaporan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
Oleh karena itu di dalam SPT Tahunan baik PPh Orang Pribadi maupun PPh Badan paling tidak menjelaskan keempat unsur diatas, sehingga dapat diketahui berapa pajak penghasilan yang harus dibayar untuk tahun pajak yang dilaporkan.
Sebagai informasi SPT Tahunan tersebut harus sudah disampaikan paling lambat 3(tiga) bulan sejak berakhirnya tahun pajak untuk orang pribadi (31 maret tahun berikutnya) dan 4(empat) bulan sejak berakhirnya tahun pajak untuk badan (30 April tahun berikutnya). (ril/whd)
Tidak ada komentar