Cek Fakta Tangkal Berita Hoaks

waktu baca 3 menit
Kamis, 22 Agu 2019 16:55 0 160 Admin Pelita

Palembang, Pelita Sumsel – Berbagai cara berita bohong atau hoaks menyebar dengan mudah dan cepat, memasuki berbagai lini kehidupan menyentuh pikiran dari berbagai usia, yang pada akhirnya membentuk suatu opini apakah itu baik nantinya atau memperburuk kedepannya.

Gubernur Sumsel H Herman Deru mencontohkan seperti ada juga berita benar tapi di masuki berita hoaks, antara berita benar dan salah, irisan keduanya sangat tipis, dibutuhkan pemahaman yang ekstra dari pembaca serta kesadaran yang baik bagi masyarakat untuk memilah berita sebelum disebarkan.

“Dengan adanya UU ITE saat ini membuat setiap ketikan di tombol berhadapan dengan hukum. Bisa menjadi kebohongan publik dan pembunuhan karakter seseorang, Jadi jangan langsung menyebar berita secara sembarangan,” tegasnya Herman, saat membuka kegiatan rapat kerja AMSi dan seminar Nasional workshop cek fakta di Roca caffe and Resto Palembang (22/8).

Setiap mengangkat pemberitaan, lanjut Herman Deru, hendaknya dilibatkan setiap unsur.Kearsipan seorang pejabat publik sangatlah penting guna mengetahui apa saja yang sudah di sampaikan kepada publik.Jadi pejabat jangan No komentar, itu tidak berlaku lagi bagi pejabat publik tapi lebih dari itu.

Sebab pejabat publik pasti pernah membuat atau menyampaikan stamentnya. Untuk itu pejabat publik harusnya bisa menjawab.

“Bukan lagi rahasia bagi masyarakat untuk selalu tahu perkembangan setiap saatnya. Jadi pejabat publik harus rajin belajar serta meningkatkan pengetahuannya. Sehingga kapanpun wartawan butuh konfirmasi selalu siap,” jelasnya.

Wartawan juga, dikatanya, agar setiap pemberitaan bisa memberikan edukasi kepada masyarakat.Di negara maju berita hoaks hampir tidak ada.Sebab kesadaran hukum di negara tersebut sudah tinggi.

“Ini peran bersama untuk membuat rumusan tentang apa yang harus ditingkatkan dalam mengatasi masalah pemberitaan. Seperti media, pemerintah dan lainnya harus bahu membahu agar masalah hoaks bukan masalah lagi di Sumsel ini,” jelasnya.

Sementara itu, Sumarjono Pimred Suara. Com, yang hadir juga sebagai narasumber dalam Seminar Nasional Workshop Cek Fakta, juga mengatakan fungsi jurnalis harus benar – benar melakukan cek fakta, hal ini dikarenakan perkembangan teknologi informasi di dunia semaki deras dan itu membutuhkan filterisasi yang kuat juga

Dijelaskan Sumarjono Ciri pertama, berita hoax cenderung mengandung judul yang provokatif, “mengompori” yang tujuannya untuk mendorong pembaca mengklik berita itu di media sosial (Medsos). Kedua, nama situs media penyebar berita biasanya mirip dengan media besar yang sudah ada, seringkali juga dengan nama yang baru dan tidak jelas.

Ciri ketiga adalah kontennya cenderung berisi opini, tidak jelas sumber beritanya dan minim fakta, Ciri keempat, lanjutnya, berita hoax seringkali menggunakan foto yang menipu. Meski itu tujuannya sebaga foto ilustrasi, namun sering tidak relevan atau tak nyambung dengan caption dan keterangan fotonya, dan yang kelima, yakni akun itu biasanya baru dibuat, kloningan, abal-abal dan tak jelas sumbernya.

“Masyarakat juga perlu terus diedukasi bahwa penyebab banyaknya berita hoax bermunculan karena semata untuk bisnis, salah satunya seperti mendapatkan iklan adsense dari pengguna internet.Berdasarkan sebuah studi, di Amerika Serikat berita palsu bisa dapat keuntungan 1.000 dolar AS per bulannya.

Menurut dia, di Indonesia juga terjadi hal serupa seperti yang dilakukan beberapa situs berita online.

Ironisnya, Suwarjono mengatakan berita hoax identik dengan propaganda untuk tujuan politik praktis seperti pemilu kepala daerah, pemilu presiden dan isu SARA. Para pelakunya dalam penyebaran berita hoax dimudahkan oleh cara kerja medsos dalam menggunakan algoritma yang mengikuti kebiasaan penggunanya.

“Yang suka buka konten esek-esek (porno) ya akan dikasih esek-esek terus dimedsosnya, begitu juga dengan berita hoax,”ujarnya.

Meski begitu, kecenderungan menjamurnya berita hoax tidak bisa dipungkiri adalah karena pertumbuhan pengguna internet yang terus bertambah dan perubahan perilaku pembaca memilih aplikasi digital ketimbang konvensional seperti koran dan majalah.

“Kritik juga kepada media, pendorong hoax berkembang adalah karena salah satunya penyebabnya ketidakpercayaan publik kepada media yabg berkepentingan di politik dan bisnis,” tutupnya.(YF)

LAINNYA