Prabumulih. Pelita Sumsel – Akibat musim kemarau sejak berapa bulan terakhir memang cukup dirasakan oleh masyarakat. Dimana masyarakat kesulitan air guna memenuhi kebutuhan hidup. Namun sebaliknya, musim kemarau tak selamanya membuat masyarakat sengsara. Justru kesempatan ini dimanfaat sebagian masyarakat untuk mengais rezeki.
Seperti halnya Sungai Kelekar yang kini kondisi airnya surut. Sepanjang tahun dimana sungai itu dijadikan warga tempat mencari pasir.
Pantauan media ini di lapangan, Sungai Kelekar kini kuantitas airnya tak mencapai semeter lagi dari dasar sungai. Bukan hanya itu, air sungai juga sudah berwarna kuning dan ditambah lagi berbau tak sedap.
Terutama sungai yang berada dibelekarang Villa Cambai, Kelurahan Cambai, Kecamatan Cambai Kota Prabumulih Sumatera Selatan ladang warga mencari rezeki, yang dipenuhi sebagian besar oleh sampah rumah tangga seperti plastik dan kantong asoy dibuang warga ke dalam sungai.
“Yo dek, memang kalo musim kemarau dateng. Aku ruten setiap tahun nyarike paser di sungai ini,” ungkap Hen (45), salah satu warga mencari pasir di Sungai Kelekar ketika dibincangi Berantassumsel, Senin (15/7/2019).
Menurutnya pria tersebut tak menampik agak kesulitan mengambil pasir di dalam sungai dengan kondisi sungai surut ini. Lantaran sungai banyak dipenuhi sampah-sampah plastik.
“Dengan begitu. Setidaknyo hal ini membuat kito jadi agak lambat ngembek paser. Karno paser terkadang bercampor dengan sampah-sampah itu terpendam di dalam sungai,” imbuhnya seraya mengatakan pasir yang dijualkannya kepada pembeli depot seharga Rp 60 ribu perkubik.
Sementara perhari, kata dia, keluarga cuma mendapatkan pasir dengan dibantu sang istri tercinta sejak siang hingga sore hari.
“Alhamdulillah kalo dua kubik perhari kito dapet pasirnyo,” imbuhnya pekerjaan pasir ini memang sudah lama dilakoninya.
Tak jauh berbeda diungkapkan Zainal Arifin (56) pencari pasir lainnya. Diakuinya, kemarau atau pun tidak kemarau pekerjaan berpasir di Sungai Kelekar ini sudah menjadi rutinitas kesehariannya.
“Kalau soal pekerjaan enak la berpasir saja ketimbang pekerjaan lainnya. Karena pekerjaan ini tak diatur-atur orang,” terangnya ketika dikonfirmasi terpisah di sela-sela istrahatnya tadi siang.
Dikatakannya, harga pasir yang dijualkan pencari pasir khususnya di sungai sekitar ini. Yakni mayoritas harga sama-sama Rp 60 ribu perkubiknya.
“Hanya saja yang membedakan itu. Pembeli pasir-pasir ini ada yang sama harganya dan pula pun sebaliknya tidak asal depot,” tambahnya lelaki paruh baya domisili di Kelurahan Gunung Ibul Barat (GIB) Kecamatan Prabumulih Timur.
“Kalau mereka (kawan-kawan, red) kita mencari pasir ini. Mereka memang rata-rata bekerja selesai aktivitas dari nyadap karet,” bebernya.
“Menurutnya, mereka terpaksa mencari pasir ini. Hanya sebatas pekerjaan sambilan saja, yang mana hal ini akibat harga komoditas karet dipasaran terus merosot,” sebutnya.
“Sementara kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) rumah tangga terus melonjak naik. Dan, terlebih biaya kebutuhan anak-anak masuk sekolah semacam tahun ajaran baru tahun ini cukup mahal. Ya, terpaksa mau tak mau mereka harus cari jalan lain atau banting stir demi menghidupi keluarga kami,” keluhnya pasir yang diambil dirinya di dalam sungai menggunakan alat manual dan disaring pakai tampan sebelum diangkat pakai ember ke darat sungai. (Ajn)