HD Nilai ‘Tujah Menujah’ di Sumsel Berkurang

waktu baca 3 menit
Kamis, 6 Feb 2020 12:43 0 204 Redaktur Romadon

Palembang, Pelita Sumsel – Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru menilai citra tujah menujah di Sumsel telah berkurang. Hal tersebut dilihat dari nilai pertumbuhan ekonomi Sumsel yang mencapai 5.71 persen.

Menurutnya, dalam menekan citra tujah menujah tersebut, semua aparat kepolisian, TNI dan para masyarakat juga telah ikut bekerja secara baik.

“Ini adalah tugas kita bersama, seperti selalu menjaga emosi, sehingga kita tidak menjadi orang yang di bilang kepepet, karena orang nujah itu dikarenakan dia kepepet,” katanya saat usai menghadiri FGD tentang tujah apakah budaya yang menhadirkan narasumber Kemas A.R. Panji, M.Si. (Sejarawan/Budayawan dari UIN Raden Fatah Palembang), Sayang Ajeng Mardhiyah, M.Si. (Psikolog, Dari Fakultas Kedokteran UNSRI), Dr. Sri Silastri (Kriminolog, dari Universitas Muhammadiyah Palembang), Saudi Berlian, M.SI. (Sosiolog, dari Universitas Sumatera Selatan), dan H. Ayik Farid Alaydrus (Sekretaris Umum MUI Sumatera Selatan) di Aston Hotel Palembang, Kamis (06/02/2020).

Ia juga mengungkapkan, persepsi tujah menujah atau pagas yang sering di bincangian oleh sebagain orang tersebut bukanlah budaya.

“Kita rumuskan tentang tujah dan pagas ini budaya apa bukan di Sumsel, saya bisa simpulkan ini bukan budaya, tapi masalah manajemen tempramen atau emosi pribadi setiap individu,” ungkapnya.

Ia juga menghimbau, agar masyarakat Sumsel berhenti membawa senjata tajam, dan harus percaya diri serta selalu berbuat baik kepada sesama.

“Berhentilah uy bawak-bwak pisau itu, kito ni jadi wong yang percaya diri be, dan yakinlah kalau kita baik, wong akan baik jugo dengan kito,” imbaunya.

Sementara itu, Wakapolda Sumsel di wakili oleh Kabid Humas, Supriyadi menuturkan, bahwa tingkat kejahatan dengan menggunakan senjata tajam cukup tinggi, sehingga Polda Sumsel berniat menekannya dengan cara membedah bersama-sama.

Ditambahkannya, membawa senjata tajam tersebut bukanlah budaya, tapi suatu kebiasaan orang-orang tertentu untuk membawa Sajam.

“Mungkin awalnya daerah tersebut adalah hutan, dan peruntukan sajam bukan untuk membunuh orang tapi untuk menjaga diri,” ujarnya.

“Kita berharap seluruh komponen berperan aktif dalam menekan kasus sajam, dan menekan supaya tidak membawa Sajam,” tambahnya.

Suasana FGD tentang tujah apakah budaya yang menhadirkan narasumber Kemas A.R. Panji, M.Si. (Sejarawan/Budayawan dari UIN Raden Fatah Palembang), Sayang Ajeng Mardhiyah, M.Si. (Psikolog, Dari Fakultas Kedokteran UNSRI), Dr. Sri Silastri (Kriminolog, dari Universitas Muhammadiyah Palembang), Saudi Berlian, M.SI. (Sosiolog, dari Universitas Sumatera Selatan), dan H. Ayik Farid Alaydrus (Sekretaris Umum MUI Sumatera Selatan) di Aston Hotel Palembang, Kamis (06/02/2020).

Sedangkan Sejarahwan, Kemas A.R. Panji, M.Si.  dalam paparannya menyatakan bahwa Tujah, Bukanlah Budaya.! tapi lebih mengarah kepada tindakan kriminalitas, serta penyalahgunaan senjata tajam dan Undang Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951. Meskipun ada pendapat yang menyatakan membawa senjata tajam seperti Pisau/Lading Cap Garpu, Kapak, Parang, Khudok dll, adalah bagian dari Local Wisdom.

“Jadi bedakan antara Membawa Lading (Pisau) dan Tujah (Tusuk), keduanya adalah hal yang berbeda, antara Kriminal dan Budaya,” ujar Kemas Ari Panji.

Sementara Itu Psikolog UNSRI, Sayang Ajeng Mardhiyah, M.Si.menyatakan bahwa Prilaku Tujah, adalah tindakan yang dipengaruhi tingkat emosi yang kurang stabil dan mengarah kepada penyerangan atau lebih tepatnya menjadi Agresor,

Kegiatan diakhiri dengan beberapa masukkan dan mendukung penuh kepada kepolisian untuk melakukan tindaka-tindakan pencegahan, Solusinya lakukan kerjasama dengan semua pihak dan menggunakan semua media yang ada tanpa terkecuali, seperti penggunaan Media Sosial (Medsos) yang akan lebih cepat sampai kepada masyarakat khususnya para generasi muda. (Ril/Ron/Kem)

LAINNYA