Palembang, Pelita Sumsel – Peringatan Hari Internasional Perempuan Pedesaan 15 Oktober, Hari Pangan Sedunia 16 Oktober, dan Hari Internasional untuk Pemberantasan Kemiskinan 17 Oktober adalah 3 hari penting yang menurut Konsorsium PERMAMPU, menyangkut mendesaknya Negara melihat tantangan khusus dari para perempuan yang berada di pedesaan, para petani dan perempuan miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat naiknya angka kemiskinan per Maret 2020 menjadi 26,42 juta orang, dan bahwa pada kuartal II-2020 perekonomian Indonesia anjlok hingga minus 5,32%. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 bisa minus hingga 3%, dan bahwa sebenarnya sejak Oktober 2020, resesi telah terjadi. Ini berarti jumlah orang miskin pasti meningkat, tetapi data terpilah menurut jenis kelamin masih sulit diperoleh.
Peningkatan tingkat kemiskinan memang terjadi di desa dan kota. Tetapi meski peningkatan tingkat kemiskinan di kota lebih tinggi, tantangan yang dihadapi perempuan di pedesaan lebih serius. Perempuan di desa khususnya perempuan miskin dihadapkan pada minimnya akses terhadap sumber daya dan layanan publik, serta posisi mereka di masyarakat adat. Kontribusi perempuan petani yang begitu tinggi terhadap ketersediaan pangan kurang mendapat perhatian bahkan kurang terlihat. Jatuhnya harga produksi pertanian pangan akhir-akhir ini sangat memukul petani perempuan, dan perempuan pedesaan yang bergerak di agribisnis; seperti yang terjadi di hampir 214 desa di 35 Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah dampingan Konsorsium PERMAMPU. Dari 23.610 anggota kelompok perempuan yang didampingi, mayoritas adalah perempuan desa, miskin dan bergerak di bidang pertanian; baik sebagai buruh tani, petani gurem, maupun sebagai perempuan usaha kecil & mikro di bidang agri bisnis.
Hal ini masih ditambah beban peran reproduksi perempuan karena bekerja dari rumah dan mengurus anak-anak yang sekolah dari rumah sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Termasuk peningkatan KDRT sebagaimana temuan survey Komnas Perempuan 2020 yang menyebut korban yang melaporkan semakin sering mengalami kekerasan saat COVID-19, ada sekitar 88% perempuan dari 2.285 responden; yang berdasarkan pengalaman Konsorsium PERMAMPU korban sulit mengadu karena keterbatasan mobilitas dan kebebasan untuk mengadu. Secara khusus juga terdapat kekhawatiran para perempuan muda untuk terjebak ke perkawinan anak dan dini, khususnya bagi yang tinggal di pedesaan maupun yang berasal dari keluarga miskin. Dalam pertemuan besar perwakilan Forum Perempuan Muda dampingan PERMAMPU yang anggotanya berjumlah 20.933, yang mayoritas berasal dari pedesaan dan tersebar di 30 Kabupaten/kota di pulau Sumatera, kekhawatiran ini telah dinyatakan langsung. Hal ini direspon oleh Konsorsium PERMAMPU melalui upaya pengembangan kewirausahaan dan usaha khusus untuk perempuan muda dan upaya peningkatan akses ke pendidikan kritis dan layanan kesehatan seksual & reproduksi (KSR). Aksi kolektif advokasi kebijakan untuk mencegah perkawinan Anak telah dilakukan oleh Konsorsium PERMAMPU bersama jaringannya di 8 propinsi di pulau Sumatera.
Koordinator PERMAMPU, Dina Lumbantobing mengatakan peringatan di ketiga hari tersebut di atas yang sangat penting bagi perempuan pedesaan, petani (khususnya petani tanaman pangan) dan perempuan miskin,
Berdasarkan rilis yang diterima redaksi Pelita Sumsel, Jumat (16/10), Konsorsium PERMAMPU menyampaikan beberapa rekomendasi, diantaranya Pemerintah harus memastikan agar layanan kesehatan di Puskesmas (akses ke kontrasepsi, immunisasi, akses ke pemeriksaan kehamilan, penanganan gizi/stunting), dan pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terus berjalan dan mudah diakses dengan berbagai strategi sesuai protokol kesehatan.
Koordinator PERMAMPU, Dina Lumbantobing mengatakan, secara khusus agar memperluas upaya pemberian layanan dan pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang komprehensif, sebagaimana telah dirintis oleh Konsorsium PERMAMPU di 31 PUSKESMAS di 27 Kabupaten yang tersebar di 5 propinsi melalui OSS&L atau Pusat Layanan & Pendidikan KSR.
Rekomendasi lainnya yaitu mengaktifkan hotline untuk pengaduan, dan merespons cepat soal-soal HKSR dan Kekekerasan Terhadap Perempuan, khususnya KDRT & Kekerasan seksual dan agar perkawinan di usia anak dan usia dini terus dicegah, kemudian pemerintah mengoptimalkan pengelolaan dana refocusing Covid-19 di tingkat desa, kabupaten dan provinsi yang dapat adaptif dengan kondisi di masa pandemi serta membangun resiliensi/ketangguhan perempuan pedesaan, petani perempuan, perempuan miskin dan perempuan muda. Termasuk menyediakan data terpilah dan sistem jaminan sosial yang inklusif dan menguatkan.
“Keempat, Pemerintah memastikan harga jual produk pertanian di tingkat petani dengan harga yang memadai sehingga meringankan beban petani untuk memproduksi pangan kembali dan kebutuhan hidup keluarga,” kata Dina.
Dikatakannya, untuk rekomendasi kelima yaitu pemerintah daerah melakukan evaluasi dan optimalisasi pencapaian daerah terhadap 5 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SGDS yang sangat terkait dengan pemenuhan hak-hak perempuan meliputi: mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun, mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan, memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia, memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua, serta mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif WCC Palembang Yeni Roslaini menambahkan rekomendasi ini disampaikan demi terwujudnya resiliensi perempuan akar rumput, khususnya perempuan pedesaan, petani perempuan dan perempuan miskin. (Ron)