Sambil Menangis Soimah Temui Hotman Paris, Mohon Keadilan

waktu baca 4 menit
Minggu, 4 Sep 2022 22:05 0 191 Redaktur Romadon

 

Palembang, Pelita Sumsel – Sebuah cerita menyedihkan datang dari Ibu bernama Soimah yang juga adalah seorang jurnalis di Palembang. Ia menemui Hotman Paris, Minggu (4/9/2022).

Pengacara kondang itu sedang berada di Palembang untuk menangani kasus pemukulan wanita oleh anggota DPRD Palembang.

Soimah mengadukan peristiwa yang menimpa anaknya, tewas mengenaskan diduga mendapat tindakan kekerasan di pondok pesantren ternama, Ponpes G 1 Pusat di Ponorogo, Jawa Timur.

Soimah menceritakan kisahnya sambil menangis tersedu. Sesekali tampak Hotman Paris menimpali ceritanya.

“Hallo Bapak Kapolda Jawa Timur, di sini ada seorang ibu bertemu Hotman di Palembang. Katanya anaknya meninggal di G 1 diduga tindak kekerasan, belum tahu siapa pelakunya. Atas nama Albar Mahdi yang sudah dikubur. Kita tidak menuduh siapa pelakunya dulu. Tapi meninggalnya di pesantren G 1. Oke, Bapak Kapolda Jawa Timur. Mohon segera dilakukan penyelidikan atas meninggalnya anak Ibu Soimah, usia 17 tahun. Dan saya melihat fotonya itu sangat mengerikan ya. Diduga korban penganiayaan atau kekerasan. Mohon Bapak Kapolda Jawa Timur ini dugaan tindakan kekerasan usia 17 tahun. Kita tidak tahu siapa pelakunya. Salam Hotman Paris 911,” ujar Hotman.

Sementara itu, Soimah yang sempat diwawancarai media ini menyebutkan, kalau dirinya selaku Umi dari Albar Mahdi siswa kelas 5i Pondok G 1 Pusat Ponorogo asal Palembang mohon keadilan kepada semua pihak agar bisa membantu.

“Saya, sungguh miris, tragis dan menyakitkan hati saya dan keluarga tidak ada kabar sakit atau apapun itu dari anak saya tiba-tiba dapat kabar dari pengasuhan G 1, telah meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022 pukul 10.20. Padahal di surat keterangan yang kami terima meninggal pukul 06.45 WIB. Ini ada apa. Rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami,” ujar Soimah

Ia melanjutkan, lantaran mendengar berita tersebut, dirinya sekeluarga mengalami shock dan tidak bisa berpikir apa-apa.

“Yang kami harap (kala itu) adalah kedatangan ananda ke Palembang meskipun hanya tinggal mayat. Akhirnya, Almarhum tiba di Palembang pada Selasa siang, 23 Agustus 2022, diantar oleh pihak G 1. Dipimpin Ustad Agus. Itupun saya tidak tahu siapa Ustadz Agus itu hanya sebagai perwakilan. Di hadapan pelayat yang memenuhi rumah saya disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum). Apalagi, anak saya dipercaya sebagai Ketua Perkajum. Mungkin alasan itu bisa kami terima bila sesuai dengan kenyataan kondisi mayat anak saya. Tetapi karena banyak laporan-laporan dari wali santri lainnya bahwa kronologi tidak demikian. Kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka. Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian, begitu juga dengan keluarga. Amarah tak terbendung kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima,” jelasnya.

Ia juga mengatakan, Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit yang sudah siap melakukan autopsi. Namun, setelah didesak, pihak dari G 1 yang mengantar jenazah akhirnya mengakui bahwa anak saya meninggal akibat terjadi kekerasan. Dirinya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang nota bene nomor satu di Indonesia.

“Setelah ada pengakuan telah terjadi tindak kekerasan di dalam pondok saya memutuskan untuk tidak jadi melakukan otopsi agar anak saya segera bisa dikubur. Mengingat sudah lebih dari satu hari perjalanan dan saya tidak rela tubuh anak saya diobrak-abrik,” tuturnya

“Keputusan saya untuk tidak melanjutkan ke ranah hukum pada saat itu, didasari banyak pertimbangan. Karena itu kami membuat surat terbuka yang intinya ingin ketemu sama Kyai di G 1, pelaku dan keluarganya untuk duduk satu meja ingin tahu kronologis hingga meninggalnya anak kami,” tambah Soimah

Sayangnya Surat Terbuka yang dibuatnya tidak digubris pihak Ponpes. Hingga Rabu 31 Agustus 2022, belum ada kabar atau balasan dari surat terbuka tersebut.

“Padahal kami selaku keluarga korban. Saya tidak ingin perjuangan anak saya Albar Mahdi siswa Kelas 5i G 1 Ponorogo sia-sia. Jangan lagi ada korban-korban kekerasan, bukan hanya di Ponpes G, tetapi di pondok lainnya hingga menyebabkan nyawa melayang. Tidak sebanding dengan harapan para orang tua dan wali santri untuk menitipkan anaknya di sebuah lembaga yang dapat mendidik ahlak para generasi berikutnya,” sebutnya.

Ia berharap kejadian ini mampu membuka mata masyarakat bahwa memperjuangkan kebenaran dibutuhkan keberanian. ” Saya masih berharap ini hanya mimpi, dan saya merasa anak saya belum pulang menimba ilmu,” kata Soimah.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh media ini, kondisi mayat Albar Mahdi saat itu sangat mengenaskan. Kepalanya pecah dan terus mengeluarkan darah. Pun begitu darah keluar dari telinga dan hidungnya, dan punggungnya retak.

Soimah mengaku saat ini ia belum melaporkan peristiwa ini ke kepolisian, mengingat peristiwa terjadi di Ponorogo.

“Belum, TKP nya di Ponorogo. Jadi harus ke sana,” tuturnya

Sementara itu, Hotman Paris menyarankan agar Soimah harus melakukan laporan BAP ke pihak yang berwajib di Jawa Timur dimana lokasi anaknya meninggal.

“Nanti akan saya bantu, ajukan dulu laporannya,” tutupnya (Ron)

 

LAINNYA