Oleh : Nuzulur Romadhona. S. Hum*
Surat Ulu sering juga disebut Aksara Ulu atau aksara Ka Ga Nga. Surat Ulu merupakan kekayaan tulis masa lalu, yang pernah menghiasi khazanah tulis di Sumatera Selatan.
Masyarakat Sumatera Selatan telah memiliki tradisi tulis sejak lama. Setidaknya hal itu dapat dilihat dari tulisan yang terdapat dalam prasasti-prasasti Sriwijaya yang ditemukan di Palembang dan sekitarnya sejak abad ke-7 M seperti prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, Telaga Batu,
Surat Ulu diperkirakan berkembang dari aksara Pallawa dan Kawi yang digunakan oleh Kerajaan Sriwijaya.
Menurut Sarwit Sarwono, Surat Ulu atau aksara aksara Ulu menyebar mengikuti aliran sungai Musi sebagai dampak mobilitas penduduk waktu itu. Surat Ulu adalah budaya tulis yang berkembang di daerah pemukiman huluan sungai atau disebut daerah ulu.
Di Sumatera Selatan, Tradisi tulis Ulu berkembang di daerah pedalaman yang melahirkan berbagai jenis naskah dengan menggunakan media tulisnya bambu, kulit kayu, bahan rotan, kulit hewan, lontar dan tanduk kerbau. Bahasa yang digunakan bahasa Melayu berdialek daerah Sumatera Selatan seperti dialek Ogan, Komering dan Pasemah. Surat Ulu ini tersebar.
Isi naskah Ulu merupakan sumber informasi kebudayaan daerah masa lampau yang sangat penting dan memiliki makna yang sangat berarti. Di dalamnya mengandung ide-ide, gagasan, dan berbagai macam pengetahuan tentang alam semesta menurut persepsi budaya masyarakat yang bersangkutan, ajaran-ajaran moral, filsafat, keagamaan dan unsur-unsur lain yang mengandung nilai-nilai luhur.
Surat Ulu terdiri dari 28 huruf yaitu ka, ga, nga, pa, ba, ma, ca, ja, nya, sa, ra, la, ta, da, na, kha, ha, mba, ngga, nda, nja, mpa, ngka, nta, nca, kha, wa, ya, yang dilengkapi sejumlah tanda baca.
Surat ulu pernah populer di daerah Sumatera Selatan pada abad ke-16 M sampai abad ke-18. Namun dekade terakhir Aksara Ulu mulai kehilangan pamornya hingga hampir terlupakan oleh masyarkat Sumatera Selatan, masa kini. Namun masih ada generasi tua yang melestarikan aksara ini ke anak keturunannya dan ada juga beberapa generasi muda yang perduli dengan Surat Ulu hingga aksara tidak punah hingga sekarang.
Harapan kami, Surat Ulu harus kita lestarikan kembali oleh seluruh pihak baik itu pihak pemerintah dan masyarakat Sumatera Selatan dengan cara menjadikan Surat Ulu masuk dalam kurikulum muatan lokal SD dan SMP, mengadaan wokshop mengenai Aksara Ulu, membuat plang jalan dengan aksara ulu, dan sebagainya.
Siapa lagi yang akan perduli dengan budaya tulis asli Sumatera Selatan kalau bukan kita generasi penerusnya.
Naskah Ulu merupakan sebuah dokumen yang ditulis tangan yang diperkirakan berasal dari daerah Uluan, dalam hal ini daerah Uluan yaitu daerah yang berada di dataran tinggi Bukit Barisan. Bahan yang digunakan untuk menulis sangat beragam, seperti bambu, kulit kayu/kaghas, rotan, daun nipah, dluang dan lain-lain.
Naskah Ulu juga tersimpan
*Pencinta Sejarah dan Budaya