Gambar_Langit Gambar_Langit

Solusi Penanganan Illegal Drilling di Muba

waktu baca 8 menit
Rabu, 10 Nov 2021 13:48 0 127 Admin Pelita

Kegiatan illegal drilling yang marak terjadi pada Desa Pompa Air dan Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Musi Banyuasin  Provinsi Sumatera Selatan. Sektor minyak merupakan sektor yang sangat membuat sektor ini rentan akan berbagai tindak kejahatan, pencurian minyak terjadi hampir setiap hari dalam tiga modus yaitu illegal tapping, illegal drilling dan penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Kegiatan pencurian minyak melalui illegal drilling seakan menjadi cerita yang tidak berkesudahan, dan baru –baru ini terjadi kecelakaan dengan meledaknya tiga sumur minyak ilegal di Dusun V, Desa Keban I,Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan pada Senin (11/10/2021)

Terbakarnya sumur minyak liar dari proses pengeboran ilegal atau illegal drilling di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel), sebenarnya sudah sering terjadi. Terlebih, kejadian tersebut banyak memakan korban jiwa, dan hingga kini solusi atas permasalahannya belum menemui titik terang.

Berdasarkan catatan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), yang dikutid dari kompas.com jumlah aksi pengeboran minyak ilegal mencapai 137 kegiatan pada 2018. kasus tersebut meningkat menjadi 195 kegiatan pada 2019. Sementara, pada 2020, angkanya naik 119 kasus menjadi 314 kegiatan illegal drilling. Masih dari data yang sama, titik utama pengeboran ilegal tersebar di delapan provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Riau, Kalimantan Timur (Kaltim), Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim).

Berdasarkan data Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), tindakan tegas telah dilakukan oleh aparat keamanan terhadap pelaku kegiatan illegal drilling. Pada tahun 2018 telah ditetapkan 168 tersangka, kemudian pada 2019 ditetapkan 248 tersangka, dan pada 2020 ditetapkan 386 tersangka.

Bahkan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuaasin meminta agar Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas  (SKK Migas) dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terkait terjadinya kebakaran di Dusun V, Desa Keban I,Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan pada Senin (11/10/2021)

“Jangan sampai ada korban jiwa, oleh sebab itu ini harus ditangani segera agar api cepat padam,” tegas Sekretaris Daerah (Sekda) Muba, Drs H Apriyadi MSi

Sementara itu, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Drs Toni Harmanto MH menyampaikan beberapa rekomendasi untuk penanganan Illegal Driling ini diantaranya Komitmen aparat (CJS) untuk bertindak dalam gakkum berani tegas dan tuntas dalam penanganan illegal drilling di wilayah Provinsi Sumsel, Komitmen FKPD dan stakeholder secara bersama-sama (multi doors system) dalam mencari solusi yang terbaik bagi pelaku dan lingkungan pasca kegiatan illegal drilling.

“Penyiapan lapangan kerja yang memadai untuk masyarakat yang melakukan penambangan illegal oleh pemprov dan pemkot. Sanksi hukum yang tegas bagi hilir (koorporasi) SPBU dan pelaku perorangan illegal drilling untuk memutus mata rantai yang menampung penegakan hukum penadah serta monitoring secara kontinuitas”, terangnya. dikutip dari kompas.com

Selanjutnya, pelaku penambang illegal drilling dapat dilakukan perekrutan ke perusahaan sebagai upaya pembinaan masyarakat penambang Illegal drilling (perusahaan sebagai bapak angkat bagi masyarakat Penambang). Pemberian berupa CSR pelatihan & enyediaan lapangan pekerjaan berupa security yang diarahkan kepada perusahaan dan pabrik yang ada di Kabupaten Muba. Melakukan upaya recovery di lahan konservasi bekas illegal drilling guna perbaikan kondisi lingkungan pasca penambangan illegal drilling. Serta lakukan lidik & gakkum terhadap pemodal illegal drilling.

Di kesempatan lain dalam konferensi pers virtual belum lama ini. Dikutip dari dunia-energi.com, Deputi Operasi SKK Migas, Julius Wiratno  mengungkapkan saat ini pemerintah tengah mengkaji perubahan regulasi yang diharapkan bisa menjadi jalan untuk menekan dan tidak menutup kemungkinan bisa berantas pengeboran sumur minyak ilegal. Pembicaraan revisi Permen ESDM No 1 Tahun 2008 tentang pengusahaan sumur tua sudah dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder utamanya dengan pemerintah daerah.

“Sekarang dalam penanganan melibatkan banyak pihak Pemprov, Pemkab kita usahakan merevisi Permen usulkan juga kajian study bagaimana tangani ilegal drilling,” kata Julius dalam konferensi pers virtual belum lama ini.

Julius menuturkan akan ada dua provinsi yang akan jadi wilayah uji coba pemberlakukan Permen baru tersebut yakni di Jambi dan Sumatera Selatan.

Dia menjelaskan salah satu poin krusial yang akan diatur dalam revisi aturan tersebut adalah terkait harga jual minyak dari hasil para penambang ke Pertamina.

“Ini hal-hal yang perlu kita cover di revisi permen tadi masalah harga dari Pertmaina terlalu murah di luar lebih mahal ini yang kita coba dan lebih baik lagi sudah di FGD dengan gubernur bupati untuk bisa segera ditangani,” jelas Julius.

Aturan memang harus diperkuat. Dengan adanya payung hukum yang kuat maka aparat penegak hukum bisa bergerak dengan lebih leluasa.

“Kita sudah tutup ratusan sumur juga tapi seperti itulah muncul lagi saat harga minyak naik, marak lagi. Dengan payung hukum bantuan aparat penegak hukum. akan kita berdayakan KUD dan BUMD untuk bisa terlibat aktif,” ungkap Julius.

Begitu juga Direktur Eksekutif Reforminer Insntitute, Komaidi Notonegoro  menyatakan bahwa keberadaan aktifitas pengeboran sumur ilegal tentu berdampak juga kepada iklim investasi hulu migas yang saat ini tengah dibangun pemerintah.

“Tentu akan memberikan dampak pada iklim investasi. Ini bagian risiko yang membuat investor akan berfikir ulang untuk melakukan investasi,” ungkap Komaidi

Dia mengakui kasus pengeboran sumur minyak ilegal terus menerus berulang lantaran regulasi yang belum begitu kuat. Dia menyarankan dalam regulasi seharusnya disebutkan juga peran serta keterlibatan pemerintah dan aparatur daerah secara jelas.

Komaidi menilai keterlibatan pemerintah daerah dalam memberantas pengeboran minyak ilegal sangat wajar lantaran selama ini daerah juga telah menikmati manfaat positif dari kegiatan industri migas yang resmi.

“Saya kira perlu ada regulasi yang memberikan tanggungjawab dan melibatkan aparatur di daerah. Bagaimanapun daerah juga telah mendapat manfaat positif dari dana DBH Migas dan program CSR Industri migas. Sehingga memang sudah selayaknya ikut berkontribusi,” jelas Komaidi.

Sementara itu, Ahmad Redi, Pakar Hukum Pertambangan, menyatakan masalah hukum ilegal tapping dan ilegal driling ini lebih ke aspek pengawasan dan penegakan hukum. Jadi tinggal konsistensi pemerintah dalam menjalankan regulasi yang diperlukan.

Upaya pencegahan ini sebenarnya harus diutamakan. Menurut Redi dengan upaya preventif berupa pengawasan terhadap seluruh perbuatan ilegal driling dan ilegal tapping masih belum optimal.

“Pengawasan yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun penegak hukum menjadi pilar penting agar tindakan ilegal ini bisa dicegah,” tegas Redi.

Sinergi Lintas Sektor

Pemberantasan pengeboran sumur minyak ilegal memang tidak bisa dikerjakan oleh salah satu instansi saja. Diperlukan sinergi lintas kementerian maupun lembaga yang sudah terlebih dulu memiliki kesamaan visi dalam pemberantasan tindakan yang merugikan bagi negara, masyarakat dan lingkungan tersebut.

Andhi Nirwanto, Penasihat Ahli Kepala SKK Migas menegaskan bahwa pihaknya segera mencari solusi penanganan illegal drilling yang berpotensi mempercepat habisnya sumber daya alam (SDA) migas.

Andhi mengusulkan pembentukan tim satuan tugas (satgas) untuk menangani illegal drilling pada wilayah yang akan ditetapkan sebagai lokasi kegiatan percontohan atau pilot project.

Nantinya, tim satgas akan dibentuk di wilayah-wilayah kerja migas lainnya. “Dari law enforcement atau penegakan hukum, sudah ada aturannya. Kalau sudah dilakukan sosialisasi tapi masih juga dilakukan, harus ada penegakan hukum,” jelas Andhi.

A Rinto Pudyantoro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, menyatakan ada sejumlah rekomendasi dari SKK Migas yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka menangani pemboran sumur ilegal diantaranya pembentukan Tim Gabungan Antar Instansi terkait yang dikoordinir oleh Kemenko Polhukam untuk melakukan penghentian kegiatan sumur ilegal dan mengatur Tata Kelola Pengusahaan bekas Sumur Ilegal.

“Serta melaksanakan moratorium untuk pendataan jumlah dan potensi Produksi sumur ilegal terutama yang di luar WK KKKS,” ungkap Rinto.

Tidak hanya dari sisi hulu, sisi hilir bisnis minyak ilegal ini juga perlu diberikan perhatian serius. Bisnis Hilir Ilegal seperti pengangkutan, penampungan, dan penyulingan minyak ilegal harus dilarang.

Lokasi yang sudah ada sumur ilegal dikelola oleh PEMDA melalui BUMD sebagai koordinator bekerja sama dengan masyarakat setempat.

“Lokasi sumur ilegal di luar WK permintaan persetujuan diajukan oleh BUMD melalui PEMDA ke Kementerian ESDM dan untuk lokasi sumur ilegal di dalam WK permintaan persetujuan diajukan oleh BUMD melalui KKKS-SKK Migas ke Kementerian ESDM,” jelas Rinto.

Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah edukasi kepada masyarakat harus terus digalakan tentang bahaya terlibat dalam pengeboran sumur minyak ilegal. “Khususnya yang terkait dengan kerusakan lingkungan dan aspek keselamatan kerja,” ujar Rinto.

Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Anggono Mahendrawan menegaskan bahwa dalam pengelolaan SDA migas dilakukan dengan cara yang benar agar ada pemasukan bagi negara dan daerah. Jika dilakukan secara illegal, tentu hasilnya akan masuk ke kantong pribadi.

Selain upaya penindakan, kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai dampak buruk kegiatan illegal drilling dan illegal tapping juga terus dilakukan oleh SKK Migas bersama dengan berbagai pemangku kepentingan dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas A. Rinto Pudyantoro mengatakan, SKK Migas tidak memiliki kewenangan penindakan terhadap kegiatan illegal drilling.

“Untuk itu SKK Migas menjalin kerjasama dengan aparat keamanan dalam penanganan illegal drilling dan kerja sama tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2003. Kolaborasi ini tertuang dalam nota kesepahaman bidang penegakan hukum dan bidang pengamanan,” katanya pada Selasa (9/11/2021) di Jakarta.

“Untuk menekan jumlah aksi ilegal tersebut, kami membutuhkan dukungan Bapak KAPOLRI, utamanya terkait dengan penegakan hukum. Dengan demikian, masalah di lapangan dapat tertangani,” imbuh Rinto.

Lebih lanjut Rinto menyampaikan, nota kesepahaman tersebut juga sudah ditindaklanjuti melalui penyusunan pedoman kerja ataupun Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk penanganan kegiatan yang lebih spesifik. Saat ini, SKK Migas telah mengeluarkan 14 PKS yang meliputi kolaborasi bersama 10 Kepolisian Daerah dan 28 KKKS.

Rinto menambahkan, pelaksanaan PKS dinilai efektif untuk menekan gangguan keamanan yang berpotensi mengganggu operasional hulu migas. Beberapa gangguan ini adalah pencurian peralatan operasi, illegal drilling dan illegal tapping, penyerobotan lahan operasi, serta masalah-masalah sosial di sektor hulu migas.

“Penanganan yang komprehensif melibatkan berbagai instansi sangat dibutuhkan, ada permasalahan ekonomi dan sosial yang membutuhkan peran instansi lain, agar tindakan tegas yang telah dilakukan aparat keamanan menjadi lebih efektif. Jumlah 4.500 sumur illegal drilling yang teridentifikasi diseluruh Indonesia menunjukkan kompleksinya persoalan ini dan membutuhkan penyelesaian tidak hanya dari aspek penindakan hukum”, ujar Rinto.

Upaya lain yang telah dilakukan SKK Migas untuk penanganan kegiatan illegal drilling adalah dengan membentuk tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal, serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal. Terakhir, diskusi hasil kajian dan konsep Perpres serta Permen Menteri ESDM telah dibahas bersama Itjen ESDM, Setjen ESDM, Ditjen Migas, Polda Jambi, dan Kemenko Polhukam RI.

 

Penulis : Firwanto M Isa

LAINNYA