Palembang, Pelita Sumsel – Meski sudah memasuki akhir pekan, Gubernur Sumsel H.Herman Deru tetap bersemangat menjalani aktivitasnya yang cukup padat.
Sabtu (24/8) tadi misalnya, usai melakukan groundbreaking perumahan Bhayangkara Praja Sriwijaya (BPS) Land di kawasan Talang Kelapa, Gubernur langsung melanjutkan agendanya bersilaturahmi dengan Gubernur DIY Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama Paguyuban Keluarga Jawa Sumatera (Pujasuma) Sumsel, di Griya Agung.
Di hadapan orang nomor satu di Yogyakarta itu, Herman Deru sempat curhat soal angka kemiskinan yang masih tinggi di Sumsel. Bahkan Ia meminta secara khusus kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk mengajak anggota Pujasuma ikut berperan menurunkan angka kemiskinan Sumsel yang mencapai 12,8 persen.
” Kebetulan sekali ada Sri Sultan Hamengku Buwono di sini. Saya mohon bantuannya agar Sri Sultan mengajak warga Pujasuma bersama-sama berkontribusi menurunkan angka kemiskinan. Karena sudah menjadi rahasia umum, etos kerja warga Jawa di Sumsel sangat luar biasa sehingga menjadi motivasi tersendiri bagi kami,” ujarnya.
Diakui Herman Deru selama ini kehadiran Pujasuma menjadi aset penting bagi Provinsi Sumsel, karena telah berhasil menginspirasi masyarakat dalam mengelola pertanian dengan sangat baik.
“Dulu waktu saya menjadi Bupati OKU Timur itu 80% masyarakatnya asli pulau Jawa. Teman-teman ini sejak tahun 1937 ada di Belitang mengelola irigasi dan sawah. Etos kerja mereka sangat tinggi sehingga berhasil membawa OKUT sebagai Lumbung Beras Nasional bahkan menekan angka kemiskinan sampai terendah di Sumsel,” jelasnya.
Oleh karena itu dengan peran Pujasuma ini Ia menaruh harapan besar dapat menekan angka kemiskinan Sumsel. Pertahun Ia menargetkan angka kemiskinan turun minimal 1 persen.
Selain membahas soal kemiskinan, Gubernur yang dikenal sebagai Bapak Rumah Tahfidz itu juga menyinggung soal pentingnya menjaga keanekaragaman serta mempertahankan Bhineka Tunggal Ika.
“Saya sepakat dengan yang dikatakan Sri Sultan tadi bahwa Bhinneka Tunggal Ika itu bukan hanya slogan tapi bagaimana implementasinya di lapangan. Nah inu peran pemimpin pemimpin daerah, pemimpin komunitas, pemimpin agama pemimpin dalam kebudayaan, bahwa mereka harus berbuat tanpa atau mengenyampingkan perbedaan-perbedaan yang ada. Dan kuncinya adalah silaturahmi, karena setiap agama setiap suku setiap kebudayaan itu menganjurkan untuk silaturahmi. Sehingga timbul kekuatan-kekuatan baru” jelasnya.
Terkait hal itu Ia mengaku selalu berupaya untuk memfasilitasi baik pertemuan dalam komunitas atau antar komunitas dengan menyediakan sebuah bangunan untuk paguyuban paguyuban ini bermarkas di jalan Diponegoro.
“Sekarang masih dalam perbaikan. Kenapa ini kita lakukan tak lain untuk tetap mempertahankan kebhinekatunggalikaan kita ini,” jelasnya.
Pada silaturahmi yang mengusung tema “Merajut Keberagaman Menjadi Kekuatan yang Bersandar Pada Kuatnya Silaturahmi untuk Bersatu Sumsel Maju” tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono hadir didampingi cucunya RM Gusthilantika Marrel.
Usai acara Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, bahwa sejak Negara Indonesia berdiri sudah menerapkan Bhineka Tunggal Ika, sebagai landasan yang kuat. Dan hal itu bukan sekedar identitas tapi strategi karena Indonesia dibentuk dari yang berbeda-beda dan menyatakan diri sama.
Menurutnya semua etnis manapapun agama apapun harus menyadari aspek itu sehingga bisa menghargai agama lain dan menghargai budaya lain. Karena persatuan itulah suku agama dan ras yang berbeda dapat menyatukan diri.
” Bahwa yang mayoritas dan minoritas itu sama artinya tidak ada dominasi . Karena tidak ada dominasi artinya yang minoritas tidak mengakui seperti mayoritas . Dan yang mayoritas jangan memaksa yang minoritas. Sehingga yang minoritas merasa nyaman karena yang mayoritas tidak memeprsoalkan,” ujarnya.