Eks Kadispora Tersudut usai Dicecar Kuasa Hukum HZ, Terkait Pencairan Dana Hibah

waktu baca 4 menit
Selasa, 7 Mei 2024 07:11 0 83 Admin Pelita

 

Palembang, Pelita Sumsel- JPU Kejati Sumsel menghadirkan tujuh orang saksi dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Efiyanto SH MH, terkait kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Sumsel, adapun nama ketujuh saksi, salah satunya yaitu eks Kadispora Ahmad Yusuf Wibowo.

Dalam sidang saksi Ahmad Yusuf Wibowo banyak dicecar perangkat persidangan mengenai proses pencairan dana hibah KONI Sumsel tahun 2021.

Saksi Ahmad Yusuf Wibowo dalam memberikan keterangan terkesan sangat monoton, dengan membaca secara kertas terkait prosedur aturan pencairan dana hibah.

Akibatnya, hakim ketua dipersidangan sempat memberikan teguran agar memberikan keterangan secara benar menurut apa yang dilihat hingga didengar saksi dalam perkara ini.

Tidak sampai disitu, saksi mantan Kadispora Sumsel ini tersudut usai dicecar pertanyaan oleh I Gede Pasek Suardika terkait pelaksana pencairan dana hibah khusunya untuk kegiatan PON Papua senilai Rp 25 miliar.

Menurut saksi Ahmad Yusuf, bahwa pencairan hibah senilai Rp 25 miliar untuk kegiatan PON Papua tahun 2021 itu didapat dari APBD perubahan.

“Anggaran hibah khusus untuk Rp25 miliar itu didapat dari APBD perubahan,” ucap saksi Yusuf Wibowo menjawab pertanyaan I Gede Pasek Suardika, dalam sidang, Senin (6/5/2024)

Diakui saksi Yusuf Wibowo, bahwa anggaran hibah senilai Rp 25 miliar tersebut dicairkan satu bulan usai pelaksanaan kegiatan PON Papua tepatnya pada bulan November 2021.

“Pada bulan Oktober pelaksanaan PON Papua, tapi baru dicairkan anggarannya satu bulan setelahnya tepatnya pada bulan November 2021,” tuturnya.

Mendengar jawaban itu, ketua tim penasihat hukum HZ ini pun langsung meninggikan suaranya.

“Berarti hulunya dari permasalahan ini terletak pada anggarannya, yang mana pelaksanaannya terlebih dahulu daripada pencairan anggarannya, dan ketidakpedulian Pemprov Sumsel terhadap KONI,” tegas I Gede Pasek Suardika.

Terhadap hal itu, saksi Yusuf Wibowo ungkap karena adanya keterbatasan kemampuan anggaran dari Pemprov Sumsel.

Selain itu, dipersidangan saksi Yusuf Wibowo banyak mengatakan lupa, tidak tahu dan tidak ingat saat dicecar pertanyaan mengenai penganggaran dana untuk kegiatan sebelum PON Papua yakni pada PON Jawa Barat.

Sementara itu usai sidang I Gede Pasek Suardika menilai bahwa kasus KONI Sumsel bukan tindak pidana korupsi, melainkan murni kebijakan manejemen anggaran yang tidak pas.

“Kami kira ini jelas bukan masalah tindak pidana korupsi, tetapi murni kebijakan managemen anggaran yang tidak pas. Tadi dalam fakta persidangan sudah terungkap, bagaimana mungkin pelaksanaan PON sudah selesai baru anggaran diberikan, Porprov sudah selesai anggaran juga baru diberikan,” ujar Gede Pasek.

Dia menilai, bahwa dalam kasus KONI ini adanya penciptaan kepada pengurus KONI agar kena jebakan manajemen kesulitan membuat laporan keuangan.

“Jadi disini kami membaca semacam adanya penciptaan agar pengurus KONI Sumsel kena jebakan manajemen kesulitan membuat laporan keuangan. Walaupun faktanya uangnya dipakai, meskipun baru dicairkan tanggal 25 November 2021 setelah selesai PON. Tetapikan, atlit, pelatih dan pengelola masing-masing cabang olahraga sudah jadi talangan semua, ya mau gak mau KONI kemudian membuat laporan keuangan yang dinilai tidak sempurna,” ujarnya.

Dikatakannya, cair anggaran tanggal 25 November tetapi tanggal 31 Desember harus selesai membuat laporan keuangan.

“Artinya, ini bukan kasus korupsi tetapi kasus dimana seseorang diciptakan kondisinya tidak mampu. Ahli keuangan manapun tidak mampu membuat laporan keuangan yang uangnya dicairkan setelah pelaksanaan dan waktunya hanya kurang lebih satu bulan,” kata Pasek.

Kemudian lanjutnya, dikenakan Pasal 9 tentang pemalsuan, tetapi menurut Gede Pasek akarnya permasalahan nya bukan disitu.

“KONI bukan memalsukan tetapi KONI berhutang kesana kemari, nah siapa yang bertanggung jawab, seharusnya yang bertanggung jawab adalah pemberi hibah yang menganggarkan, karena diciptakan kondisi seperti itu. Bayangkan ada sebanyak 1.600 transaksi yang harus dibuatkan laporan pertanggung jawaban dalam waktu singkat. Jadi sengaja diciptakan membuat orang susah, siapapun pasti akan kena,” paparnya.

Dia menilai anggaran Rp25 miliar yang dibahas di APBD Perubahan tidak sesuai fakta yang terungkap.

“Tadikan terungkap, bahwa anggaran Rp25 miliar dibahas di APBD Perubahan. Tetapi kami melihat itu tidak masuk akal, makanya kami kejar keterangan saksi dan terungkap adanya surat keputusan Gubernur dalam BAP saksi,” tutupnya

LAINNYA