Oleh :
Muhammad Abdillah Asmara.
Dalam catatan sejarah kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Hindu Budha terbesar di Asia Tenggara, dimana pada zaman dahulu bangsa arab lebih mengenalnya dengan kata” jawi” untuk menunjukkan nusantara pada waktu itu (Batuttah, 2009).
Sedangkan menurut Sucipto (2009) sriwijaya disebut dengan Shih-Li-Fo-Shi atau San-Fo—T’si atau San-Fo- Qi dalam bahasa Tiongkok, ada juga yang menyebut Sriwijaya dengan Yavadesh dan Javadeh dalam bahasa Sangsekerta dan Pali juga beberapa nama lainnya.
Sehingga untuk menemukan bukti kongkrit dari kerajaan Sriwijaya begitu sulit (Munoz, 2006), sementara menurut Muljana (2006) dari peta Ptolemaeus yang menyebutkan tentang tiga pulau Sabadebei dapat dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya. Bellwod menyatakan bahwa Reader in Archaeoloy yang telah melakukan banyak penelitian di wilayah Polynesia dan Asia Tenggara sebagaimana di kutip (Ridyasmara,2006) dalam geriliya Salib di Serambi Makkah.
Bellwod mengatakan bahwa terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum Abad ke-5 telah ada beberapa jalur perdagangan internasional yang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Tiongkok dan Bangsa Arab, hal itu diperkuat dengan ditemukan bejana keramik dan benda perunggu dibeberapa tempat di sumatera yang kemungkinan besar berasal dari Dinasti Zhou (221 SM) yang berada dalam koleksi pribadi di London.
Diterangkan perdagangan yang terjadi saat itu tanpa melibatkan kerajaan, dikarnakan kerajaan Sriwijaya baru didirikan kisaran tahun 607 M (Woltres,1967. Hall, 1967,1985), walaupun sebelumnya diperkirakan telah ada kerajaan-kerajaan kecil yang ada disepanjang pesisir sungai dan pantai dimana kerajaan-kerajaan kecil inilah nantinya menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan Sriwijaya.
Walaupun dalam hal ini belum ditemukan bukti-bukti yang otentik.
Dalam catatan sejarah sriwijaya dikenal sebagai kerajaan yang menganut ajaran Hindu-Budha akan tetapi dalam sebuah catatan Fa Xian/Fa Shien ketika sepulang dari India pada masa kekaisaran Xiyi (411 M) mengatakan telah ada keyakinan Monotheisme yang merupakan ajaran Nabi Ibrahim AS di kerajaan Sriwijaya dimana catatan tersebut menyebutkan “Kami tiba di sebuah negeri bernama Yapoti (Jawa dan atau Sumatera) di negeri itu Agama Braham sangat berkembang, sedangkan Buddah hanya seberapa pengaruhnya”.
Hal ini juga diperkuat oleh Woltres (1967) dan Hall (1985) bahwa pada tahun 607 M kerajaan Sriwijaya telah ada dan bercorak Brahminik, dimana diperkirakan disinilah awal mula terjalinnya dakwah islam, bahkan dikemudian hari salah satu raja dari kerjaaan Sriwijaya Sri Indrawarman (702 M) yang masuk islam dan sempat mengirim surat kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (Azra, 2006).
Hal lain yang menguatkan tentang hal ini adanya catatan sejarah melayu yang mengabarkan bahwa dalam Sriwijaya sendiri sudah terdapat pelarian dari kerajaan lain sebagaiman disebutkan bahwa Demang Lebar Daun merupakan keturunan dari Raja Nusirwan ‘Adil bin Kibad Syahriar (King Anushirvan “The Just” OF Persia, 531-578 M) dan juga pelarian dari Tiongkok pasca pemberontakan Dinasti Tang di masa kekaisaran Hi-Tsung (878-889 M) diperkirakan dengan adanya hubungan jalur internasional inilah yang nantinya menjadi jalan masukknya islam di Sriwijaya dan Nusantara.
Islam, Sriwijaya dan Nusantara
Jika melihat kembali rentetan sejarah hubungan antara kerajaan Sriwijaya dan Bangsa Arab dan juga Islam dapat dilakukan metode korelasi kronologis kejadian dimasa kerajaan Sriwijaya dan juga masa Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang sebutkan Hall (1985) dan Woltres (1967).
Bahwa kerajaan Sriwijaya telah ada pada tahun 607 M, adapun catatan dokumen Tiongkok yang ditemukan menyatakan bahwa pada tahun 625 M, telah ada sebuah perkampungan Arab di pesisir pantai Sumatera, dimana pada masa itu pesisir sumatera masuk dalam wilyah kekuasaan kerajaan Sriwijaya.
Sedangakan menurut catatan I ‘Tsing kerajaan Sriwijaya telah ada sejak tahun 671 M (Ferrand, 1922), hal itu juga dikuatkan Prasasti Kedukan Bukit 682 M dibawah kepemimpinan Raja Dapunta Hyang Jayanasa (Casparis, 1975).
Sedangkan Agama Islam hadir pada waktu Nabi Muhammad SAW berusai kurang lebih 40 tahun dimana Baginda Rosulullah SAW di lahirkan pada tahun (570 M) atau lebih dikenal dengan sebutan tahun gajah (Conrad, 1987),
Jika dikaitkan antara tahun kelahiran dan tahun kenabian Rosulullah SAW terjadi pada tahun (611M), sedangkan tahun Hijrah Rosulullah SAW ke Madinah Al Munawar pada tahun 622M, Nabi Muhammad SAW melakukan penyebaran dakwah secara sembunyi-sembunyi kurang lebih selama tiga tahun kemudian pada tahun 613M Nabi Muhammad mengumumkan dakwah secara terang-terangan yang kemudian menyebar ke negeri Persia dan Syam, serta kawasan jazirah arab lainnya.
Setelah perjanjian Hudaibiyyah 6H / 628M (Al-Biladi, 1404) Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk mengirim delegasi dakwah kepada sejumlah raja-raja dan Negara-negara sebagai seruan kepada mereka untuk memeluk Islam (Khan, 1998), hal ini juga dinyatakan oleh Muhammad Husayn Haykal (1993) dalam catatan sejarah pengiriman utusan dakwah tersebut Nabi Muhammad SAW diantaranya mengirim utusan kepada Heraklius , Kaisar Byzantium, Persia, Ethopia, Mesir (Margoliouth, 1905), Suriah, dan Bahrain (Koelle, 1889).
Adapun sahabat yang di utus antara lain Amru bin Umayyah Adh Dhamri, Hathib bin Ali Balta’ah, Abdulullah bin Hudzaifah As Sahmi, Dihyah bin Khaulah Al Kalbi, Al Ala’ nin Al Hadhrami, Salith bin Amr Al Amiri, Syuja’ bin Wahb, Amru bin Ash (Mubarakfury, 1998).
Pada tahun 11 H/633M setelah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia kepemimpinan Islam diteruskan oleh khalifatur Rasyidin (Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib R.A.) dimana jalinan dagang antara kerajaan sriwijaya dan Islam semakiin erat.
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya makan Syeikh Rukunuddin (Fansur) di pemakaman Mahligai Barus, dimana pada nisannya tertulis tahun 48H / 670 M, penemuan ini semakin menguatkan bahwa islam telah masuk di wilayah kerajaan Sriwijaya pada kisaran abad ke 7M.
Dimana sebelumnya telah ditemukan catatan yang ditemukan dalam lemari arsip Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umary sebuah surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah Islam pada saat itu di pimpin oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan yang diambil dari kitab Al Hayawan karya Abu Utsman ‘Amr Ibnu Bahr Al Qinanih Al Fuqaymih Al Basri atau yang lebih dikenal dengan nama Al Jahiz (776 M).
Yang di kutip oleh Azyumardi Azra (2004) dimana menceritakan kembali isi pendahuluan surat tersebut yang jika diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut:
“Dari Maha Raja Al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, dan istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi gaharu, kepada Muawiyyah…”
Adapun dalam versi terjemahan lain surat tersebut berisikan sebagai berikut:
“Dari Maha Raja yang Istalnya berisi ribuan gajah, istananya berkilau emas dan perak, dilayani oleh ribuan puteri raja, yang menguasai dua sungai yang mengairi gaharu, untuk Muawiyyah…”
Melihat temuan diatas jika dikonversikan dengan tahun ditemukannya makan Syeikh Rukunuddin yang tertulis tahun 48H/670 M dimana pada tahun tersebut kepemimpinan umat islam berada dibawah Dinasti Bani Umayyah pada tahun 41H / 667 M, jalinan persahabatan antara kerajaan Sriwijaya dan Kekhalifahan Dinasti Umayyah semakin erat dengan ditemukannya surat kedua dari Raja Sriwijaya Sri Indrawarman (702 M) yang terdapat dalam buku karangan Ibu ‘Abd Rabbih (246-329 M) yang berjudul Al Iqd al Farid.
Adapun perkiraan surat ini telah disampaikan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz kisaran tahun 100 H/ 719 M. dengan demikian tidak menutup kemungkinan Syeikh Rukunuddin merupakan salah satu dari utusan Dinasti Umayyah yang diutus oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan untuk berdakwah di Kerajaan Sriwijaya.
Ini cukup beralasan menurut Prof. Ayzumardi Azra (2006) pada tahun (644-656M) Khalifah Utsman pernah mengirim armada yang dikomandoi oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan menuju Jawa (Jawi) atau yang dahulu dikenal sebagai Sriwijaya.
Hadist Nabi Muhammad SAW, Raja Al Hind dan Sriwijaya
Dalam sejarah hikayat raja-raja Pasai terdapat sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang berisikan tentang rekomendasi untuk para sahabat berdakwah ke suatu tempat yang bernama samudra (Samudri).
Prof. Muhammad Syed Naquib Al-Attas dalam tulisannya “Historial Fact and Fiction” (2011) menyebutkan bahwa salah satu dari hikayat raja-raja pasai tersebut antara lain sebagai berikut:
“…Pada zaman Nabi Muhammad Rasul Allah Sallaullahu’alaihi wassalama tatkala lagi hajat hadrat yang maha mulia itu, maka sabda ia pada sahabat baginda di Mekkah, demikian sabda baginda Nabi: “Bahwa sepeninggalanku ada sebuah negeri di atas angin samudera namanya. Apabila ada didengar khabar negeri ini maka kami suruh engkau (menyediakan) sebuah kapal membawa pekakas dan kamu bawa orang dalam negeri itu (samudra/samudri) masuk Islam serta mengucapkan dua kalimah syahadat. Syahdan, akan dijadikan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam negeri itu terbanyak daripada segala wali Allah…..”
Adapun hikayat raja-raja pasai ini sendiri menjadi menarik dikarenakan menurut J.L.Moens kata pasai diambil dari kata Parsi dimana dahulu terdapat pelarian dari kerajaan Parsi, sebagaimana dalam catatan sejarah yang mengatakan bahwa pada abad ke 7 M bangsa Arab, Parsi, dan Tiongkok telah melakukan perdagangan dan bermukim di daerah yang dahulu masuk dalam wilayah kerajaan Sriwijaya (Ferrand, 1922).
Sedangkan dalam kitab Mustadrak Al Hakim (Al-‘At’imah) diriwayatkan ada seorang raja hind yang datang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Sa’id Al Khudri r.a. sebagai berikut :
…….أهدى ملك الهندى إلى النبى صلى الله عليه وسلم جرّة فيها زنجبيل فأطعم أصحابه قطعة قطعة واطعمنى منها قطعة…..
“Seorang Malik Al-Hind telah mengirim Nabi Muhammad SAW sebuah tembikar yang berisikan jahe…..” Dalam penjelasannya “…kemudian Nabi Muhammad SAW memberi makan kepada sahabat-sahabatnya sepotong demi sepotong, dan Nabi Muhammad SAW pun memberikan saya sepotong makanan dari dalam termbikar itu” (H.R.Hakim).
Keberadaan malik Al Hind yang dijelaskan dalam hadist diatas melahirkan beberapa persepsi diantaranya beberapa sejarawan ada yang mengatakan Malik Al Hind tersebut adalah Cheraman Perumal seorang Raja dari kerajaan Kodungallur (Kerala, India) yang telah masuk islam yang kemudian dikenal dengan nama Thajuddin r.a (Abdullah Samudri r.a).
Namun jika kita membuka lembaran sejarah Nusantara kata Malik Al-Hind sering dipergunakan untuk raja-raja Nusantara terutama oleh raja Sriwijaya sebagaimana yang terdapat dalam isi surat yang ditujukan kepada Muawiyyah bin Abu Sofyan (Azra, 2006).
Dalam beberapa riwayat juga mengatakan bahwa Raja Al Hind juga dikenal dengan nama Abdullah Samudri r.a. hal ini juga tidak menutup kemungkinan memiliki kaitan dengan pulau sumatera yang menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya, dikarenakan menutut risalah Rihlah Ibnu Batuttah (1345M) menyebutkan kata Samudra menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatera (Krom, 1941).
Adanya spekulasi ini menjadi bukan mustahil mengingat hubungan perniagaan antara Nusantara (Asia Tenggara) dengan Jazirah Arab sudah berlangsung lama.
Dalam catatan sejarah tentang para sahabat yang berdakwah di bumi Nusantara dapat menjadi acuan dalam menelisik perjalanan Islam di Sriwijaya dan Nusantara diantaranya ada yang berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib r.a. pernah datang dan berdakwah di Garut dan Cirebon kisaran tahun 625 M (Ahmad, 1979) hal ini juga nyatakan oleh Syed Qodarullah Fatimi dalam Islam comes to Malaysia, Singapore (1963).
Ja’far bin Abi Thalib juga pernah berdakwah di Jepara pada masa kerajaan Kalingga, yang kini masuk wiliayah Jawa Tengah kisaran tahun 626M (Azmatkhan,1929), Habib Burhanuddin Azmatkhan juga menjelaskan bahwa Ubay bin Ka’ab dikabarkan pernah berdakwah di Sumatera Barat.
Abdurrahman bin Mu’adz bin Jabal berdakwah bersama putranya Mahmud dan Ismail yang dimakamkan di Barus, Abdullah bin Mas’ud berdakwah di Aceh, Akasyah bin Muhsin Al Usdi berdakwah di Sriwijaya kisaran tahun 623M (Gajahnata, 1986) dan juga menurut sejarawan Palembang R.M. Akib (1929) dalam tulisannya serta Arnold dalam The Preaching of Islam (1968).
Salman Al Farisi berdakwah di Perlak (Azmatkhan,1929) dan Wahab bin Abi Qabahah yang dikabarkan telah menyiarkan dakwah islam di tanah Riau kurang lebih selama lima tahun lalu kemudian kembali lagi ke Madinah Al Munawar (Bashah, 1996).
Setelah melihat kronologis perjalanan sejarah hubungan dakwah Islam dan kerajaan Sriwijaya yang pada masa dahulu memiliki hubungan erat menjadi sebuah tanda tanya besar sebagai acuan untk melakukan penelitian lebih terperinci, terutama tentang Hadist Nabi Muhammad SAW berkenaan tentang Malik Al-hind menjadi sosok misteri sehingga keabsahan sosok Malik Al Hind sebagai raja dari kerajaan sriwijaya harus melalui rangkaian proses penelusuran yang lebih intensif dan kajian yang mendalam.
Hal ini tentunya berdasarkan Inductive Methode of Reasoning untuk memudahkan peneliti sejarah yang kesulitan karena keterbatasan bukti-bukti dan sumber-sumber sejarah dan penyebaran sejarah dalam hal ini terkait dengan Islam, Sriwijaya, dan Nusantara (Attas, 2011).
Sehingga para peminat sejarah dapat merekonstruksi kembali sejarah yang mungkin selama ini terabaikan atau terlewatkan mungkin juga terlupakan, dikarenakan sebagian masyarakat lebih mengenal kerajaan Majapahit (1293-1527 M) dibandingkan kerajaan Sriwijaya yang jauh sebelumnya telah lama berdiri (683-1025 M).
Begitu juga tentang penyebaran Islam dimana para sejarawan biasanya menginformasikan bahwa Nabi Muhammad SAW wafat kisaran tahun 632 M, begitu juga cikal bakal kerajaan Sriwijaya antara tahun 500-670 M, sehingga memiliki kemungkinan ruang penyebaran dakwah islam terjadi pada masa kerajaan Sriwijaya.
Bukan seperti yang selama ini yang dikabarkan oleh para peneliti barat bahwa Islam masuk ke Nusantara kisaran abad ke 13 M melalui Kerajaan Samudra Pasai yang berdiri kisaran tahun 1267 M, pun jika dilihat tahun berdiri nya Samudra Pasai dan Sriwijaya, kerajaan Sriwijaya jauh lebih dahulu berdiri secara sederhana teori tentang penyebaran Islam tentu seharusnya Sriwijaya yang lebih dahulu menerima dakwah Islam.
Dan masih begitu banyak rangkaian Puzzle yang masih berserakan menunggu untuk disusun kembali sebagai satu bentuk yang utuh, walaupun untuk mengumpulkannya bukanlah suatu perkara yang mudah dikarenakan para peneliti dan pengkaji sejarah seperti memasuki labirin yang tidak memiliki muara dan bertepi.
Bahkan terkesan sedikit samar dan juga bahkan gelap, namun jalanan sejarah itu selalu saja ada yang mendatangi dan memasukinya untuk melihat sesuatu dimensi yang tidak Nampak dalam penglihatan sebagian yang lainnya dalam sejarah.
Dengan demikian nantinya sejarah dapat menjadi sebuah hal yang dinamis dan juga elastis dengan adanya asumsi-asumsi baru, dan temuan-temuan baru begitu juga penelitian-penelitian baru yang seharusnya dapat dikaitkan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menjadi satu unsur kesatuan dari sejarah peradaban dan pemikiran yang sistematis dan terkonstruksi dengan rapih untuk pembelajaran dan membawa pencerahan dikemudian hari….waullahu a’lam bis showab…
Daftar Pustaka
Ahmad Jelani Halim, 2008 “ Sejarah dan Tamaddun Bangsa Melayu” UPD, Kuala Lumpur
Atiq ibnu Al Biladi, 1404 “ Nasbu Harbin” Darr Makkah, Makkah Al Mukaromah
Azyumardi Azra, 2006 “Islam In The Indonesia World : an Account of Institutional Formation, Mizan Pustaka
Azyumardi Azra, 2004 “ Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIII” , Prenada Media, Jakarta
Azyumardi Azra, 1997 “ Renaisans Islam Asia Tenggara : Sejarah Wacana dan Kekuasaan”, Rosda, Bnadung
Ali Muhammad Ash Shalabi, “Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Utmaniyah”, Pustaka Kautsar, Jakarta
Ali Muhammad Ash Shalabi, “Sirah Ammirul Mukminin Utsman bin Affan; Syahshiyatuhu wa ‘Ashirohu”, Dar Al-Ma’rifah, Beirut, Lebanon
David Samuel Margoliouth, 1905 “ Muhammad and the Rise of Islam” London
Daniel George Edward Hall, 1955 “ A History of South East Asia” Mac Milan, London
Gabriel Ferrand, 1922 “ L’Empire Sumatranais De Crivijaya” Librairie Orientaliste, Paris
George Coedes, Luis Charles Damais, 1992 “Srivijaya History, Religion & Language of an early Malay Polity”, Collected Studies, MBRAS
Habib Burhanuddin Azmatkhan, 1929 “Qhishsotud Dakwah fii Arahbiliyyah” TT
Imam As-Suyuthi, 2010 “ Tarikh Al- Khulafa : Ensiklopedia Pemimpin Ummat Islam dari Abu Bakar hingga Mutawakkil” Mizan, Jakarta
Imam Hakim Al-Naisaburi, 1997 “Al-Mustadrak Ala Ash- Shahihain” Darr Haromain, Qahirah
Jean Belman Taylor, 2003 “ Indonesia : Peoples and Histories” Yale Universty, London
Jamess T. Collins, 2005 “Bahasa Melayu, Bahasa Dunia- Sejarah Singkat” KITLV, Jakarta
Jean Gelman Taylor, 2003 “Indonesia: People and Histories New Haven” Yale University Press, London
Muhammad bin Abdullah bin Bathutah, 2009 “Rihlah Ibnu Bathutah” Darul Aqrom Mesir
Martin Stuart Fox, 2003 “A Short History of China and Southeast Asia : Tribute, Trade, and Influence” Allen and Unwin, London
Martin Lings, 1994 “Muhammad : His Life Based on The Earliest Sources” Suhail Academy, Lahore
Majid Ali Khan, 1998 “Muhammad the Final Messenger” Islamic Book Service, New Delhi
Muhammad Husayn Haykal, 1993 “ The Life of Muhammad (Transeleted From The 8th Edition By Ismail Ragi A. Al-Faruqi), Islamic Book Trust. Kuala Lumpur
Merle Calvin Ricklefs (1991) “A history of modern Indonesia”, Macmillan, London
Oliver Williams Woltres, 1967 “Early Indonesian Commerce : A Study of The Origins of Srivijaya” Cornell University Press, Ithaca
Raden Muhammad Akib, 1929 “Islam Pertama di Palembang”
Rizki Ridyasmara, 2006 “ Gerilya Salib di Serambi Makkah” Pustaka Alkautsar, Jakarta
Raghib As Sirjani, 2009 “Madza Qaddamal Muslimuna lil ‘Alam Ishamaatu Al Muslimin fi Al Hadharah Al Insaniyah”, Mu’assasah Iqro, Mesir
Syaikh Shafiyyurrahman Al- Mubarokfuri, 2002 “ Sirah Nabawiyah” Pustaka Kautsar, Jakarta
Sir Thomas Walker Arnold, 1968 “The Preaching of Islam : A History of Propagation of Muslim Faith” Independently Published, London
Shohibul Faroji Azmatkhan, 2005 “Ekspansi Islam Era Utsman bin Affan” Madawis.
Shohibul Faroji Azmatkhan,2005 “Ensiklopedi Sahabat Nabi, Volume 1-5”, MADAWIS
Syed Qodarullah Fatimi, 1963 “ Islam Comes to Malaysia” MSRI,Ltd, Singapore
Syed Qodarullah Fatimi, 1963 “ Two Letter From the Maharaja to The Khilafah” Islamic Studies, Islamabad
Syed Muhammad Naquib Al- Attas, 2011, “Historical Fact and Fiction” UTM, Kuala Lumpur
Sucipto, Sumitro, ed, 2009, “Perkembangan Masyarakat Pada Masa Kerajaan Hindu Buddha Serta Peninggalannya” Tiga Serangkai, Solo
Slamet Muljana, 2006, Sriwijaya (Dalam Bahasa Indonesia), LKiS Yogyakarta
Paul Michel Munoz, 2006 “ Early Kingdoms of the Indonesia Archipelago and the Malay Peninsula” Didier Millet, Singapore
Yusuf Ats-Tsaqofi, “Mawqif Uruba min Ad-Daulat Al Utsmaniyyah”.TT
Zainuddin HM, 2013 “Asal Usul Kota-Kota di Indonesia”, PT. Zaytuna Ufuk Abadi, Jakarta.
Zainal Abidin Ahmad, 1979 “ Ilmu Politik Islam V: Sejarah Islam dan Ummatnya Sampai Sekarang”, Bulan Bintang, Jakarta