Oleh : Eko Marhen*
Pendemi covid-19 melanda Indonesia telah memasuki bulan ke-7, sejak Presiden Joko Widodo mengumunkan pertama kali kasus covid masuk ke Indonesia terdapat dua orang pasien pada 2 maret lalu terkonfirmasi positif covid-19. Sementara hingga saat ini per 26 September 2020 terkonfirmasi kasus positif mencapai 271.339 orang. Sedangkan akumulasi pasien yang sembuh dari Covid-19 untuk hari ini mencapai sebanyak 199.403 orang.
Pendemi covid-19 ini, telah memasuki berbagai dunia dan bahkan polosok daerah yang terjangkit virus tersebut. Tidak terkecuali di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) Provinsi Sumatera Selatan. Diketahui saat ini, di Kabupaten PALI sendiri sudah ada yang terkonfirmasi, jumlah yang terkonfirmasi per 24 september ini, total terkonfirmasi sebanyak 296 suspek, 16 orang probable atau meninggal, 53 orang suspek terkonfirmasi, 221 orang discarded atau sembuh dan 6 orang dalam proses. Meski demikian, dalam menekan penyebaran virus tersebut berbagai upaya pun telah pemerintah lakukan demi memutus mata rantai covid-19.
Seperti kampanye 3 M (menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). Hal tersebutlan dinilai cukup tepat untuk menghentikan penyebaran virus tersebut. Bahkan Pemkab PALI pun tidak tanggung-tanggung telah menggelontorkan puluhan miliar untuk penanganan virus corona itu. Awalnya, Pemkab PALI menyiapkan anggaran sebesar Rp 25 miliar, namun tidak berselang lama Pemkab PALI menaikan kembali menganggarkan penanganan covid-19 itu sebesar Rp 52 miliar. (Menurut Plt Kepala Bappeda, Ahmad Jhoni). Ada pula yang menyebutkan anggaran penanganan itu sebesar Rp 50,168 miliar. Dengan rincian Rp 31,7 miliar untuk kesehatan, Rp 17,34 miliar jaring pengaman sosial, dan Rp 1,02 miliar untuk penanganan ekonomi. (Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten PALI, Syahron Nazil). Dari kedua data tersebut sedikit mengalami perbedaan, namun harus kembali diluruskan kepada publik sebagai akuntabilitas dan transparansi.
Tidak hanya itu saja, Pemkab PALI pun turut mengguyur anggaran untuk setiap desa di wilayah yang berjuluk Bumi Serepat Serasan itu dalam penaganan virus tersebut. Berdasarkan informasi setiap desa diberikan sebesar Rp 50 juta untuk penanganan covid-19 ini. Ya namanya juga penyakit tidak ada yang bisa kita tebak, siapa saja bisa saja yang terkena baik itu para pejabat maupun rakyat biasa.
Sebagai contoh di PALI sendiri orang nomor satu yang memimpin diwilayah itu, Heri Amalindo sempat dinyatakan positif covid-19 pada 8 september, setelah pihak laboratorium RS MH Palembang mengeluarkan hasil pemeriksaan Swab. Meskipun saat ini Bupati PALI itu sudah dinyatakan sembuh dari covid-19. Sempat dinyatakan positif covid itu menjadi acuan Pemkab PALI untuk lebih fokus dan serius dalam penanganan virus yang telah menyerang ratusan ribu orang di Republik ini.
Keseriusan ini sedikit diragukan, Pemkab PALI dan aparatur desa yang telah diberikan anggaran yang cukup fantastis tersebut malah saat ini abai atas virus itu. Awalnya meraka sempat gencar mensosialisasikan bahaya covid, membuat posko penanganan covid, melakukan penyemprotan disinfektan, membagi-bagikan masker dan lain sebagainya. Malah saat ini hal itu nampak tak lagi terlihat. Entah kenapa? Apakah karena kebijkan harus menarik itu saat gencarnya tatananan kehidupan baru “New Normal”, anggaran sudah habis, corona sudah hilang, dan atau sebagainya. Saya belum mendapatkan jawaban dan masih dipertanyakan?
Alih-alih dalam keseriusan dalam penanganan virus corona, Pemkab PALI ternyata cukup disibukan juga dalam pembangunan infrastrukur. Dalam pembangunan itu juga setelah ditelaah dengan cermat cukup banyak menuai kontroversial. Kontroversial seperti apa itu? Kontroversial lagi-lagi dilihat dari efek pendemi covid-19 ini yang cukup menghantam berbagai macam sektor, yang seharusnya lebih besar memikirkan kesehatan masyarakat ketimbang sibuk membangun yang dirasa tidak begitu urgensi.
Selain itu, catatan lain juga banyaknya pembangunan yang tengah berlangsung tidak sesuai harapan masyarakat. Ironisnya, pembangunan itu acap kali banyak kejanggalan-kejanggalan seperti tidak ada keterbukaan informasi publik, buruknya kualitas pembangunan atau terkesan asal jadi, bahkan pembangunan normalisasi sungai yang meresahkan warga. Meski demikian normalisasi sungai itu juga banyak sekali dikeluhkan dan masyarakat pun banyak mempertanyakan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang terindikasi diabaikan.
Buruknya kualitas pembangunan turaf (dinding pengaman sungai) itu seperti terjadi di Desa Bumi Ayu Kecamatan Tanah Abang mengakibatkan amblas sepanjang 12 meter. Bangunan itu menelan anggaran yang cukup besar mencapai 12,4 miliar yang bersumber dari dana hibah Pemerintah Pusat melalui BPBD PALI. Buruknya kualitas pembangunan juga terjadi di Desa Persiapan Simpang Solar, Kecamatan Talang Ubi. Pembangunan ini berupa jalan setapak, warga meduga bangunan itu asal jadi.
”Jangan sekendak bae (Semaunya saja) membangun, mentang-mentang kami di Pelosok, didaerah ujung perbatasan kabupaten. Kami memang orang awam, teknis pengerjaan kurang tahu yang bagaimana benarnya. Tetapi secara kasat mata saja tahu kalau pembangunan itu asal jadi dan asal terlaksana saja,” kata salah seorang warga, Bambang, Jumat (25/9/2020) melansir iNewsSumsel.id.
Tidak berhenti disitu saja kontroversial pembangunan normalisasi sungai saat ini di Desa Tempirai Selatan, Kecamatan Penukal Utara serta Kelurahan Talang Subur Kecamatan Talang Ubi dan pada tahun 2018 lalu terjadi Desa Tempirai, Tempirai Utara, dan Tempirai Timur. Ternyata pembangunan itu cukup meresahkan warga dan mengalami pencemaran serta kerusakan lingkungan akibat tidak ada kajian yang secara komphensif untuk memberikan asas kebermanfaatan kepada msyarakat. Keresahan-keresahan inilah pemerintah Kabupaten PALI harus didengarkan untuk melakukan perencanaan secara matang agar kedepannya tidak ada permasalahan dalam pembangunan.
Kendati demikian, setelah banyaknya pernyataan tersebut harus menjadi bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten PALI untuk lebih fokus dalam pencegahan dan penanganan virus corona. Sebab pembangunan itu tidak begitu urgensi atas kesehatan masyarakatlah yang harus diutamakan.
Data : Diolah dari berbagai sumber.
*Aktivis Sosial, Sekretaris Umum Masyarakat Peduli Pembangunan Desa Tempirai (MPPDT), Pemuda Tempirai