KPK Lakukan Penghentian Penyelidikan untuk Akuntabilitas dan Kepastian Hukum

waktu baca 2 menit
Kamis, 20 Feb 2020 22:25 0 155 Admin Pelita

Jakarta, Pelita Sumsel –

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) telah menghentikan 36 perkara di tahap Penyelidikan. Hal ini disampaikan karena telah sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pada publik, sebagaimana diatur di Pasal 5 UU KPK, Kamis (20/02/2020).

Dari definisi penyelidikan ini, diharapkan dapat memahami bahwa dalam proses penyelidikan terdapat kemungkinan sebuah perkara ditingkatkan ke penyidikan atau tidak dapat dilanjutkan ke penyidikan.

Dan ketika di tahap penyelidikan ditemukan peristiwa pidana dan bukti permulaan yang cukup, maka perkara ditingkatkan ke penyidikan. Begitupun sebaliknya, sebagai konsekuensi logis, jika tidak ditemukan hal tersebut, maka perkara dihentikan penyelidikannya.

“Penghentian perkara di tingkat penyelidikan ini bukanlah praktik yang baru dilakukan saat ini saja di KPK. Data lima tahun terakhir, sejak 2016 KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus,” papar Ketua KPK-RI, Firli Bahuri kepada wartawan online media ini.

Penghentian perkara tersebut, tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab.

“Pertimbangannya, yaitu sejumlah penyelidikan sudah dilakukan sejak 2011 (9 tahun), 2013 hingga 2015. Lalu, selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, sebab seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Menginjak di tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga dan DPRD,” terang Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini.

Selain itu, sesuai dengan Pasal 40 UU KPK No 30 Tahun 2002 yang melarang KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan, maka di tahap penyelidikan KPK, wajib memastikan seluruh kasus yang naik ke penyidikan memiliki bukti yang kuat. Sehingga, sudah sepatutnya proses penghentian sebuah perkara dilakukan di tahap penyelidikan.

Sama halnya dengan pasca berlakunya UU KPK yang baru. Meskipun UU No 19 Tahun 2019 membuka ruang secara terbatas bagi KPK, untuk menghentikan perkara di tingkat penyidikan dan penuntutan, namun KPK tetap wajib menangani perkara secara hati-hati. Pada Pasal 40 UU No 19 Tahun 2019 penghentian penyidikan dapat dilakukan jika belum selesai dalam jangka waktu 2 tahun.

“Sehingga, dalam proses penyelidikan lah kecukupan bukti awal diuji sedemikian rupa. Jika bukti cukup dapat ditingkatkan ke penyidikan, namun jika tidak cukup maka wajib dihentikan. Disini, KPK perlu menyampaikan informasi ini sebagai bentuk perwujudan prinsip kepastian hukum sekaligus keterbukaan pada publik,” tambahnya.

Dikatakan Firli, tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatannya.

“Tidak boleh perkara digantung – gantung untuk menakut nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan. Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan (harus dihentikan penyelidikannya-Red), justru kalau tidak dihentikan penyelidikan, maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan dan kepentingan lainnya,” tutupnya. (sel)

LAINNYA