Ramdhan 2022, Masjid Raya Bandung Siap Tampung 7.500 Jemaah Saat Tarawih

waktu baca 4 menit
Selasa, 29 Mar 2022 11:08 0 177 Dety Saputri

Jakarta, Pelita Sumsel – Pemerintah mulai melonggarkan kebijakan pembatasan
kegiatan masyarakat menjelang Ramadan.

Pelonggaran ini dikarenakan secara
Nasional tren jumlah kasus aktif COVID-19 saat ini mulai melandai.
Di samping itu, ketersedian pangan yang menjadi kebutuhan masyarakat juga
menjadi sorotan.

Peningkatan permintaan kebutuhan pangan oleh masyarakat dapat mendorong kenaikan harga selama bulan ramadan maupun menjelang hari raya idul fitri.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan pada
saat ini kasus COVID-19 terus menunjukkan angka yang cenderung menurun.

Bahkan, per kemarin (27/3/22), kematian tercatat ada di angka 100 orang.

“Pada saat ini memang kasus cenderung menurun terus. Bahkan kasus terkini
yaitu kemarin, kasus aktif yang baru, itu hanya 3.000 kasus. Bahkan kematiannya
juga 100 kemarin,” kata Wiku dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka
Barat (FMB) 9 bertajuk “Persiapan Ibadah dan Pangan Jelang Ramadan” Senin
(28/3/22).

Padahal sebelumnya, jelas Wiku, saat COVID-19 varian delta memasuki posisi
puncak, kasus harian tercatat mencapai 64.000 kasus.

“Padahal pada tanggal 16 Februari, pada saat puncak, kasusnya mencapai
64.000 dan kematiannya mencapai 167 per hari. Jadi ini kondisinya lagi membaik
secara nasional di seluruh Indonesia,” paparnya.

Namun, Wiku mengimbau agar masyarakat jangan lengah dan tetap waspada
agar kondisi ini tetap terkendali. “Kita tetap waspada dengan kondisi ini agar
harus tetap terkendali,” sambungnya.

Lebih lanjut Prof Wiku mengatakan pemerintah meminta masyarakat yang
berada di daerah padat penduduk dengan tingkat mobilitas yang tinggi agar
selalu menjaga protokol kesehatan.

“Tentunya daerah yang padat penduduk dengan mobilitas yang tinggi, itu
tentunya rentan terhadap penularan. Maka dari itu, perhatian pemerintah dan
juga masyarakat pada daerah-daerah tersebut harus betul-betul menjalankan
protokol kesehatan dalam menjalankan aktivitas sosial ekonominya,”
ungkapnya.

Monitoring Ketersediaan Pangan Nasional
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Ketersediaan Pangan dan
Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Andriko Noto Susanto
menjelaskan terkait keberadaan dan fungsi Badan Pangan Nasional.

“Dengan terbitnya Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan
Nasional per tanggal 29 Juni 2021, maka Badan Pangan Nasional sudah
diundangkan,” kata Andriko memulai pemaparannya.

Andriko menjelaskan, sesuai tugas dan fungsinya, Bapanas mengurusi urusan
pangan dan bertanggung jawab kepada presiden.
“Badan Pangan Nasional mengurusi sembilan bahan pokok antara lain beras,
jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging
unggas, dan cabai,” urainya.

Selain itu, pihaknya juga melakukan monitoring terhadap kondisi ketersedian
pasokan dan harga sembilan bahan pokok itu di berbagai wilayah di Indonesia.

“Kemudian kita melakukan monitoring secara tetap terkait sembilan bahan
pokok ini dan kita memastikan setiap bulannya aman atau tidak aman. Kalau
misalnya tidak aman, permasalahaannya di mana?” jelasnya.

Adriko menambahkan, Bapanas juga intens bekerja sama dengan Dinas
Ketahanan Pangan provinsi dan kabupaten di 34 provinsi dan 514 kabupaten
dan kota. Tujuannya untuk memonitor dan memastikan stabilisasi pasokan dan
harga kesembilan bahan pokok tersebut.

“Jadi itu semua kita monitor, termasuk juga Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
dan Kabupaten dari 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota. Kita bekerja sama
untuk melakukan monitoring di setiap wilayah dengan stabilisasi dan pasokan
harga itu,” bebernya.

101 Titik Pengamatan Hilal

Sementara itu melalui sambungan virtual, Direktur Urusan Agama Islam dan
Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kemenag Adib menerangkan terkait
perhitungan penentuan 1 syahwal atau awal bulan suci ramadhan.

“Kita dari Kementerian Agama akan melakukan proses sidang Isbat pada tanggal
1 April 2022. Nanti dari sidang Isbat itu kita bisa tetapkan penandaan awal bulan
Ramadan apakah jatuh pada tanggal 2 yaitu hari Sabtunya atau harus di-istiqmal
hingga 3 hari, sehingga jatuh pada Ahad atau tanggal 3 April,” jelas Adib.

Mengenai proses pemantauan 1 syawal 1443 Hijriah, Adib mengatakan bahwa
tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kementerian, sudah
menginstruksikan seluruh Kanwil untuk melaksanakan proses pengamatan hilal.

“Proses untuk penentuan awal bulan Ramadan 1443 H ini, seperti yang
dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya kita dari Kementerian Agama sudah
menginstruksikan kepada seluruh Kanwil untuk melaksanakan proses
pengamatan terhadap hilal tanggal 1 April nanti,” pungkasnya.

Adib mengungkapkan, Kementerian Agama telah menentukan sebanyak 101
titik untuk pengamatan hilal di seluruh Indonesia mulai dari Sabang sampai
Merauke.

Nantinya, dari 101 titik itu, pihaknya akan mengkonfirmasi apakah salah satu di
antaranya betul-betul bisa melihat hilal.

“Sehingga dari hasil pemantauan atau pengamatan terhadap hilal itu, akan
menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam sidang isbat untuk menetapkan
awal bulan ramadan yakni pada 2 April,” ungkapnya.

“Atau karena tidak ada yang melihat sama sekali, satupun dari antara tim yang
ditugaskan, maka kemudian akan diputuskan bahwa awal ramadan akan jatuh
pada hari sesudahnya yang dikenal dengan istilah Istiqmal yakni pada Ahad 3
April,” tutupnya.

LAINNYA