Ombudsman: Saber Pungli dan OTT, EfektifKah?

waktu baca 3 menit
Rabu, 18 Okt 2017 13:00 0 154 Redaktur Pelita Sumsel

Jakarta, Pelita Sumsel – Survei The Ease of Doing Business oleh World Bank tahun 2017 menempatkan Indonesia di peringkat ke-91, naik 15 peringkat dibanding tahun sebelumnya dengan posisi 106 dari jumlah keseluruhan 189 negara yang disurvei. Obyek yang disurvei adalah PTSP Kota Surabaya dan PTSP DKI Jakarta. Sebagai pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI menerima pengaduan dari masyarakat, tren pengaduan 3 (tiga) tahun terakhir (2015-2017) menunjukkan instansi yang paling banyak dilaporkan adalah Pemerintah Daerah (42%) dan substansi pengaduan “sektor perizinan” memperoleh peringkat 3 teratas.

 

Di 2016, Ombudsman RI menyelenggarakan Diskusi Publik terkait EODB di 3 Kota, yaitu kota: Palembang, Surabaya dan Makassar serta sebagai gong-nya, dihelat di Jakarta. Segenap pemangku kepentingan dan narasumber yang hadir mengungkapkan bahwa salah satu kunci memenuhi kemudahan berusaha adalah adanya kepastian pengajuan izin usaha, dengan persyaratan, jangka waktu dan ketentuan biaya yang jelas. Karena bagi pelaku usaha tidak adanya kepastian merupakan ‘biaya’ yang mahal.

 

“Alih-alih menyampaikan pengaduan kepada pengelolaan pengaduan di internal kantor perizinan atau kepada Ombudsman RI, pelaku usaha cenderung untuk mengikuti ‘alur’ petugas perizinan yang berujung pungli. Mereka (pelaku usaha) khawatir, apabila mengadu justru malah akan menghambat proses penerbitan izinnya” terang Anggota Ombudsman RI, Prof. Adrianus Meliala.

 

Selain tindak lanjut dan penyelesaian atas pengaduan masyarakat, peran Ombudsman RI dalam mendorong terciptanya iklim kemudahan berusaha adalah memastikan terpenuhinya Standar Pelayanan Publik sebagaimana amanat UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik; Menyampaikan saran perbaikan kebijakan pelayanan publik serta untuk melakukan koordinasi dan kerjasama dalam rangka pencegahan Maladministrasi dan Perbaikan Pelayanan Publik.

 

Pada kesempatan Lokakarya EODB tahun lalu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan bahwa tingkat korupsi tertinggi dan terbesar adalah ketika melibatkan pelaku usaha, maka perlu dilakukan pengawasan secara intensif.

 

Pembentukan Saber Pungli, Operasi Tangkap Tangan (OTT), program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah), Survei Kepatuhan dan Investigasi oleh Ombudsman RI serta berbagai program pemberantasan korupsi lainnya diharapkan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik termasuk untuk penciptaan iklim kemudahan berusaha.

 

Guna memperoleh data perbandingan kualitatif tentang penciptaan iklim usaha, akan diselenggarakan kembali Diskusi Publik tentang EODB di 3 (tiga) daerah yang sama, serta sebagai acara puncak, akan kembali juga dilaksanakan di Kantor Ombudsman RI di Jakarta dengan menghadirkan narasumber yang sama dan stakeholder terkait EODB di level pusat.

 

“Diskusi publik tahun ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana efektivitas program pemberantasan korupsi dari pemerintah dalam penciptaan iklim kemudahan berusaha khususnya di daerah tersebut setelah setahun berselang. Apakah lebih baik, tidak ada perubahan atau bahkan lebih buruk dari tahun lalu? Kita lihat nanti.” pungkas Prof. Adrianus Meliala mengakhiri pembicaraannya. (Ril)

 

Redaktur Pelita Sumsel

Media Informasi Terkini Sumatera Selatan

LAINNYA