Palembang, Pelita Sumsel – Untuk memetakan persoalan murahnya harga karet di Sumatera Selatan (Sumsel), dan mencari solusi dari persoalan yang ada, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDI Perjuangan) DPRD Sumsel, mengajak stakeholder karet duduk satu meja.
F-PDI Perjuangan DPRD Sumsel menggelar focus group discussion (FGD) atau kelompok diskusi fokus bertema ‘Menggagas Alternatif Solusi Terkait Kesejahteraan Petani Karet di Sumatera Selatan’, di Ruang F-PDI Perjuangan DPRD Sumsel, Palembang, Rabu (21/11/2018).
“Kami ingin mengali lebih dalam, apa persoalan yang sebenarnya terjadi penyebab murahnya harga karet di Sumatera Selatan. Setelah memetakan persoalannya seperti apa, kemudian kami mencarikan alternatif solusi agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani karet di Sumatera Selatan,” ujar Sekretaris F-PDI Perjuangan DPRD Sumsel Robby Budi Puruhita.
Hadir dalam diskusi itu Ketua F-PDI Perjuangan DPRD Sumsel M A Gantada, SH, MHum serta anggota fraksi, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumsel M Giri Ramanda N Kiemas, SE, MM, Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Fahrurrozi, dan Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Alex K Edy. Hadir pula dari Asosiasi Petani Karet Seluruh Indonesia (Apkrindo), Balai Penelitian Sembawa, serta sejumlah kelompok petani karet di Sumsel.
Dari diskusi itu terungkap, murahnya harga karet disebabkan sejumlah faktor. Diantaranya, murah harga karet dunia atau internasional. Hari ini harga karet dunia 1,20 Dolar AS per kilogram (Kg). Jika dikalikan dengan kurs Rp14650, maka harga jual karet kering 100 persen sekitar Rp16500. Dikatakan Robby, 90 persen penjualan karet dunia adalah untuk pabrik ban. Kondisi sat ini, penawaran jauh lebih tinggi dari permintaan.
“Persoalan karet ini sangat kompleks, ada keterkaitan faktor luar negeri, dan harga karet internasional,” kata Robby.
Faktor dari dalam negeri, petani belum bisa memproduksi karet secara baik dan benar.
“Ini menjadi tantangan pemerintah daerah, untuk bagaimana dapat meningtkan hasil produksi karet rakyat,” kata Robby.
Disampaikan Robby, yang telah dilakukan pemerintah daerah saat ini adanya unit pengolahan dan pemasaran bahan olahan karet/bokar (UPPB). UPPB menerapkan sistem lelang. UPPB menyortir kualitas karet rakyat. Kualitas baik akan dibeli dengan harga tinggi.
Ditambahkannya, Sumsel merupakan penyumbang lebih kurang 30 persen produksi karet nasional. Artinya, harga karet sangat mempengaruhi hajat hidup orang banyak di Sumsel.
Robby mengatakan, F-PDI Perjuangan Sumsel akan mendorong agar UPPB ada di setiap desa di kabupaten/kota penghasil karet. Hasil diskusi juga akan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompeten, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Sumsel. Seperti akan mendorong Pemprov Sumsel gencar melakukan sosialisasi agar petani karet dapat mengelolah karet dengan baik dan benar, mulai dari pemilihan bibit, merawat, hingga menghasilkan getah karet.
“Kita tidak bisa mengintervensi harga internasional. Saat ini bagaimana memperbesar skala produksi dengan mengefesiensi. Bagaimana kualitas baik, bagaimana yang selama ini satu hektar kebun karet menghasilkan satu ton karet menjadi menghasilkan dua ton,” kata Robby.
Ditambahkan Robby, di Asean ada empat negara ekspotir karet terbesar. Yakni, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Pada dataran kebijakan nasional, bagaimana mengupayakan empat negara itu duduk satu meja membicarakan harga karet dunia.
“Yang penting dari diskusi hari ini, kami sudah berhasil mendudukan beberapa stakeholder untuk berbicara soal karet. Jadi Fraksi PDI Perjuangan sudah berupaya memanggil pihak-pihak berkompeten untuk membicarakan satu meja, ini jarang terjadi,” kata Robby.
Ketua Gapkindo Sumsel Alex K Edy menyambut baik inisiatif F-PDI Perjuangan mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan karet.
“Bagus, Fraksi PDI-P DPRD Sumsel berinisiatif megundang stakeholder karet membentuk forum diskusi permasalahan karet,” ujar Alex.
Dia menyatakan, harga karet internasional tengah terpuruk.
“Harga karet ini lah nyampak ketimpo tanggo (sudah jatuh tertimpa tangga), memang terpukul nian (sekali),” kata Alex.
Namun, kata Alex, kondisi yang ada sebagai akibat dampak harga dunia. Dengan harga karet hari ini 1,20 Dolar AS/kg dengan kurs Rp14650, maka harga jual karet kering 100 persen sekitar Rp16500/kg. Sedangkan kekeringan getah karet petani hanya 50 persen. Belum lagi pengusaha karet harus mengelurkan ongkos ekspor. Sehingga, di tingkat pabrik harga beli karet petani Rp7000/kg.
Alex menekankan, murahnya harga karet saat ini bukan ditentukan pabrik karet. Tetapi, karena faktor dari luar negeri.
“Beli rugi, pabrik karet sudah Senin Kamis. Rp8500 beli di petani, rugi 1000,” kata Alex.
Dia menyampaikan, banyak pabrik karet di Sumsel telah mengurangi jam kerja. Misal dari tiga shift menjadi dua shift, dan dua shift menjadi satu shift.
Menurut Alex, yang pihaknya dapat lakukan terhadap petani adalah mengurangi untung. Di sisi lain, petani juga harus meningkatkan kualitas getah karet, yakni bersih, tidak banyak air. Getah karet jangan direndam.
Dikatakan Alex, dari diskusi tadi, F-PDI Perjuangan sepakat akan mencari jalan keluar. Misal dengan memanfaatkan karet sebagai pencampur aspal, dan membuat produk barang jadi dari karet. “Bukan untuk diekspor tetapi dipakai dalam negeri,” kata Alex