New Normal : Membiarkan Warga Perang Sendirian Lawan Corona

waktu baca 4 menit
Minggu, 31 Mei 2020 17:08 0 165 Admin Pelita

Palembang, Pelita Sumsel – Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) asal Palembang mengingatkan agar rencana pemerintah menerapkan kebijakan “new normal “di sejumlah wilayah pada awal Juni 2020 mesti didasari kajian yang matang. Kebijakan ini jangan sampai dilakukan secara gegabah karena dapat berpotensi mengancam keselematan hidup warga Negara.

Hal tersebut mengemuka dalam acara diskusi di tengah Halal Bihalal dan Silaturahmi Grup WhatApps “Alumni HMI di Hati” secara online yang berlangsung pada Jum’at malam (29/5/2020) lalu. Acara yang diikuti sekitar 40 partisipan alumni HMI Palembang yang berada di dalam dan di luar negeri ini menghadirkan para pemantik diskusi bereputasi yakni Ridwan Hasan, SE (Konsulat Jenderal RI di Dubai, Emirat Arab), Alma’arif Setaf, SH. MH (Dosen UIN Raden Intan Lampung), Prof. Dr. Idzan Pautanu (Guru Besar UIN Sunan Gunung Jati, Bandung), dan Dr. Mahmud Mulyadi (Dosen Pascasarjana Universitas Sumatera Utara).

Diskusi tersebut mengangkat tema, “ Sikap dan Langkah Alumni HMI Menghadapi Covid-19 Pasca PSBB Menuju New Formal”. Dalam diskusi yang dimoderatori oleh mantan Ketua Umum KAHMI Kota Palembang, Solehun M. Pd. ini, kebijakan penerapan new normal yang notabene era baru atau kembali ke kehidupan seperti biasanya tersebut diingatkan hendaklah diawali dengan sikap transparansi pemerintah terkait data sebaran Covid-19 di seluruh wilayah di negeri ini.

“Akan berbahaya jika sampai publik tidak tahu secara valid tentang peta sebaran covid di negeri ini, sementara new normal tetap dijalankan. Selama ini kan ada istilah daerah zona hijau, zona kuning dan zona merah. Juga ada prasyarat reproduksi (Ro) yang harus diperhatikan sebelum menerapkan new normal. Kenapa hal tersebut belum disosialisasikan secara massif ke publik. Harus diingat, memaksakan new normal di daerah pandemi sama artinya membiarkan warga berperang sendirian melawan corona. Siapa kuat dia hidup. Siap yang tidak kuat, dia akan mati,” ujar Alma’arif.

Hal hampir senada dikemukakan Idzan Pautanu, yang menyoroti belum efektifnya pola komunikasi seputar Covid-19 selama ini. Menurutnya, kebijakan pemerintah yang terkesan tidak satu suara dalam menyikapi Covid-19 telah membingungkan masyarakat.

“Pada satu sisi pemerintah terkesan belum satu suara dan di sisi lain beredar juga beragam informasi seputar wabah corona di medsos atau media mainstream. Ini tentu tidak produktif bahkan dapat mempengaruhi ketidakkompakkan bangsa ini menghadapi pandemi covid-19. Kita ingin pola komunikasi seperti ini segera diperbaiki sebelum melangkah jauh soal new normal”, tegas Idzan.

Sementara Ridwan Hasan mengingatkan, terlepas dari polemik ada tidaknya konspirasi, Covid-19 telah menjadi fakta dan telah melanda hampir seluruh dunia. Covid-19 juga telah meluluhlantakkan segala sendi kehidupan. Karenanya yang terbaik saat ini menurutnya adalah bagaimana kita meresponsnya, termasuk ketika menjalani era new normal.

“Saat ini mau tidak mau kita sudah harus berpikir bagaimana survival komunitas, berbuat dan optimis demi recovery, serta beradaptasi dengan new normal”, tutur Ridwan.

Ditambahkan Ridwan, ada upaya jangka pendek dan jangka panjang yang mesti dilakukan bangsa ini dalam menghadapi wabah corona. Upaya jangka pendek itu mulai dari penguatan kapasitas pengobatan, kesiapan masyarakat hingga penguatan jaring pengaman sosial. Sedangkan jangka panjangnya, berkaca pada pandemic Covid-19 kali ini maka ke depan perlu peningkatan kapasitas bangsa ini dalam pemberantasan penyakit dan obatnya, penguatan antisipatif dunia akademik, dan penguatan kepedulian (charity) elemen dan organisasi kemasyarakatan.

Berbicara sikap responsiv, menurut Mahmud Mulyadi, sikap ini semestinya diteladankan oleh pemerintah sejak jauh-jauh hari seiring fakta kemunculan wabah corona. Sayangnya, yang terbaca oleh publik justru pemerintah dianggap kurang sigap dalam menghadapi Covid-19. Bahkan hingga kini kebijakan new normal pun belum diikuti dengan parameter yang jelas.

“Saya khawatir masyarakat akan rapuh dalam menghadapi new normal ini. Pemerintah itu punya power konstitusi untuk melindungi rakyat. Jadi tolonglah rakyat, jangan biarkan rakyat bertarung sendiri melawan penyakit”, tuntut Mahmud yang dikenal pakar pidana nyentrik ini.

Di akhir halal bihalal dan silaturahmi, baik host acara Reslawati, M.Si maupun admin grup M Khalifah Alam, S.Ag menyampaikan ucapan terima kasih kepada pembicara dan para partisipan zoom meeting ini. Menurut mereka, ke depan acara serupa akan diupayakan bisa teragendakan secara rutin dengan tema-tema yang kontekstual. (Yfr)

LAINNYA