Gambar_Langit Gambar_Langit

Ahli Nilai Kontraktor Pelaksana Harus Tanggung Jawab Bukan Penyedia

waktu baca 5 menit
Jumat, 23 Agu 2024 23:46 0 59 Redaktur Romadon

 

Palembang, Pelita Sumsel- JPU Kejari OKU Selatan, menghadirkan dua orang ahli auditor perhitungan kerugian negara dari BPKP M Deni Murpala dan ahli kontruksi independen Jasmani, untuk dimintai keterangan dugaan korupsi pada pada pekerjaan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca OKU Selatan, yang rugikan negara Rp 719 juta.

Diketahui dalam kasus ini Jaksa menjerat tiga orang terdakwa atas nama Joko Edi Purwanto Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumsel selaku KPA, Indra ST penyedia jasa atau pelaksana kegiatan dan Adi Putra Konsultan Perencanaan merangkap Pelaksana Konsultan.

Dihadapan Majelis Hakim yang ketuai Hakim Pitraidi SH MH, Jasmin selaku Ahli Kontruksi mengatakan, temuan dalam pembangunan USB SMA Negeri 2 Buay Pemanca yang dapat dipersalahkan adalah pihak kontraktor selaku pelaksana.

Hal itu dikatakannya saat menjawab pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa Joko Edi Purwanto.

“Saudara Ahli, pada bagian siapa yang melaksanakan ini, jadi apakah kontraktor pelaksana atau dari perencanaan dan pengawasan?,” tanya Arief Budiman tim penasehat hukum Joko Edi Purwanto, saat sidang di PN Tipikor Palembang, Jumat (23/8/2024).

“Sebagai kontraktor pelaksana,” jawab ahli.

“Baik, jadi kontraktor pelaksana ya yang dapat dipersalahkan dalam pelaksanaan kegiatan ini,” tanya Arief lagi.

Kemudian ahli auditor dari BPKP Sumsel menjelaskan dalam kerugian negara sebesar Rp719 juta terdapat temuan dari tiga item.

“Ahli menemukan ada nilai kerugian sebesar Rp 719 juta, apakah temuan ini bisa menjelaskan secara spesifik misalnya, dari perencanaan berapa kerugian, dari pelaksanaan berapa kerugian dan pengawasan berapa kerugian, karena kan ahli mulai mengaudit dari awal. Karena ini penting, di fakta persidangan sudah terungkap bahwa di perencanaan Pak Joko ini sama sekali sudah tidak ada keterlibatannya. Jika ada kerugian disana, itu untuk dikaitkan dengan turut sertanya tidak bisa, jadi maksudnya kami butuh detailnya?,” telisik Arief.

“Jadi untuk Kontraktor pelaksana kerugian negara sebesar Rp 635 juta, untuk kontrak perencanaan sebesar Rp 39 juta kemudian pengawasan kerugian Rp45 juta,” jelas ahli.

Kemudian hakim anggota menegaskan kepada ahli terkait pertanggung jawaban seseorang yang meminjam perusahaan.

“Ahli sampai sejauh mana pertanggung jawaban bagi seseorang yang meminjam perusahaan?,” tanya hakim anggota Wahyu.

“Izin yang mulia itu bukan keahlian saya untuk menjawab karena kami bukan ahli hukum,” ujar ahli.

“Tadi saudara bilang meminjam perusahaan melanggar penyimpangan,” cecar hakim lagi

“Benar yang mulia itu melanggar penyimpangan, terkait hukum saya tidak bisa menjelaskan,” kata ahli.

Kemudian hakim ketua, menggali keterangan ahli terkait adanya perbaikan-perbaikan yang tidak dimasukkan dalam audit perhitungan.

“Ahli terdakwa sudah ada melakukan perbaikan-perbaikan yang tidak masuk dalam perhitungan kerugian negara yang saudara audit, benar itu?,” tanya hakim ketua.

“Jadi yang mulia dari sisi audit itu ada namanya kapan penyimpangan dan pembayaran itu dilakukan. Walaupun sudah ada perbaikan yang mulia itu dilaporan kami akan di informasikan sebagai informasi lainnya. Jadi dilaporan kami jumlah Rp 719 itu tanpa memasukkan temuan BPK, tanpa juga memasukkan penyetoran yang sudah dilakukan jadi murni jumlah itu saat kontrak ditanda tangani. Apabila ada perbaikan atau penyetoran yang dilakukan itu hanya menjadi informasi dilaporan. Jadi nantinya majelis hakim bisa menguranginya,” ujar ahli.

“Kalau hakim itu aturan juga, keadilan juga, yang penting faktanya ada. Itu makanya kami gali tadi keterangan sauadara,” ujar hakim.

Sementara itu usai sidang Hapis Muslim tim penasehat hukum terdakwa Joko Edi Purwanto mengatakan, bahwa keterangan dua ahli yang dihadirkan dalam persidangan tidak ada kaitannya dengan kliennya.

“Dari Pak Jasmin ahli kontruksi tadi hanya menyampaikan terkait kontruksi bangunan dimana terdapat pengurangan volume ataupun perbedaan antara pelaksanaan pembangunan dengan RAB. Disini kita sudah gali keterangan ahli kontruksi tadi, bahwa tidak ada keterkaitan keterangan ahli dengan klien kami Pak Joko. Karena beliau bukan pelaksana, yang perlu kita kita catat dari keterangan ahli bahwa apabila terjadi pengurangan atau misalnya penyimpangan terhadap RAB siapa yang harus bertanggung jawab? Jawaban ahli, yang harus bertanggung jawab adalah kontraktor pelaksana bukan penyedia ini perlu digaris bawahi,” jelas Hapis.

Kemudian ahli dari BPKP Deni Murpasal lanjut Hapis, proses pembayaran atau Surat Perintah Membayar (SPM) sudah berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan atau PHO dan FHO.

“Tadi ahli dari BPKP sudah menjelaskan bahwa terkait dengan pembayaran atau SPM yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan atau PHO dan FHO apakah itu suatu merupakan penyimpangan. Dijawab ahli tadi kalau dilaksanakan pembayaran berdasarkan PHO adalah sudah sesuai dengan prosedur. Artinya, pendapat ahli ini mendukung dari keterangan saksi-saksi sebelumnya yang sudah pernah diperiksa terkait dengan pelaksanaan pembayaran,” kata Hapis .

Hapis menegaskan, bahwa dalam persidangan dan keterangan ahli tidak ada sedikitpun keterkaitan dengan kliennya Joko Edi Purwanto.

“Semuanya keterkaitan dengan terhadap pelaksana, perencanaan dan pengawasan yang ada kaitan dengan dua terdakwa yang lainnya,” tegasnya.

Sementara itu Arief Budiman menambahkan, dalam perhitungan terhadap kerugian negara ada tiga item yakni, item perencanaan, item pelaksanaan dan di item pengawasan.

“Jadi tidak ada keterkaitan dengan klien kami, karena yang berkaitan dengan itu memang di pelaksana, pengawasan dan perencanaan, itu semua yang bertanggung jawab di item masing-masing. Dan Pasal 18 terkait pengembalian kerugian negara, artinya kerugian negara ini semua penyebabnya di tiga item tersebut, bukan di klien kami,” ujar Arief.

Arief mengatakan, dari tiga item temuan tersebut, tidak ada aliran dana ke kliennya.

“Memang ada satu keterkaitan dalam perencanaan karena tidak dibuat HPS, karena memang pada saat itu belum dimasanya Pak Joko, tetapi masih dimasanya Pak Masherdata,” tutupnya.

LAINNYA