Akibat Kesalahan Tim PHO Berimbas Joko Kabid SMA Disdik Sumsel  Jadi Terdakwa

waktu baca 6 menit
Sabtu, 27 Jul 2024 14:18 0 80 Redaktur Romadon

 

Palembang, Pelita Sumsel- Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek unit sekolah baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca tahun anggaran 2022, senilai Rp 2 miliar 247 juta lebih menelan kerugian negara Rp 719 juta. Kembali dihadirkan di persidangan, Jumat (26/7/24).

Para terdakwa, yakni Joko Edi Purwanto sebagai Kabid SMA Diknas Sumsel dan PPK, terdakwa Indra SE sebagai penyedia jasa konstruksi dan terdakwa Adi Saputra ST selaku konsultan perancana pengawas.

Ketiganya dihadirkan di persidangan yang diketuai majelis hakim Pitriadi SH MH didampingi Masriati SH MH, di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang kelas IA khusus.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari OKU Selatan Solihin SH dan Bob SH menggali keterangan para saksi secara bergiliran. Saksi Ridwan sebagai Ketua PHO mengatakan ia bersama Abu Kosim dan Munawar turun ke lokasi. Dan saat itu PPTK tidak turun dan PPK Joko Edi Purwanto juga tidak turun. Lalu untuk PHO pekerjaan pada tanggal 28 November 2022.

“Saat PHO, ada pekerjaan yang harus diperbaiki, seperti pengecatan dan lantai yang berantakan, kemudian kerapian, untuk pipa amburadul, seharusnya di dalam tanah. Lalu pekerjaan plafon tidak ada, karena dialihkan untuk penimbunan. Tapi tidak ada FHO,” jelas saksi Ridwan.

JPU pun mencecar saksi Ridwan sebagai PPTK, bersama saksi Ujang Sangkut dan saksi Abu Kosim.

“Apa pernahkan menerima uang dalam pekerjaan ini, dari terdakwa Indra selaku kontraktor?,” tanya JPU.

Saksi Ridwan mengakui menerima uang Rp 500 ribu. Lalu saksi Ujang Sangkut dan Abu Kosim mengakui, menerima masing – masing menerima uang Rp 300 ribu.

Advokat Arief Budiman kemudian menggali keterangan saksi Firdaus. Yang pada waktu di titik nol, ia mengaku tidak datang. Namun sewaktu ada BPKP ia datang ke lokasi. Saksi Firdaus pun mengaku, katanya tidak ada ia menerima uang.

Selanjutnya advokat Marulam Simbolon SH giliran mencecar saksi Firdaus, saksi mengaku setelah menjadi PPTK, ia baru tahu proyek ini, SK yang ia terima tanggal 18 Oktober 2022.

Sementara saksi Nasrul, sendiri mengaku baru pertengahan September 2022, SK sebabagai PPTK keluar, bersamaan dengan pak Joko Edi Purwanto.

Lalu keterangan saksi Regita tenaga honorer di Dinkas Provinsi Sumsel, mengatakan selama bekerja, ia tidak pernah melihat dan mendengar kalau terdakwa Joko Edi Purwanto itu pernah menerima uang dalam pekerjaan USB SMAN. Keterangan itu juga dipertegas saksi Nasrul, saksi Firdaus dan saksi Ridwan.

Regita juga mengatakan kepada kuasa hukum terdakwa Indra, bahwa pesan Whatsapp, ia dengan terdakwa Indra, tapi ia ada perintah membuat CCO dari atasannya yakni Firdaus selaku PPTK dan Joko Edi Purwanto sebagai KPA.

“Saya baru tahu ada CCO sewaktu ada tim BPK RI turun. Kemudian saya diperintah atasan saya untuk membuat CCO,” kata Regita.

“Mana yang benar? Regita tahu ada CCO, setelah ada permintaan dari CV Hasta Karya, atau sesuai keterangan BAP atau yang mana? desak majelis hakim.

“Saya bekerja dibawah Kabid SMA pak Joko Edi P, saya tugasnya staf kurikulum, administrasi keluar masuknya surat kurikulum. Saya diminta tolong diluar tupoksi, menyiapkan dokumen kelengkapan pencarian, tapi saat itu tidak ada dokumen CCO,” kata saksi Regita.

Giliran tim kuasa hukum Indra, selaku kontraktor meminta agar saksi Nasrul diproses lebih lanjut oleh jaksa. Meski saksi Nasrul sebagai PPTK Diknas Provinsi Sumsel mengatakan tidak ada menerima uang Rp 17 juta dari terdakwa Indra.

Saudara Nasrul untuk diproses lebih karena menerima uang dari pekerjaan ini. Tim kuasa hukum akan mengirim surat ke JPU Kejari OKU Selatan.

Senada, dengan tim kuasa hukum terdakwa Adi Saputra juga akan melayangkan surat ke Kejari OKU Selatan, agar memproses mereka yang terlibat dalam perkara ini. Meminta jaksa untuk tidak tebang pilih.

Kembali majelis hakim mencecar saksi Nasrul. “Pak Nasrul ada menerima uang Rp 17 juta, dari pekerjaan ini?,”

“Tidak ada yang mulia,” kata Nasrul.

“Jadi siap kalau nanti dihadirkan lagi ya,” timpal majelis hakim.

“Iya Siap,” timpal Nasrul.

Pitriadi pun menegaskan, tentu bagi siapa saja yang terlibat untuk diproses hukum. Tentu dengan menunjukan bukti – bukti agar tidak main tuduh saja.

“Ini edukasi ya, kita sangat butuh peran aktif masyarakat dalam pemberantasan tindak korupsi. Kalau ada masyarakat, termasuk kuasa hukum tahu ada tindak pidana korupsi, laporkan!. Dan kewenangan jaksa untuk menetapkan tersangka, tentu dengan bukti – bukti yang benar,” timbang ketua majelis hakim.

Advokat Hapis Muslim SH mengatakan bahwa dari pemeriksaan saksi – saksi terungkap, pertama pelaksanaan tender LPSE dari keterangan saksi menggunakan akun terdakwa Joko Edi Purwanto, padahal saat itu masih menjabat sebagai Kabid PKLK.

“Dan memang akun itu ada pada saksi Agustra, namun bukan untuk peruntukan bidang SMA. Karena Kabid SMA masih dijabat Masherdata dan masih memiliki akun untuk bidang SMA,” ujarnya

“Kedua, dari PHO yang dilaksanakan sangat jelas terungkap fakta, bahwa ada kesalahan fatal. Dalam pelaksanaan PHO, jadi berdasarkan CCO yang diajukan pada saat di lapangan, dan tidak ada tanda tangan kepada tim PHO. Dan itu dilaporkan hasilnya baik. Konsultan melaksanakan pekerjaan dengan baik,” tambah Hapis.

“Artinya kesalahan dari Tim PHO, inilah yang menjadi beban terdakwa Joko Edi Purwanto. Tim PHO dari PPTK yang melaksanakan adalah ketua timnya saksi M Ridwan, saksi Firdaus dan saksi Ujang Sangkut dan Abu Kosim. Jadi kesalahan 4 orang ini dibebankan kepada terdakwa klien kami dan menjadi perkara ini, jadi hal itu yang sudah terungkap,” tegasnya

Arief Budiman SH MH melanjutkan kepada Simbur, dari fakta persidangan, semua saksi panitia posisinya dibawah kliennya Joko Edi P sebagai PPK dan KPA. Tapi kesalahan yang dibawah mengakibatkan kliennya Joko Edi P menjadi tersangka.

“Tim PHO melakukan kesalahan pekerjaan sudah dinyatakan 100 persen, dan sudah baik. Nyatanya, temuan audit teknik itu, semuanya tidak baik. Dari ketidak rapian pemasangan pintu, plafon dan cat, dan sebagainya, semuanya tidak sesuai. Sehingga nilai ini yang menimbulkan kerugian negara. Akibat pekerjaan yang dibawah. Berimbas ke klien kita akibat dari tim PHO, yang menentukan pekerjaan ini sudah 100 persen,” timbang Arief.

“Dari persidangan ini juga terungkap ada pihak – pihak lain yang menerima uang. Bahkan nilainya besar, ada senilai uang Rp 57 juta itu kepada saksi Firdaus sebagai PPTK, dan uang Rp 17 juta kepada saksi Nasrul juga PPTK. Dan ada untuk tim PHO ketuanya saksi M Ridwan Rp 500 ribu, lalu saksi Ujang sangkut dan Abu Kosim masing – masing Rp 300 ribu,” terangnya.

Terhadap pihak kuasa hukum dari terdakwa Indra dan tim kuasa hukum terdakwa Adi, meminta supaya jaksa memproses pihak – pihak yang menerima aliran dana, serta tidak tebang pilih. Arief Budiman pun secara tegas menyatakan hal yang sama.

“Harus dijadikan tersangka. Karena ini, mereka menerima lebih besar, dan jaksa sudah tahu. JPU juga sudah tahu, keterangan dari terdakwa pelaksana.Bahwa permintaan Firdaus, karena menjual aparat penegak hukum yang dijual namanya, itu ada saksinya,” tutup Arief Budiman.

LAINNYA