Palembang, Pelita Sumsel – Bank Indonesia Perwakilan Sumatra Selatan (Sumsel) bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang melakukan penandatangan kesepakatan bersama tetang Peningkatan Daya Daerah, Jumat (4/3) di Hotel Novotel Palembang.
Pada kesempatan itu pula dilaksanakan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Palembang dan Capacity Building TPID se-Sumatera Selatan secara hibrid (daring dan luring) sebagai upaya koordinasi pengendalian inflasi di wilayah Sumsel.
Sekretaris Daerah Kota Palembang, Drs Ratu Dew MSi dalam sambutannya menyampaikan bahwa dengan adanya Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Palembang dan Bank Indonesia Sumatera Selatan, diharapkan dapat makin memperkuat kerja sama pengembangan ekonomi yang selama ini telah terjalin, termasuk dalam hal implementasi strategi dan inovasi dalam pengendalian inflasi.
“Sinergi yang telah terjalin ini diharapkan juga dapat makin mendukung optimalisasi digitalisasi sebagai salah satu poin penting dalam mendukung pemulihan ekonomi dan stabilitas harga,” kata dia.
Dalam paparannya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan, Erwin Soeriadimadja, menyampaikan bahwa pada pada bulan Februari 2022, Inflasi Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang mengalami deflasi sebesar -0,01% (mtm).
Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh deflasi yang bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng dan cabai rawit. Untuk komoditas minyak goreng, tercatat mengalami deflasi untuk pertama kali sejak tahun 2021.
Deflasi minyak goreng tersebut dipengaruhi oleh upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng di tengah masih naiknya harga CPO global. Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi Sumatera Selatan dan Kota Palembang tercatat masing-masing sebesar 2,41% (yoy) dan 2,43% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 2,06% (yoy), namun masih berada dalam kisaran target inflasi nasional 3,0±1%.
Baca Juga ini Mas: Satgas Gotong Royong Cat Rumah Kalena
Di akhir paparannya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan menyampaikan bahwa setidaknya terdapat tiga poin penting dalam pengendalian inflasi di Sumatera Selatan.
“Yaitu implementasi Kerja Sama Antar-Daerah (KAD) khususnya untuk komoditas pangan strategis yang belum dapat dipenuhi seluruhnya dari produksi domestik daerah. Kemudian, optimalisasi penggunaan teknologi digital untuk UMKM, baik dalam teknis produksi maupun akses pasar, dan elaksanaan monitoring harga pasar dan pasokan secara reguler khususnya untuk komoditas strategis yang secara historis sering menjadi penyumbang inflasi,” ujar Erwin.
Dalam kegiatan capacity building TPID se Sumatera Selatan ini, hadir sebagai narasumber Kasubdit Perindustrian dan Perdagangan Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemda III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Nyimas Dwi Koryati, SE.
Ia berpesan agar TPID di Sumatera Selatan dapat terus berinovasi dalam menyusun berbagai program unggulan guna menjaga kestabilan inflasi di daerah.
Inflasi Provinsi Sumatera Selatan keseluruhan tahun 2022 diperkirakan kembali meningkat, namun masih terkendali dan berada dalam rentang sasaran target inflasi nasional 3,0±1%.
Kenaikan cukai rokok dan LPG Nonsubsidi menjadi faktor-faktor pendorong inflasi di awal tahun 2022. Fenomena curah hujan tinggi dan La Nina juga berpotensi menyebabkan gagal panen pada beberapa produk hortikultura di daerah sentra dan dapat mendorong laju inflasi lebih lanjut. Namun demikian, peningkatan kasus COVID-19 berpotensi menahan daya beli masyarakat.
Kegiatan pengendalian inflasi daerah akan terus dilakukan melalui koordinasi dan sinergi yang kuat antara anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Ke depannya, TPID di wilayah Provinsi Sumatera Selatan bersama Satgas Pangan akan terus memperkuat koordinasi kebijakan guna menjaga inflasi tetap stabil, serta menjalankan tiga arahan Presiden Republik Indonesia, yakni menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga, terutama barang kebutuhan pokok, dengan mengatasi kendala produksi dan distribusi yang ada di daerah, mendorong peningkatan produktivitas petani dan nelayan, serta memperkuat sektor UMKM.
Terakhir meningkatkan nilai tambah di sektor pertanian dan kesejahteraan petani melalui penguatan kelembagaan, perluasan akses pemasaran, optimalisasi penyaluran KUR, dan pendampingan intensif. Selain itu, perbaikan dari sisi demand juga perlu dilakukan terutama untuk peningkatan daya beli masyarakat