Reporter: Faldy “fly”Lonardo.
Palembang, Pelita Sumsel – Tradisi yang mulai hilang saat 17 Agustus, yakni bendera-bendera hias atau bendera kertas yang biasa menghiasi disetiap gang atau jalan bahkan bendera plastik pun sudah sangat jarang ditemui dari hasil pantauan wartawan Pelitasumsel.com pada senin (20/8) di Palembang, selama peringatan HUT RI ke 73,
Menurut sejarahwan, Kemas Ari Panji sejarah bendera hias itu sebenarnya berangkat dari instruksi A.K. Gani saat rapat tanggal 24 Agustus 1945, sebagai bentuk partisipasi pemuda dan masyarakat untuk memeriahkan pada saat pengucapan ulang naskah proklamasi pada tanggal 25 Agustus 1945 di Kantor ledeng (Kantor Walikota) Palembang, yakni bendera merah putih, umbul umbul dan bendera kertas untuk membakar semangat rakyat Palembang.
“Gani meminta pada mereka untuk melancarkan aksi pemasangan bendera Merah Putih di Kota Palembang, pemasangan spanduk dan poster,” ungkapnya saat ditemui di seputaran jalan Radial Palembang senin (20/8).
Ari Menambahkan bahwa dirinya sangat menyayangkan tradisi – tradisi seperti itu hilang di telan zaman, padahal itu tradisi yang sangat bernilai bagi bangsa ini dan sebenarnya moment yang pas untuk memupuk semangat kebersamaan dan gotong royong warga.
“Dulu pemuda di setiap gang dan kampung, sebelum 17 Agustus, ramai-ramai membuat bendera kertas dengan kertas minyak merah dan putih terus di gantung sepanjang lorong dan gang,kini sudah jarang di temui,”ujarnya.
Sementara itu, pemerhati sejarah Palembang, Rd. Muhammad Ikhsan mengatakan dulu hingga era 1980-an bendera berbahan kertas minyak, mulai dari menggunting dan menempelkannya pada tali benang kemudian memasangnya sepanjang lorong, dibuat oleh warga sebagai simbol semangat kemerdekaan Indonesia dan jiwa kegotongroyongan.
“Kemudian dikenal bendera merah putih plastik yang sudah terangkai dengan tali benang hingga tinggal memasangnya sepanjang lorong di kampung-kampung,” lanjutnya.
Selain itu, Dosen FH Unsri ini menambahkan bahwa di plafon teras toko-toko dipasang juga kertas crep warna-warni, namun sejak membudayanya umbul-umbul berbahan kain dasar yang dibuat sekenanya dan lebih ekonomis karena bisa digunakan berulang kali membuat tradisi sebelumnya ditinggalkan, mungkin dari pertimbangan praktis ekonomis yang digunakan.
“Mestinya pemerintah melestarikan tradisi ini termasuk budaya berhias gerbang lorong lingkungan. Melalui upaya pengkondisian dengan edaran dan himbauan yang diikuti dengan format yang dilombakan. Lomba menghias kampung dengan underline mengutamakan tradisi lama menggunakan bendera kertas minyak ini,” tutupnya.