Banyuasin, Pelita Sumsel — Terkait adanya perkara perdata antara PT Hanuraba Sawit Kencana (HSK) selaku penggugat dengan masyarakat setempat selaku tergugat prinsipal, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai yang diketuai Yudi Nofriandi lakukan sidang lapangan, Jumat (28/02) kemarin.
Diketahui, objek sengketa perkara perdata lahan tersebut seluas 333 hektar yang berlokasi di Pulau Rimau Desa Kuala Puntian, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin.
Melalui pantau, terlihat dalam sidang lapangan, Majelis Hakim bersama penggugat dan tergugat lakukan pemeriksaan 15 titik patok tanah. Namun, yang jadi objek sengketa milik masyarakat ada sembilan titik patok.
Kuasa Hukum masyarakat Desa Kuala Puntian, Senja Nasril SH dari kantor pengacara H Junaidi Aziz SH MH menjelaskan, bahwa sengketa antara PT Hanuraba Sawit Kencana dengan masyarakat Desa Kuala Puntian berawal dari tahun 2010, dimana PT Hanuraba Sawit Kencana klaim lahan milik masyarakat Desa Kuala Puntian masuk dalam Hak Guna Usaha perusahaannya waktu melakukan pengukuran.
Dikatakannya, lahan seluas 333 hektar yang diklaim PT Hanuraba Sawit Kencana sebenarnya 700 hektar milik almarhum H Wahid dari tahun 1979 dengan bukti kepemilikan surat keterangan usaha membuat sebatang parit untuk kebun kelapa No OP. 000/11/1979 tanggal 20 Februari 1979 yang ditanda tangani oleh pesirah kepala Marga Tanjung Lago Muhammad Sapiudin.
Kemudian pada tanggal 2 Januari 1982 surat keterangan usaha tersebut di Laporkan / di register kembali kepada pesirah kepala Marga Tanjung Lago ditanda tangani oleh M Harun Ilyas bahwa pada tanggal 11 September 1985 surat keterangan tanah usaha tersebut di daftar ke kepala desa Tanjung Lago yang ditanda tangani oleh Kgs Ismail Fauzi dengan luas tanah 700 hektar panjang 3500 meter dan lebar 2000 meter.
“Dari lahan seluas 700 hektar ada yang dibagi bagikan dan ada yang dijual masih tersisa 333 hektar yang saat ini disengketakan dari lahan 333 hektar, sekitar 113 hektar sisanya milik ahli waris Hatta anak almarhum H Wahid dan beberapa warga yang membeli dari almarhum H Wahid,” kata pria yang akrab disapa Senja tersebut.
Lahan milik masyarakat yang digugat oleh PT Hanuraba Sawit Kencana setiap tahun membayar hak pancung alas dan PBB dan yang menjadi pertanyaan mengapa pihak BPN Banyuasin dengan mudah menerbitkan HGU. Karena seharusnya HGU belum bisa diterbitkan karena masih ada klaim dan sengketa antara PT Hanuraba Sawit Kencana dengan masyarakat setempat.
“Namun BPN Banyuasin tetap mengeluarkan HGU artinya BPN Banyuasin tidak teliti dan cermat dalam melihat persoalan dilaporkan,” tuturnya.
Bahkan kata Senja Nasril yang juga Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumsel ini saat dilakukan pemeriksaan titik patok tanah pihak perusahaan tidak mengetahui berapa luas lahannya dan siapa yang membuat parit – parit yang ada di lahan perkebunan kelapa sawit.
“Pihak perusahaan sudah membayar ganti rugi lahan seluas 42 hektar, namun yang dibayarkan 42 hektar tersebut tidak masuk dalam objek sengketa tapi diluar objek sengketa,” bebernya.
Ditempat yang sama Ambo Ilang salah satu warga yang tanah diklaim PT Hanuraba Sawit Kencana masuk dalam HGU perusahaan mengaku ia membeli tanah seluas 13 hektar yang dibelinya dari almarhum H Wahid pada tahun 2006 lalu
“Tahun 2010 pihak perusahaan membuka lahan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan alat berat. Lalu bertemulah Rizki orang dari PT Hanuraba Sawit Kencana dan Rizki berpesan jangan diganggu perusahaan yang sedang membuka lahan nanti sekitar tiga bulan uang ganti rugi lahan milik saya yang digusur oleh perusahaan akan cair,”katanya meniru perkataan Rizki.
Namun setelah lebih dari tiga bulan pihak perusahaan tidak membayar uang ganti rugi Ambo Ilang pun mendatangi kantor proyek menemui Rizki untuk menanyakan perihal ganti namun Rizki tidak lagi menjabat Manager bahkan sudah pindah tugas Ambo pun hanya bertemu dengan Bambang perwakilan perusahaan.
“Lagi lagi kami hanya dijanjikan saja sampai saat ini pihak perusahaan tidak membayar ganti rugi lahan kami yang diklaim masuk HGU hingga terjadi lah gugatan perdata yang hari ini masih bergulir,”bebernya.
Sementara itu, usai meninjau dan memeriksa objek sengketa di Desa Kuala Puntian, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin majelis hakim menutup persidangan dan sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin 9 Maret 2020 dengan agenda pemeriksaan saksi saksi baik dari penggugat maupun pihak tergugat.
“Silakan para pihak untuk menghadirkan para saksi saksi yang penting dalam perkara ini karena akan diperiksa yang berimbang dari kedua belah pihak,” kata Yudi Nofriandi ketua majelis hakim sambil menutup persidangan. (PP/ril)