Palembang, Pelita Sumsel – Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Selatan akan digelar pada pertengahan Juni tahun 2018 mendatang. Meski masih jauh, namun nuansanya sudah begitu panas terutama empat bulan menjelang proses pengusungan oleh parpol atau gabungan parpol dan pendaftaran ke KPUD. Para kandidat kini sedang gencar-gencarnya lobby ke atas, bahkan pada satu dua kasus, kampanye di bawah dibiarkan dahulu karena berpikir yang pokok adalah diusung partai politik. Namun demikian partai politik sendiri justru meminta data perkembangan dukungan di lapangan, hal itu wajar karena dalam pemilihan langsung, keterpilihan calon kepala daerah tergantung pada seberapa ia dikenal, disukai dan dipilih. Pada akhirnya kunci keberhasilan dan kemenangan kandidat dalam Pilkada ditentukan oleh pemilih. Partai hanya mengantar, partai menjadi kendaraan politik, pemilih yang memutuskan.
Dalam pemilihan langsung suara setiap pemilih mempunyai nilai yang sama. Karena itu kuantitas pemilih menjadi faktor penting dalam Pilkada. Karakteristik demografis, kondisi psikologis dan kecenderungan perilaku pemilih penting untuk diketahui. Pemahaman mengenai peta pemilih secara objektif pasti diperlukan partai politik dan stakeholder pilkada, demikian juga pengetahuan terhadap aspirasi publik. Terutama untuk mengetahui sejauh mana keinginan tersebut dapat dimaknai dan disikapi apalagi pada Pilkada Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018 mendatang, Petahana tidak ikut serta karena sudah 2 periode masa jabatan. Kondisi tersebut membuat kontestasi jadi semakin terbuka bagi para kandidat.
Karena itulah Stratakindo Research and Consulting menggelar survei opini publik pilkada Sumsel 2018 untuk yang ketiga kalinya. Direktur Stratakindo, Octarina Soebardjo menyatakan publik boleh-boleh saja mengetahui peta kekuatan para kandidat yang akan maju dalam Pilkada itu dan melalui survei akan diketahui seberapa tinggi kandidat yang muncul dikenal, disukai, dan seberapa banyak mereka diinginkan oleh pemilih untuk menjadi kepala daerah.
Octarina menjelaskan, survei dilakukan untuk mengetahui trend perilaku pemilih. Variabel penting yang diuji dalam survei adalah dimensi sosiografi serta dimensi psikologis dan pencitraan publik. Kualitas kandidat dan psikologi massa dipandang sebagai faktor paling menentukan “pilihan politik pemilih”. “Survei ini menguji sejauh mana tingkat popularitas nama-nama yang mulai beredar dan bagaimana probabilitas keterpilihannya? Seberapa kuat modal dukungan dan sebaran dukungan yang dimiliki? Faktor apa saja yang mampu mempengaruhi pilihan politik pemilih? Bagaimana pemilih bersikap terhadap isu yang berkembang, dan bagaimana akses mereka terhadap saluran media yang ada? Dan bagaimana mereka, yakni para pemilih, memberikan evaluasi kinerja pemerintah Daerah selama ini?” ujarnya.
Oktarina menambahkan, survei juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh sosial ekonomi dan status para pemilih terhadap keputusan memilih dan elektabilitas kandidat? Apakah terjadi polarisasi pilihan berdasarkan demografi? Adakah langkah strategis yang bisa dilakukan untuk mempengaruhi pilihan politik pemilih? “Pertanyaan lainnya yang juga penting, apakah Praktik Money Politics atau Vote Buying dan Kinerja Partai juga mampu merubah pilihan politik pemilih, dan seberapa kuat pengaruhnya?” ungkapnya.
Survei ketiga Pilkada Sumsel yang dilakukan Stratakindo dilaksanakan dari 5 – 10 September 2017, populasi survei adalah seluruh masyarakat Provinsi Sumatera Selatan yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah. Jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak 820, dengan margin of error sebesar ± 3,5% pada tingkat kepercayaan 95%. Responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara terlatih. “Satu pewawancara bertugas untuk satu kelurahan atau satu desa yang terdiri hanya 10 responden. Quality control secara random sebanyak 20% dari total sampel dilakukan oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. Waktu wawancara lapangan 5 – 10 September 2017,” demikian jelasnya saat rilis survei Stratak Indonesia (Stratakindo) Research and Consulting di Palembang. (13/9).
Selanjutnya peneliti Stratakindo lainnya, Hasan Asy’ari memaparkan temuan pokok dari survei lembaganya yaitu terjadinya kenaikan elektabilitas dari beberapa kandidat. Pada survei 2 – 10 Juni 2017 elektabilitas 14 nama secara tertutup, Syahrial Oesman berada di angka 20,7 persen, pada survei 5 – 10 September 2017 bergerak sedikit ke angka 21,7 persen. Herman Deru bergerak naik lebih banyak, dari angka 17,8 persen naik ke angka 19,2 persen. Sementara Dodi Reza Alex memecahkan rekor, naik dari 8,8 persen naik ke 14,6 persen, artinya naik sebanyak 5,8 persen. Ishak Mekki dari 11,7 naik ke 12,2 persen kemudian Aswari Riva’i merangkak dari angka 5,8 persen ke 6,3 persen namun dua tokoh PDI Perjuangan dalam dua survei berurutan diketahui tidak mengalami perubahan elektabilitas secara signifikan, Edy Santana Putra berada di angka 3,3 persen dan Giri Ramanda Kiemas di angka 2,2 persen. Sementara kandidat lain berada di rombongan dibawah 2 persen seperti Muzakkir Sai Sohar 1,5 persen, Susno Duadji 1,3 persen, Mularis Djhari 0,5 persen, Iskdandar Sahil 0,5 persen, Harunata 0,4 persen, Riduan Effendi 0,3 persen, Mawardi Yahya 0,3 persen dan Sarjan Taher 0,2 persen. Undecided voters dalam survei kali ini sebesar 14,5 persen.
Hasan Asy’ari juga memaparkan temuan popularitas dan kesukaan responden terhadap kandidat. Lima besarnya adalah Syahrial Oesman dikenal oleh 82,1 persen dan disukai oleh 79,8 persen, Herman Deru dikenal 78,2 persen, disukai 80,2 persen, Ishak Mekki dikenal 66,4 persen dan disukai oleh 73,8 persen, Dodi Reza Alex Noerdin dikenal olej 58,8 persen dan disukai 51,6 persen, kemudian Edi Santana Putra dikenal oleh 55,6 persen dan disukai 52,2 persen.
Ditambahkan oleh Octarina Soebardjo, tiga besar hasil survei kali ini adalah Syahrial Oesman dengan capaian elektabilitas sebesar 21,70 persen yang 12,70 persennya adalah pemilih militan. Posisi kedua diduduki Herman Deru dengan elektabilitas 19,20 dan pemilih militan 8,2 persen kemudian posisi ketiga ditempati Dodi Reza Alex Noerdin meraih nilai elektabilitas 14,60 persen dengan pemilih militan sebanyak 7,4 persen.
Octarina menyatakan peta masih mungkin berubah karena militansi pemilih semuanya masih rendah. Dari empat kandidat yang memiliki elektabilitas teratas punya potensi untuk bertempur satu sama lain. Bisa jadi ada yang dapat kendaraan bisa juga ada yang tidak, bergantung pada kemampuan masing-masing pihak menganalisis dan membaca peluang. “Sejauh ini dengan melihat peta kekuatan yang ada nama-nama yang beredar satu sama lain punya peluang. Bisa menang, bisa kalah. Fragmentasi kekuatan yang ada menggambarkan suatu kondisi bahwa untuk menang memerlukan pergerakan kampanye yang massif dan terstruktur,” pungkasnya. (ril/wwn)