Palembang, Pelita Sumsel- Sidang perkara dugaan korupsi
pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan, yang rugikan negara Rp 719.681.378,62.
Pada kasus ini JPU menjerat tiga terdakwa atas nama Joko Edi Purwanto Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumsel, Indra Penyedia Jasa atau Pelaksana Kegiatan dan Adi Putra Konsultan Perencanaan merangkap Pelaksana Konsultan.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, terdakwa Indra mengakui telah meminjam CV Hasta Karya milik Rio untuk melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan USB SMA Negeri 2 Buay Pemanca di OKU Selatan.
“Saat melakukan tanda tangan kontrak saya tidak bertemu langsung dengan Joko, dan perusahaan CV Hasta Karya saya yang meminjam dari Rio tidak ada surat kuasanya. Saya yang memalsukan surat dan tanda tangan Rio pemilik CV Hasta Karya untuk proses pemberkasan,” ungkap terdakwa Indra dalam sidang, Jumat (20/9/2024) malam.
Ditanya hakim terkait FHO, terdakwa Indra mengaku karena tidak ada komplain dari Kepala Sekolah berdasarkan informasi dari Firdaus selaku PPTK.
Kemudian terdakwa Indra mengucapkan telah memberi sejumlah uang kepada tim FHO sebesar Rp3 juta.
“Tim FHO meminta uang awalnya Rp10 juta yang mulia, tetapi saya kasih hanya Rp3 juta. Kemudian yang kedua PPTK Firdaus minta untuk pengamanan proyek senilai Rp 44 juta, dan saya dipinta oleh saudara Joko Rp40 juta, tetapi tidak ada bukti dan saksinya yang mulia,” ujar Indra dalam persidangan.
Mendengar keterangan tersebut, majelis hakim mengatakan bahwa terdakwa Indra sudah mengeluarkan uang secara tidak resmi dari pembangunan USB SMA Negeri 2 Buay Pemanca itu.
“Saudara sudah mengeluarkan uang yang tidak resmi, pada saat penentuan titik nol sauadara sudah mengeluarkan uang untuk Nasrul. Kalau Joko meminta uang kepada saudara untuk kepentingan apa, bagimana caranya saudara menyerahkan uang Rp40 juta itu?,” tanya hakim ketua.
Sementara itu Joko Edi Purwanto membantah keterangan terdakwa Indra terkait adanya CCO dan pemberian uang sebesar Rp40 juta tersebut.
“Izin yang mulia, tidak pernah ada CCO dari awal sampai akhir pekerjaan itu. Kemudian soal Rp40 juta yang disebut saudara Indra, tidak pernah saya terima dan saya tidak pernah memerintahkan apapun kepada Indra, memang benar saya pernah menyarankan untuk kembalikan uang sebesar 5 persen ke BPKAD,” ungkap Joko.
Kemudian dalam kesaksiannya terdakwa Joko menjelaskan tugasnya sebagai KPA, bahwa sudah membuat tim PHO dan FHO.
“Kalau ada tagihan dari pihak ketiga itu memang tugas saya untuk menanda tangani SPM. Selama kegiatan saya tidak turun karena saya sudah membuat tim PHO dan FHO, hasil yang saya terima dalam bentuk laporan secara tertulis. Saya tanya real dilapangan dengan PPTK katanya, hasilnya baik atas laporan itulah saya percaya yang mulia,” ungkap Joko.
Saat ditanya penuntut umum terkait dokumen CCO yang ada tanda tangan KPA bidang SMA, terdakwa Joko kembali menegaskan tidak ada CCO yang dimaksud.
“Kalau saya tahu itu dokumen CCO pasti saya tolak duluan, itu tertanda tangani oleh saya bersama dengan dokumen lain, CCO itu diselipkan dalam dokumen yang saya tanda tangani. Betul ada kesalahan, tetapi bukan kesalahan saya sebagai KPA, awalnya saudara Indra ini meminta tolong tanda tangan untuk melengkapi berkas, saya tidak tahu kalau dalam semua dokumen itu ada CCO. Karena memang tidak ada CCO,” jawab Joko.
Terdakwa Adi Putra juga membantah keterangan terdakwa Indra terkait adanya dokumen CCO. Tetapi menurutnya dokumen yang dia buat hanya lampiran permohonan CCO.
“Keterangan saudara Indra ini tidak sesuai semua yang mulia, itu bukan dokumen CCO, tetapi yang saya buat hanya lampiran permohonan CCO,” kata terdakwa Adi Putra.
Usai Hapis Muslim tim penasehat hukum terdakwa Joko Edi Purwanto mengatakan, bahwa ada tiga poin yang dirangkum pihaknya dalam kesaksian tiga terdakwa di persidangan.
“Tadi para terdakwa sudah saling bersaksi dalam persidangan, khususnya untuk klien kami Joko Edi Purwanto tadi sudah jelas membantah atas keterangan saksi Indra terkait pemberian uang Rp40 juta yang menyerahkan pada tanggal 18 Juli 2023. Sedangkan, untuk pertama kali bertemu antara Joko dan Indra pada tanggal 28 November 2023. Padahal sebelumnya, belum pernah terjadi pertemuan sama sekali, sehingga itu jelas sudah terbantahkan bahwa tidak ada penyerahan uang sebagaimana keterangan yang dimaksud oleh saksi Indra,” tegas Hapis.
Yang kedua kata Hapis terkait CCO dimaksud, fakta persidangan yang terungkap sudah jelas bahwa CCO itu tidak pernah ada dalam pengajuan berkas pencairan maupun dalam berkas pelaksanaan pekerjaan. Dan sudah terkait dengan keterangan dari saksi BPKAD dan saksi Bendahara pada sidang sebelumnya.
“Dan yang ketiga mengenai penanda tanganan kontrak, bahwa tugas KPA adalah menanda tangani perjanjian terhadap pihak lain sebatas anggaran yang sudah disediakan. Artinya, sudah bisa disimpulkan bahwa terdakwa Joko Edi Purwanto menanda tangani kontrak terhadap konsultan pengawas, konsultan perencana maupun penyedia jasa adalah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan memang kewenangan Joko untuk menanda tangani perjanjian tersebut, itu tiga hal yang kami rangkum dalam pemeriksaan terdakwa saling bersaksi tadi,” tegasnya.
Hapis menambahkan, terkait adanya dokumen pada tanggal 5 Oktober 2022 dimana pada saat itu disampaikan kepada Joko Edi Purwanto. Tetapi tidak dijelaskan untuk apa peruntukannya, atas itulah pihaknya menduga ada unsur kesengajaan untuk menyelipkan dokumen tersebut dan baru diketahui oleh Joko bahwa dokumen itu ternyata digunakan atau dianggap sebagai CCO.
“Tadi sudah disampaikan oleh saksi Adi Putra bahwa dokumen list yang disampaikan atau dibuat olehnya itu bukan CCO tetapi hanya lampiran permohonan CCO, karena hal itu sudah pernah diajukan tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam rapat penyusunan CCO itu sendiri, sehingga ini yang menjadi akar permasalahan menjadi temuan. Karena ada temuan itulah, klien kami baru mengetahui pada saat itu. Atas itulah Joko menyampaikan pernyataan menolak CCO tersebut,” tutupnya.