Palembang, Pelita Sumsel – Gonjang ganjing perubahan kurikulum di Indonesia termasuk di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mulai semenjak era reformasi, hal ini menjadi keperihatinan kalangan pendidikan di Provinsi Sumsel.Untuk itu perlu adanya Peraturan Menteri mengenai pembatasan kurikulum agar tidak ada lagi terjadi lagi gonjang ganjing kurikulum.
Praktisi Pendidikan Sumsel yang juga Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Kota Palembang Dr Suherman SPd Msi mengharapkan kepada Pusat Kurikulum (Puskur) agar harus ada pembatasan usia kurikulum di Indonesia.
“Supaya kita tergonjang ganjing perlu adanya peraturan menteri (Permen) minimal permen ada pembatasan usia kurikulum , karena semenjak kita menggunakan kurikulum 2004 pergantian presiden, pergantian menteri selalu berganti kurikulum itu image yang sangat berbahaya di Indonesia, “ katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis (5/11).
Sebelumnya mulai zaman orde baru Indonesia sudah memiliki kurikulum tahun 1974 , kurikulum 1984, kurikulum 1994 , revisi kurikulum 1999.
Lalu setelah era reformasi di tahun 1997-1998 ada perubahan kurikulum di Indonesia dimana dilaunching kurikulum tahun 2004. Dan di tahun 2006 sudah di pakai Indonesia Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 sehingga banyak selama dua tahun melakukan evaluasi kurikulum itu kalau batas usia kurikulum maksimal 2 tahun.
“Minimal kita bisa mengevaluasi kurikulum itu tingkat SD 6 tahun , tingkat SMP 3 tahun, tingkat SMA/SMK 3 tahun .Kalau dua tahun apa yang kita evaluasi karena usia KBK itu hanya dua tahun sementara yang harus kita teliti itu minimal tiga tahun , batas tahun keempat baru kita bisa menghasilkan produknya , apa hasilnya, inputnya apa, apa outputnya bisa ketahunan tapi kalau usianya dua tahun tidak bisa ,” kata Wakil Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Provinsi Sumsel ini.
Dan permasalahan besar sekarang menurutnya, kurikulum tahun 2018 (K13) sudah di pakai tapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim akan melakukan review kurikulum di tahun 2020.
“Permasalahan kita itu adalah guru sebagai tonggak kerucutnya dibidang pendidikan , kalau kita berganti lagi nanti di revisi kurikulum tahun 2020 tentunya harus meningkat kualitas dan kuantitas guru dan siswa harus siap termasuk stekholdernya wali murid, pergantian revisi , pergantian buku yang harus kita pakai, ini menjadi pertimbangan besar pemerintah, saya berharap silahkan jalankan K13 sampai tahun 2023, “ katanya.
Dirinya tidak berharap di zaman Mendikbud Nadiem Makarim adanya kurikulum tahun 2020 yang diramping dari K13.
“Kalau memang ada perbaikan kurikulum, saya minta itu untuk tahun 2024 ada rancangan terbaru, kalau batasan tidak sampai usia 10 tahun yang gonjang ganjing dan amburadul adalah guru, karena guru itu adalah tonggak pendidikan di Indonesia, karena guru salah satu mengimplementasi dari kurikulum, stekholder kita adalah siswa, kemudian yang memegang peran wali murid di bidang ekonominya, pergantian kurikulum pergantian buku, pergantian kebijakan,” katanya.
Dia juga melihat titik kelemahan di Indonesia belum menyelenggarakan kurikulum secara serentak contohnya di K13 menggunakan dua kurikulum KTSP dan K13.
“Itu yang ada di Indonesia, didunia tidak , saya berharap kepada pak Menteri nanti jangan ada perubahan kurikulum, perubahan kebijakan, kalau toh nanti K13 saya berharap kalau ada revisi jangan dilakukan, karena menteri ada wacana akan menunjuk beberapa sekolah , kalau sudah matang laksanakan secara serentak ,” katanya.
Selain itu dia berharap, Presiden RI juga harus memanggil praktisi pendidikan di Indonesia untuk menyikapi kurikulum ini . Namun kurikulum akan berjalan dengan baik apabila di dukung oleh masyarakat dan sekolah. Dia juga berharap kepada Presiden RI dan Mendikbud Nadiem Makarim agar pelajaran sejarah tetap 4 jam di IPS dan 2 jam di IPA dan IPS untuk sejarah Indonesia.
“ Tidak ada perampingan kurikulum, itu yang saya harapkan. Mudah-mudahan wacana yang kita lakukan itu dapat berjalan dengan baik, apa yang kita lakukan itu kemarin di Museum Sumsel Balaputra Dewa berbuah manis walaupun perjuangan ibu Merry dan kawan-kawan itu berat, kita harus bagaimana menjadikan pelajaran sejarah menjadi pelajaran sangat penting, karena sejarah adalah cabang ilmu-ilmu yang lain ,” katanya. (jea)