Gambar_Langit

Gubernur Alex Noerdin Paparkan Paradigma Baru Sustainable Landscape Manajemen di Sumsel

waktu baca 5 menit
Kamis, 8 Sep 2016 06:43 0 103 Redaktur Pelita Sumsel

HONOLULU, Pelitasumsel.com – Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin memaparkan sebuah paradigma baru tentang Sustainable Landscape Manajemen di Sumatera Selatan, dihadapan para peserta IUCN WCC di Hawaii, Senin (5/9) kemarin.

Dalam paparannya ini Gubernur Alex Noerdin mengangkat tema Kemitraan Pengelolaan Lanskap (Kelola) Sembilang Dangku (Sen Dang) Sesi yang diadakan The Zoological Society of London (ZSL).

Sedikit bercerita Gubernur H. Alex Noerdin menjelaskan, pada 2015 kebakaran hutan di Sumatera Selatan merusak 700.000 hektar lahan dan hutan. Upaya untuk mengatasi masalah ini agar tidak terjadi kembali, dengan mengembangkan kemitraan multi-stakeholder mengelola sumber daya alam yang tersisa melalui program kemitraan dalam pengelolaan ekoregion atau landscape. Dengan tujuan mencapai pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan ekologi yang berkelanjutan dengan konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan hutan dan pemulihan melalui Pengembangan Pertumbuhan Hijau dengan memanfaatkan pendekatan manajemen lanskap berkelanjutan terpadu.

Program ini, kata Alex, untuk mencapai target provinsi dan nasional Indonesia dalam upaya pengurangan efek emisi gas rumah kaca yang juga bermanfaat bagi masyarakat lokal serta perlindungan habitat dan spesies di taman nasional.
Selain itu, kolaborasi dengan lembaga non-pemerintah,  seperti lembaga donor internasional dan swasta seperti Asia Oulo and Paper (APP), IDH, GIZ, ZSL Inggris, NICFI, Dana CPO Indonesia, dan Belantara Foundation yang memainkan peran utama dalam perlindungan hutan Indonesia sekaligus peningkatan produktivitas serta penghidupan petani kecil atau masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan.

“Restorasi hutan merupakan masalah yang dekat dengan jantung Indonesia. Sumatera Selatan adalah rumah bagi beberapa hutan hujan dengan keanekaragaman hayati di dunia, dan lebih dari 10.000 spesies tanaman serta merupakan satu-satunya tempat di dunia di mana gajah, badak, harimau, dan orangutan secara alami ditemukan bersama-sama,” terang Alex.

Dalam kesempatan ini, Alex juga menginformasikan model Landscape Pengelolaan Sembilang Dangku. Kelola Sendang diprakarsai Zoological Society of London dan didanai Pemerintah Norwegia melalui Norwegia International Climate and Forest Initiative (NICFI). Kemudian dibantu Pemerintah Inggris melalui perubahan iklim satuan British Embassy UK (UKCCU) dan David and Lucile Packard Foundation .

Menurutnya, bantuan tersebut akan digunakan untuk mengembangkan program bersama yang dirancang guna konservasi dan restorasi hutan dan peningkatan keterampilan masyarakat lokal dengan telah dibuatnya manajemen lanskap berkelanjutan terpadu atau Kelola Sendang Forum.

Forum ini adalah cara yang terpadu, menjamin keberhasilan maksimum, dan tertinggi dampak jangka panjang dalam menggunakan kontribusi publik dan swasta secara efektif dan efisien.

“Proyek ini diusulkan untuk mencapai pertumbuhan inklusif ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan hutan dan pemulihan serta akhir dari deforestasi dan kebakaran lahan gambut dan hutan. Konsep desain grand diciptakan untuk bekerja sama di antara semua aktor P4 (Public-Private-Orang Partnership) dalam membangun pengelolaan lahan yang efektif didukung oleh kebijakan Pemerintah Sumatera Selatan untuk produksi dan perlindungan, pemantauan serta verifikasi kegiatan yang mengarah pada pengurangan emisi gas rumah kaca,” ungkap Alex.

Kelola Sendang, dipaparkan Alex, mencakup Taman Nasional di Kabupaten Banyusin dan Dangku di Banyuasin yang bekerjasama dengan Belantara Foundation dan Asia Pulp and Paper (APP) di Meranti Bentayan Musi Banyusin, Lalan Landscape sebagai Model Produksi dan Perlindungan Sustainable Palm Oil dengan Indonesia Dana CPO dan DH.

Kemudian dengan GIZ Bioclime Jerman di Merang Landscape untuk Keanekaragaman Hayati dan Proyek Perubahan Iklim. Semua ini terdiri dataran rendah, hutan hujan dan kubah gambut yang merupakan habitat penting bagi satwa liar dan berbagai jenis pohon bernilai tinggi dan burung.

Dijelaskannya, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia, berharap melalui kongres ini masyarakat internasional akan bergabung bersama untuk mengambil tindakan mendukung pentingnya kondisi alam yang ditemukan di wilayah Sumsel. Hal ini penting, agar konservasi alam dapat memberikan manfaat nyata bagi keanekaragaman hayati, masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.

“Lebih dari 1300 tahun yang lalu, di Prasasti Talang Tuwo, Raja Sriwijaya Sri Baginda Sri Jayanasa mengimbau agar masyarakat melestarikan lingkungan dan hutan mereka dengan menanam pohon, membangun drainase dan pengelolaan sumber air. Ini adalah semangat kami dalam melestarikan planet ini. Kita perlu terus mendukung visi ini,” ujarnya.

Kompleksitas masalah yang dihadapi lanjut Alex, Provinsi Sumsel sebagai kepemilikan lahan, deforestasi, dan kebakaran hutan, mengeksplorasi cara-cara dimana dapat mengembangkan lanskap berkelanjutan manajemen trade-off antara konservasi dan pembangunan. Sehingga perlu ditangani untuk memastikan keduanya dilestarikan tanpa merusak lingkungan.

Sejalan Program IUCN, BRG telah ditargetkan di Sumatera Selatan untuk memulihkan lahan gambut pada tahun 2020 seluas sekitar 407.163 hektar.

Menurut Alex, pendekatan ini penting untuk memanfaatkan lahan gambut terdegradasi dengan spesies endemik, gambut, sementara mencegah emisi lebih lanjut dari gas rumah kaca melalui kebakaran lahan gambut.

“Apa yang saya ingin sampaikan di sini hari ini adalah Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia, telah tegas mendukung inisiatif untuk kemitraan di daerah, antara pemerintah, LSM, konservasi, ilmuwan, Konsumen, produsen, pengusaha, akar rumput dan organisasi masyarakat adat. Pemerintah provinsi mendesak semua pemangku kepentingan di Sumatera Selatan untuk menyatukan pengetahuan masing-masing, alat dan sumber daya untuk mengamankan sistem dukungan alam memungkinkan kemanusiaan dan masyarakat yang lebih besar dapat terus makmur,” terangnya.

Lanjut Alex Noerdin, Sumsel satu-satunya provinsi yang telah merintis dan secara riil di lapangan dengan  mengimplementasikan kegiatan restorasi lanskap berbasis hutan dan mitra.  Kegiatan ini melibat banyaknya aktor yang terdiri dari pemerintah, perusahaan, masyarakat melalui NGO, donatur internasional dan akademisi. Di tempat lain kegiatan kemitaraan pengelola lanskap selalu terkendala oleh koordinasi dan pendanaan.

“Dengan adanya platform kelembagaan yang jelas, dan tim kerja yang kompak tentang pengelolaan lanskap inilah suatu kunci dari banyaknya pihak donor yang berpatisipasi di Sumsel,” jelas Alex Noerdin.

Sementara, pihak APP, IDH dan ZSL mengemukakan, terlaksananya kegaiatan green growth di Sumsel berkat komitmen, leadership dan visi dari Alex Noerdin sebagai Gubernur Sumsel.

Staf ahli Bidang Perubahan Iklim Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya RI, Dr Kartini Syahrir mengaku sangat yakin dan bangga terhadap apa yang dilakukan di Sumsel di bawah kepemimpinan Alex Noerdin.

Selanjutnya Kartini menyampaikan kepada Menko Maritim dan Sumber Daya untuk dijadikan sebagai percontohan secara nasional.

Kegiatan restorasi lanskap di Sumsel dilakukan oleh NGO, ZSL dan Inggris di lokasi Taman Nasional Sembilang dan Dangku melalui Yayasaan Belantara.

NGO lainnya yakni APP fokus pada restorasi hutan di Bentayan, Hutan Suaka Marga Padang Sugihan dan Pantai Timur OKI.

Kemudian IDH bekerjasama dengan badan pengelola perkebunan kelapa sawit akan mengembangkan Kawasan Lalan serta merestorasi kawasan hutan di Merang dengan didukung GIZ Bioclime. Sedangkan pihak Haki akan fokus pada perhutanan sosial dan restorasi konflik. (ril)

Redaktur Pelita Sumsel

Media Informasi Terkini Sumatera Selatan

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA